Jumhur Hidayat Ditangkap
Jumhur Hidayat Deklarator KAMI Rekan Gatot Nurmantyo Ditahan Anak Buah Idham Azis,Dulu Dukung Jokowi
Satu lagi Kabar Buruk untuk Gatot Nurmantyo dan KAMI. Selain Syahganda Nainggolan, pihak polisi anak buah jenderal Idham Azis juga menangkap Jumhur H
TRIBUN-TIMUR.COM - Satu lagi Kabar Buruk untuk Gatot Nurmantyo dan KAMI.
Selain Syahganda Nainggolan, pihak polisi anak buah jenderal Idham Azis juga menangkap Jumhur Hidayat.
Ternyata rekam jejaknya di dunia politik dan pemerintahan juga tak bisa dianggap remeh. Dulu dipecat SBY dan sempat dukung Jokowi.
Kabar penangkapan tersebut dikonfirmasi Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono ketika dihubungi, Selasa.
Baca juga: KABAR GEMBIRA, Bantuan Subsidi Upah Gelombang 2 Segera Disalurkan: Syarat & Proses Penyalurannya
Meski demikian, belum ada informasi lebih lanjut terkait kasus yang menyebabkan penangkapan Jumhur Hidayat.
Namun, dua rekannya yang lain, yakni Anton Permana dan Syahganda Nainggolan yang juga merupakan petinggi KAMI juga telah diamankan polisi.
Dikenal sebagai aktivis
Jumhur Hidayat sendiri sejak muda dikenal luas oleh publik sebagai aktivis sosial.
Pria yang lahir di Bandung, 18 Februari 1968 ini sudah menjadi aktivis sejak masih berstatus mahasiswa di Institut Teknologi Bandung (ITB).
Jumhur pernah dipenjara karena terlibat dalam aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri Rudini pada 1989.
Selain menjadi aktivis, dia pun pernah meniti karier politik lewat Partai Daulat Rakyat yang mengikuti Pemilu 1999.
Baca juga: Untuk Siapa Proposal Permintaan Dana Diduga Biaya Demo UU Cipta Kerja dan Percakapan WA KAMI?
Baca juga: Hukum Shalat Rebo Wekasan / Rabu Wekasan Tak Ada dalam Islam, Shalat Hajat Ada Cek Niat & Tata Cara
Baca juga: NONTON TV ONLINE Peru Vs Brasil Kualifikasi Piala Dunia 2022, Akses Link Live Streaming Mola TV
Di partai tersebut, dia menjabat sebagai Sekretaris Jenderal.
Jumhur masih menempati jabatan yang sama saat Partai Daulat Rakyat bergabung bersama tujuh partai politik lain untuk membentuk Partai Sarikat Indonesia pada 2002.
Namun, partai itu gagal dalam Pemilu 2004.
Setelahnya, Jumhur meninggalkan kegiatan politik dan lebih memilih dunia pergerakan.
Dia sempat bergabung pula dengan organisasj Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo).
Dipecat dari Kepala BNP2TKI
Kemudian, kariernya naik saat ditunjuk sebagai Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) pada 2007.
Jumhur menjabat selama tujuh tahun, hingga pada 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberhentikan dirinya melalui Surat Keputusan pemberhentian yang ditandatangani SBY pada 11 Maret 2014.
Berdasarkan catatan pemberitaan Kompas.com, Jumhur diberhentikan SBY dengan alasan penyegaran.
Dalam Pasal 117 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 antara lain diatur bahwa jabatan pimpinan tinggi hanya dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
Oleh karena itu, pejabat eselon I, yang sudah lebih dari 5 tahun menduduki jabatan yang sama, harus dimutasi ke jabatan lain, atau diberhentikan.
Namun, ada juga yang mengaitkan pemecatan Jumhur dilakukan setelah dia bergabung dengan PDI-P.
Sementara itu, berdasarkan catatan pemberitaan Tribunnews.com, di tahun yang sama Jumhur mendirikan Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) dan mendukung pemenangan PDI-P serta pencalonan Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon Presiden pada Pemilu 2014.
Saat itu, Jumhur mengaku tidak ada kesepakatan khusus dengan parpol tersebut.
"Saya memilih PDIP atas kehendak sendiri, dan tidak ada deal apa-apa dengan PDI-P, ingat ini ya. Saya pokoknya itu dijalankan (Trisakti Bung Karno) sudah cukup," kata Jumhur usai menghadiri deklarasi ARM Yogyakarta mendukung pencapresan Jokowi di Nusantara Café, Jalan Nologaten, Sleman, DIY, Kamis (20/3/2014).
Baca juga: Ribuan Anak Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, KPAI Ungkap Berapa Jumlah Bayaran dan Siapa yang Bayar
Menurut dia, pendirian ARM pada 8 Maret lalu dan pemilihan PDI-P dalam pemenangan Pemilu mendatang adalah murni atas kehendaknya sendiri.
Ia juga menolak bahwa bergabungnya dirinya itu karena kekecewaannya atas ditolaknya sebagai peserta Konvensi Capres Partai Demokrat, serta dipecatnya dari jabatan Kepala (BNP2TKI)11 Maret lalu.
"Saya adalah civil society menjabat sebagai Kepala BNPTKI dan saya terima kasih memeroleh pengalaman di situ. Namun saya harus punya orientasi politik, ya seperti Trisakti Bung Karno. Maka saya melihat waktu itu ada kesempatan untuk konvensi, kalau saya ada di situ pasti bisa ikut. Tapi saya tidak diajak," ucapnya.
Padahal, lanjutnya, setiap warga negara memiliki hak untuk bergabung dalam konvensi capres tersebut.
Namun, ia justru mengaku tidak diberikan kesempatan untuk berkompetisi menuangkan gagasan-gagasan demi kemajuan bangsa.
"Setiap warga negara punya hak. Bukannya kecewa. Saya tidak boleh ikut artinya ya saya boleh ke mana saja," ujar dia.
Saat ini, Jumhur Hidayat tercatat sebagai Deklarator sekaligus Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).
Selain Jumhur Hidayat banyak tokoh yang hadir dalam pengenalan KAMI.
Mereka di antaranya mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin, akademisi Rocky Gerung, dan pakar hukum tata negara Refly Harun, mantan Sekretaris Kementarian BUMN Said Didu, dan ekonom senior Ichsanuddin Noorsy dan mantan Jurubicara Presiden KH Abdurrahman Wahid atau Gusdur, Adhie M. Massardi.
Lalu Abdullah Hehamahua, M.S. Ka’ban, Syahganda Nainggolan, Prof. Anthony Kurniawan, Prof. Rohmat Wahab, Ahmad Yani, Moh. Jumhur Hidayat, Hatta Taliwang, Marwan Batubara, Edwin Sukowati, Joko Abdurrahman, Habib Muhsin Al Atas, Tamsil Linrung, Eko Suryo Santjojo, Prof. Chusnul Mariyah, hingga Sri Bintang Pamungkas.
Mengenai tindak lanjut pergerakan KAMI ke depan, Din Syamsuddin mengatakan bahwa masih ada sejumlah tokoh bangsa yang ingin bergabung dengan KAMI.
“Masih banyak,” kata Din Syamsuddin kala itu.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Perjalanan Jumhur Hidayat: Diberhentikan SBY, Dukung Jokowi, hingga Aktif di KAMI", Penulis : Dian Erika Nugraheny