Tribun Mamuju
Kisah Tukang Becak Mamuju, Cari Nafkah di Tengah Pandemi, Kadang Hanya Dapat Rp 10 Ribu Per Hari
Di Kabupaten Mamuju nasib para tukang becak kian merana di tengah pandemi Covid-19.
Penulis: Nurhadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Wabah Covid-19 tidak hanya berdampak pada kondisi kesehatan masyarakat.
Di Kabupaten Mamuju nasib para tukang becak kian merana di tengah pandemi Covid-19.
Meski telah menerapakan protokol kesehatan dengan cara menggunakan masker namun jarang lagi yang ingin menggunakan jasanya.
Akibatnya untuk menyambung hidup sehari-hari pun sulit, karena mengayuh becak adalah satu-satunya sumber penghasilan mereka.
Sementara kondisi sekarang jarang warga ingin menggunakan becak sebagai alat transportasi.
Salah seorang tukang becak, Sardi (58), mengaku pasrah dengan kondisi sekarang. Meski ia sudah mematuhi aturan tentang penggunaan masker.
Penghasilan sehari-hari tidak cukup untuk kebutuhan makan, bahkan saat ini penghasilan mereka sulit capai Rp 30 ribu dari pagi hingga petang.
"Kami sangat merasakan dampak Corona ini pak. Penghasilan sangat turun, kadang biasa Rp 10 ribu kadang pula tidak ada,"ujar Sardi dengan mata berkaca-kaca memikirkan nasibnya di tengah pandemi.
Untuk sekarang paling banyak, kata dia, Rp 30 ribu rupiah per hari, dan itu tidak cukup untuk dimakan bersama keluarga.
Jika sama sekali tak ada penumpang, mereka harus beralih jadi pemulung. Mengumpulkan kardus dan plastik bekas untuk dijual.
Jika harganya diperkirakan akan mencapai Rp 50 ribu dari kardus yang dikumpul barulah Sardi jual kepada pengumpul untuk beli beras.
Sardi mengaku sudah menjalani pekerjaan menjadi pengayuh becak puluhan tahun. Namun baru kali ini merasakan dampak ekonomi keluarga sangat terpuruk.
Kata Sardi, penumpang yang biasa menjadi langganannya kini tak menggunakan lagi jasanya, dan lebih memilih menggunakan transportasi online karena dianggap lebih aman.
“Puluhan tahun jadi tukang becak baru sekarang susah betul pak. Tapi maumi diapa itumi pekerjaanta,"ucapnya dengan nada pasrah.
Puluhan pengayuh becak di ibu Kota Provinsi Sulbar juga memgalami nasib sama. Sulit mendapatkan penumpang di tengah Pandemi Covid-19.
Sardi berharap, ada perhatian khusus pemerintah terhadap mereka. Sebab jika PPhanya mengharap penghasilan dari mengayuh becak dimasa-masa sekarang, maka mereka khawatir anak istri mereka kelaparan.
"Tolong perhatikan tukang becak, karena penghasilan kami sudah tidak cukup untuk dimakan,"ungkapnya.(tribun- timur.com).