Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pemerintah Larang Aktivitas FPI

Pakar Hukum UMI Fahri Bachmid: Pelarangan FPI Berujung Problematis, Idealnya Lalui Lembaga Peradilan

Pelarangan aktivitas FPI melalui SKB 6 menteri berujung problem. Pakar Hukum UMI Anggap seharunya dilarang melalui lembaga peradilan.

Penulis: Muh Hasim Arfah | Editor: Muh Hasim Arfah
Hand Over
Pakar Hukum UMI Fahri Bachmid: Pelarangan FPI Berujung Problematis, Idealnya Lalui Lembaga Peradilan 

Pelarangan aktivitas FPI melalui SKB 6 menteri berujung problem. Pakar Hukum UMI Anggap seharunya dilarang melalui lembaga peradilan 

TRIBUN-TIMUR.COM- Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia ( UMI ) Makassar, Dr Fahri Bachmid SH MH menilai keputusan pemerintah melarang segala bentuk aktivitas Front Pembela Islam (FPI) juga mempunyai pijakan yuridis.

Pemerintah melarang aktivitas FPI lewat surat keputusan bersama enam menteri/kepala lembaga diteken 30 Desember 2020.

Pijakan yuridis SKB ini adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan.

Menurutnya, dalam konteks dan kepentingan itu, dan jika kita mengkaji dari aspek yang lebih elementer dan substantif pada tingkat konstitusi (UUD NRI Tahun 1945), khususnya ketentuan pasal 28 yang mengatur bahwa,

“Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”

“Maka secara “a contrario” dapat dikatakan UU Ormas saat ini tidak sejalan dengan spirit konstitusional sepanjang berkaitan dengan pengaturan hak berserikat dan berkumpul yang merupakan seperangkat hak asasi manusia yang telah dijamin oleh konstitusi,” ujar Fahri Bachmid kepada Tribun Timur, Minggu (3/1/2021).

Lanjut Fahri, memang secara teknis UU Ormas ini, potensial membuka peluang pelarangan dengan adanya SKT dan mekanisme pembubaran tanpa melalui mekanisme pengadilan.

“Inilah posisi hukum SKB saat ini, yang tentunya mendapat pijakan rezim pengaturan dalam UU Ormas saat ini,” kata Ketua Peradi Ambon ini.

Idealnya, lanjut Fahri, harus kembali kepada prinsip dan ajaran hukum bahwa pembubaran hanya bisa dilakukan melalui mekanisme pengadilan, bukan oleh pemerintah.

Sebab kalau pembubaran lewat mekanisme yudisial lebih mencerminkan prinsip negara hukum “Rechtstaat” dan bukan negara kekuasaan “machtaat”

Idealnya pembubaran suatu Ormas harus diperlakukan sama seperti pembubaran Partai Politik karena pembubaran Partai Politik melalui mekanisme lembaga peradilan, dan Ormas pun harus sama seperti itu,sebab pijakan konstitusionalnya sama dengan Parpol.

Yaitu sama-sama menggunakan atribut hak berserikat dan berkumpul yang diberikan langsung oleh UUD NRI Tahun 1945

Secara normatif, berdasarkan Pasal 59 UU Ormas, ada sejumlah ketentuan yang mengatur syarat sebuah ormas dilarang.

Dua di antaranya; melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial dan melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved