Hari Santri Nasional
Profil Singkat Pimpinan Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang dari Masa ke Masa
Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang adalah pondok pesantren tertua di Sulawesi Selatan
Penulis: Hardiansyah Abdi Gunawan | Editor: Suryana Anas
TRIBUNWAJO.COM, SENGKANG - Pondok Pesantren As'adiyah Sengkang adalah pondok pesantren tertua di Sulawesi Selatan. Terletak di tengah-tengah ibu kota Kabupaten Wajo, berjarak sekitar 200 km dari Makassar, ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan.
Didirkan pertama kali oleh seorang ulama Bugis yang lahir dan besar di Makkah, Arab Saudi, yakni KH Muhammad As'ad atau lebih dikenal sebagai Anregurutta Puang Haji Sade pada 1930.
Hingga kini, As'adiyah masih eksis dan terus mencetak santri-santri yang berkualitas dan berdaya saing, serta menjadi wadah penempaan bagi calon-calon ulama besar.
Sepanjang perjalanannya selama 90 tahun lebih, ada 8 orang tercata memimpin pondok pesantren yang dulunya bernama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) itu.
Dimulai oleh sang pendiri, yakni KH Muhammad As'ad (1930-1952), lalu dilanjutkan Muhammad Daud Ismail (1952-1961), Muhammad Yunus Martan (1961-1988), Hamzah Badawi (1988), Abdul Malik (1988-2000), Abdul Rahman Musa (2000-2002), Muhammad Rafii Yunus Martan (2002-2018) dan Muhammad Sagena (2018-sekarang).
Berikut profil singkat para pimpinan Ponpes As'adiyah dari masa ke masa:
1. AGH Muhammad As'ad al Bugisi (1930-1952).
Beliau adalah anak dari pasangan Syeikh H Abdul Rasyid dengan Hj St Saleha binti Abdul Rahman, lahir di Makkah 12 Rabiul Akhir 1326 H/1907 M.
Masa kecil dan remaja Muhammad As'ad dihabiskan di Makkah, Arab Saudi untuk belajar ilmu agama.
"Sekitar 1928, Gurutta kembali ke tanah leluhurnya, lantaran banyaknya permintaan dari jemaah haji asal Wajo yang memintanya ke Wajo," kata Wakil Ketua Umum PP As’adiyah, KH Muhyiddin Tahir.
Usianya 21 tahun saat menginjakkan kaki di tanah leluhurnya. Pada saat itu, di kediamannya di sebelah barat Masjid Jami (cikal bakal Ponpes As'adiyah), Muhammad As'ad mengadakan halaqah rutin.
Dua tahun berselang, yakni Mei 1930 halaqah dipindah di Masjid Jami' dan KH Muhammad As'ad resmi membuat sebuah lembaga pendidikan bernama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MIA).
Murid-murid awalnya, yakni Muhammad Daud Ismail, Muhammad Yunus Martan, serta Abdurrahman Ambo Dalle, adalah ulama-ulama kesohor di Sulawesi Selatan.
Dua nama awal kelak melanjutkan estafet kepemimpinan di pesantren, sementara nama terakhir adalah pendiri Ponpes DDI Magkoso di Kabupaten Barru.
KH Muhammad As'ad, atau yang lebih dikenal Gurutta Puang Haji Sade, wafat lada Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H atau 29 Desember 1952.
2. AG H Muhammad Daud Ismail. (1952-1961)
Beliau adalah salah satu murid awal Gurutta Puang Haji Sade. Lahir di Cenranae Lalabata Kabupaten Soppeng 1907, anak dari pasangan H Ismali dan Hj Pompola.
Pada zaman ketika Daud Ismail diminta untuk memimpin Madrasah Arabiyah Islmaiyah (MIA) sepeninggal gurunya, saat itulah MIA berganti nama sebagai Pondok Pesantren As'adiyah, untuk mengenang KH Muhammad As'ad.
Beliau adalah seorang kadhi atau hakim di Kabupaten Soppeng. Bahkan, saat dirinya diminta untuk kembali ke Kabupaten Wajo, sebagaimana wasiat KH Muhammad As'ad untuk memimpin pesantren, Daud Ismail berstatus pegawai negeri di Departemen Agama Kabupaten Bone.
"Status kepegawaian itu beliau lepas karena harus memimpin pondok pesantren," kata KH Muhyiddin Tahir.
Selepas memimpin Ponpes As'adiyah pada 1961, Daud Ismail kembali ke Kabupaten Soppeng. Pada 1967, mendirikan Yayasan Perguruan Islam Beowe atau lebih dikenal Yasrib.
Daud Ismail adalah salah satu ulama Bugis yang menuliskan tafsir Alquran berbahasa Bugis. Sempat menjabat sebagai Ketua MUI Soppeng pada 1993-2005, hingga beliau meninggal pada usia 99 tahun pada Senin 21 Agustus 2006.
3. AGH Muhammad Yunus Martan (1961-1988)
Ulama kharismatik tersebut yang paling lama memimpin pondok pesantren As'adiyah. Kurang lebih 27 tahun.
Yunus Martan lahir di Belawa, 28 Muharram 1332 H /1914 M. Ayahnya, yakni seorang ulama di Belawa, Anregurutta H Martan dan Hj Shafiah.
Beliau menyelesaikan pendidikannya pada Madrasah Al-falah di Makkah sebelum kembali ke kampung halamannya.
Disebut sebagai ulama paling visioner di masanya. Di era Yunus Martan, Radio Suara As'adiyah didirikan pada 1967. Radio Suara As'adiyah adalah radio swasta tertua di Sulsel yang hingga saat ini masih mengudara.
Dengan medium radio, Yunus Martan menyampaikan syiar-syiar Islam dan mengajar santri-santrinya.
Dua kali menikah. Pada pernikahan pertamanya dengan Hj Kartini, beliau dikaruniai 7 orang anak. Diantaranya adalah Muhammad Rafii Yunus Martan yang juga kelak memimpin Ponpes As'adiyah dan juga Hj Ruqayyah, yang kelak bersuami dengan Abdul Rahman Musa yang juga memimpin Ponpes As'adiyah.
Pada pernikahannya yang kedua dengan Hj Husna, beliau dikarunia 5 orang anak.
4. Hamzah Badawi (1988)
Beliau lahir di Impa-impa, Kecamatan Tanasitolo pada 1920. Sempat mengajar di Madrasah As'adiyah Jalang, di Kecamatan Sajoanging pada 1943. Sempat pula menjabat sebagai Ketua Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah Wajo kurung waktu 1965 sampai 1978.
Hamzah Badawi adalah pimpinan Ponpes As'adiyah paling sebentar, yakni cuma 7 bulan. Beliau memiliki 10 orang anak dari pernikahannya dengan Hj Andi Banong.
5. AGH Abdul Malik Muhammad (1988-2000)
Ulama kelahiran Belawa 1922 M, merupakan anak dari pasangan H Muhammad dan Hj Muhana. Kecerdasan Abdul Malik sudah terlihat sedari dini oleh Gurutta Puang Haji Sade.
Saat dirinya masih berstatus santri pada Madrasah Arabiyah Islamiyah 1940 hingga 1942, dirinya sudah dipercayakan untuk mengajar santri-santri baru.
Bahkan, pada kurung 1942-1947, dirinya sudah menjadi Kepala Madrasah di Masjid Jami Belawa.
Selain penghafal Alquran 30 juz, beliau juga aktif di bidang politik. Tercatat, Abdul Malik pernah menjadi Ketua Anak Cabang Masyumi Belawa 1950-1959. Pernah juga Ketua MWC Nahdatul Ulama (NU) Belawa 1963-1987 dan Mustyar NU Wajo pada 1988.
Beliau meninggal pada 14 Juni 2000 dan digantikan oleh Prof Abdul Rahman Musa.
6. AG Prof H Abdul Rahman Musa (2000-2002)
Tak banyak informasi yang bisa digali tentang menantu AGH Muhammad Yunus Martan tersebut.
Beliau pernah kuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Dosen di STAI As'adiyah (sekarang IAI As'adiyah) dan sempat memimpin perguruan tinggi tersebut.
7. AG Prof H Muhammad Rafii Yunus Martan
Beliau adalah salah satu ulama kharismatik di Sulawesi Selatan yang lahir di Kecamatan Belawa.
Belawa sendiri banyak melahirkan ulama-ulama besar di tanah Bugis hingga dijuluki Serambi Mekkah Wajo.
Putra Anregurutta Yunus Martan tersebut belajar kitab kuning dan Bahasa Arab langsung dari orang tuanya. Sementara, dirinya menghapal Alquran dibawah bimbingan Anregurutta Abdul Malik.
Beliau adalah guru besar di bidang Ulumul Quran Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar.
Sempat kuliah di Universitas Hasanuddin Makassar, tapi tak selesai. Lalu kembali berkuliah di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dan memeroleh gelar sarjana muda BA pada 1968 dan gelar Drs lada 1971.
Kemudian melanjutkan pendidikan S2 di Institute of Islmic Studies Mc Gill University Montreal, Kanada.
Lalu, melanjutkan pendidikan S3 di Departement of Near Easrtern Studies University of Michigan, Ann Arbor, Michigan, Amerika Serikat.
Beliau meninggal pada 2018 silam, dan digantikan oleh AGH Muhammad Sagena.
7. AGH Muhammad Sagena (2018-sekarang)
Beliau menggantikan Anregurutta Rafii Yunus pada 2018 silam.
Satu hal yang unik dari kepemimpinan di Ponpes As'adiyah, yakni nasabnya tidak berdasarkan garis keturunan.
"Kepemimpinan di sini berbeda dengan di pondok pesantren lain. Kalau nasabnya biasa dari garis keturunan, misalnya jika pimpinan meninggal kemudian diteruskan ke anaknya atau keluarganya, As'adiyah berbeda. Kita nasab keilmuan," kata Muhyiddin Tahir. (*)