Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Hari Sumpah Pemuda

Rentetan Perjuangan Mahasiswa & Buruh Makassar Tolak UU Cipta Kerja, Berakhir di Hari Sumpah Pemuda?

Kegigihan mahasiswa dan kelompok buruh menolak disahkannya RUU Omnibus Law menjadi UU Cipta Kerja telah berlangsung tiga pekan terakhir Oktober ini.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/MUSLIMIN EMBA
Suasana unjukrasa Tolak Omnibus Law pada perayaan Hari Sumpah Pemuda di Jl Sultan Alauddin, Makassar, Rabu (28102020) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Kegigihan mahasiswa dan kelompok buruh menolak disahkannya RUU Omnibus Law menjadi UU Cipta Kerja telah berlangsung tiga pekan terakhir di Oktober ini.

Hampir seluruh elemen buruh dan mahasiswa bergerak turung ke jelan menyuarakan penolakan.

Suara penolakan melaui mimbar unjuk rasa di jalan itu pun kerap diwarnai kericuhan.

Tercatat mulai pada tanggal 6 Oktober, sejumlah kelompok mahasiswa dan buruh sudah melakukan aksi prakondisi menolak pengesahan RUU tersebut

Hingga memuncak pada 8 Oktober. Aksi unjukrasa di Kamis malam itu diwarnai kericuhan di sejumlah titik jalan di Kota Makassar.

Mulai di kawasan Fly Over hingga depan kantor Gubernur Sulsel Jl Urip Sumoharjo.

Kericuhan itu membuat sejumlah pengunjukrasa berhasil memasuki halaman kantor gubernur dan melakukan pembakaran video tron dan sejumlah motor.

Sejumlah pengunjukrasa yang didominasi kalangan mahasiswa pun ditangkap di malam 'Jumat Keramat' itu.

Beberapa dari mereka mengalami luka lebam di wajah diduga hantaman benda tumpul petugas.

Bahkan seorang dosen Fakultas Hukum UMI, AM turut ditangkap saat pembubaran oleh polisi berlangsung.

Ia mengalami luka lebam di bagian wajah dan tubuh lainnya saat tiba di Mapolrestabes Makassar.

Ke esokan harinya AM pun dilepas bersama beberapa lainnya yang ikut ditangkap.

Akibat penganiayaan yang dialami dosen AM, Komnas HAM RI pun melayangkan surat ke Kapolda Sulsel Irjen Pol Merdisyam untuk mengusut tuntas kasus itu.

Masih di momentum 8 Okteber di malam 'Jumat Keramat' itu. Di sisi Selatan Kota Makassar tepatnya di ruas Jl Sultan Alauddin, unjukrasa 'Tolak Omnibus Law' juga diwarnai kericuhan.

Kericuhan itu bermula saat kelompok mahasiswa dari Barisan Rakyat Bergerak (Bar-bar) mendatangi Mapolsek Rappocini.

Mereka datang berunjukrasa di depan mapolsek sembari mendesak rekan mereka yang ditangkap dibebaskan.

Saat desakan itu disuarakan, beberapa dari pengunjukrasa melakukan pelemparan batu ke dalam halaman Mapolsek Rappoccini.

Sontak personel yang berjaga pun berhamburan keluar markas menenangkan pengunjukrasa.

Tak lama suasana menenang, sejumlah personel Brimob dan tim-tim khusus Polrestabes Makassar dan Polda Sulsel tiba di Mapolsek Rappocini.

Mereka datang lantaran mendapat laporan, Mapolsek Rappocini diserang.

Tidak lama, pengunjukrasa Bar-bar yang menduduki Jl Sultan Alauddin depan Mapolsek Rappocini pun dihambur atau dibubarkan.

Bebeberapa dari mereka berhasil ditangkap saat pembubaran berlangsung.

Seuasi membubarkan kelompok Bar-bar, pasukan gabungan itu bergerak ke depan Kampus Unismuh.

Mereka memaksa pengunjukrasa masuk ke dalam kampus dengan rentetan tembakan gas air mata.

Pembubaran itu berlangsung alot atau cukup memakan waktu lantaran berlangsung hingga Jumat dini hari.

Ada total 31 mahasiswa dan warga ditangkap di malam itu. Mereka yang tertangkap pun digiring ke truk dalmas lalu dibawa ke Mapolrestabes Makassar.

Hasil pemeriksaan polisi, enam dari 31 orang itu ditetapkan tersangka. Mereka yang berstatus tersangka ialah Sari Labuna Cs.

Sari Labuna merupakan jenderal lapangan Aksi Bar-bar dan rekan-rekannya pun ditahan.

Unjukrasa ricuh 'Tolak Omnibus Law' di 8 Oktober itu, bukan akhir dari perjuangan mahasiswa dan buruh.

Suara-suara penolakan terhadap UU Cipta Kerja tersebut, terus berlanjut dan kembali memuncak di 22 Oktober atau dua pekan setelah peristiwa 8 Oktober.

Tepatnya di depan kampus Universitas Negeri Makassar (UNM) Jl AP Pettarani.

Unjuk rasa 'Cabut UU Cipta Kerja' atau Tolak Omnibus Law oleh sejumlah aliansi dan organisasi di depan Kampus UNM itu juga berujung ricuh.

Mukanya unjukrasa berlangsung tertib dan hanya diwarnai blokade jalan atau penutupan jalan.

Namun, berselang beberapa saat, kericuhan pun mulai terjadi.

Bermula saat seorang pria yang diduga intel didapati pengunjukrasa berada di barisan massa.

Pria yang disinyalir oknum intel itu pun dikejar oleh pengunjukrasa hingga ke dalam sala satu supermarket.

Beruntung sejumlah pengunjukrasa lainnya menenangkan suasana.

Blokade jalan hingga larit malam itu pun memuncak saat beberapa pengunjukrasa melakuka pelemparan ke sekretariat Nasdem Kota Makassar yang berlokaso di pertigaan Jl AP Pettarani-Andi Djemma.

Sekretariat itu rusak diberondong lemparan batu. Nyaris semua kaca jendela pecah berhamburan.

Begitu juga dengan kendaraan yang terparkir di depannya rusak terrkena lempara batu.

Tidak sampai disitu. Seunit Ambulans bergambar Nasdem juga ditarik kebadan Jl AP Pettarani dan dibakar.

Sontak beberapa kelompok warga di Jl Andi Djemma merapat ke lokasi unjukrasa.

Aksi saling lempar warga dan pengunjukrasa pun tidak terhindarkan hingga apara gabungan Brimob dan Sabhara Polda Sulsel tiba di lokasi membubarkan warga dan pengunjukrasa masuk ke dalam Kampus UNM.

Dari kericuhan itu, 21 orang ditangkap dan 13 diantaranya ditetapkan tersangka.

Aksi berlanjut. Tepatnya di momen Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober hari ini, atau enam hari pasca kericuhan di UNM.

Sejumlah kelompok gerakan mahasiswa dan burub kembali turung ke jalan memperingati Hari Sumpah Pemuda.

Sedikitnya ada 30 kelompok gerakan yang turung ke jalan dalam momentum tahunan itu.

Seperti terpantau di Jl Sultan Alauddin tepatnya di depan Kampus Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM).

Sedikitnya ada lima kelompok yang melakukan unjuk rasa di ruas jalan poros Makassar-Gowa tersebut.

Mereka dari Aliansi Solidaritas Mahasiswa Sulsel, Koalisi Perjuangan Pemudan dan Mahasiswa (KPPM), AMAIDA, OMPI Sulsel dan Perhimpunan Pergerakan Mahasiswa (PPM) Sulsel.

Isu yang disuarakan diantaranya meminta evaluasi kinerja Jokowi-Ma'ruf, Cabut UU Cipta Kerja atau Omnibus Law dan Copot Kapolda Sulsel.

"Penangkapan teman-teman kami pada saat unjuk rasa 8 Oktober adalah bukti tindakan represif kepolisian. Maka dari itu kami meminta agar Kapolda Sulsel (Irjen Pol Merdisyam) segera mundur dari jabatannya," teriak orator dari Aliansi Solidaritas Mahasiswa Sulsel.

Akibatnya ruas jalan Sultan Alauddin terblokade atau ditutup full. Tidak ada kendaraan yang diperbolehkan melintas di badan jalan.

Kondisi itu diperparah oleh unjuk rasa Front Rakyat Menggugat di Ujung pertigaan Jl Sultan Alauddin-AP Pettarani.

Gabungan dari sejumlah aliansi dan organisasi itu berunjukrasa mendesak UU Cipta Kerja dicabut lantaran dianggap janggal dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat khususnya kaum buruh.

Namun, pantauan di lokasi, unjuk rasa dari enam kelompok itu berlangsung damai meski diwarnai blokade jalan.

Para pengunjukrasa membubarkan diri satu-satu persatu hingga akhirnya pukul pukul 20.22 Wita, ruas Jl Sultan Alauddin kembali normal dilalui pengendara.
(Tribun-Timur/Muslimin Emba)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved