Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

DPLH dan Pelindo Bilang Tidak Ada Dampak Tambang Pasir, dan Tanggapan Nelayan Kodingareng

Para nelayan pemancing dan pa’bagang di Pulau Kodingareng pun menyebut bahwa temuan DPLH dan Pelindo

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM/EMBA
Puluhan nelayan Pulau Kodingareng berkumpul di tepi pantai saat aksi penolakan tambang pasir oleh kapal PT Royal Boskalis 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR  -Nelayan Pulau Kodingareng meganggapi hasil temuan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan bersama Pelindo yang mengatakan tidak ada dampak tambang pasir PT Boskalis terhadap ekosistem laut.

Para nelayan pemancing dan pa’bagang di Pulau Kodingareng pun menyebut bahwa temuan DPLH dan Pelindo IV tersebut tidak objektif.

Salah satunya diungkapkan Nelayan Kodingareng, Suadi. Ia mengatakan, peninjauan aktivitas tambang yang dilaksanakan oleh Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan tidak dilakukan secara objektif karena tidak melibatkan nelayan dan perempuan di Pulau Kodingareng.

Selain itu, pihaknya menilai bahwa hasil temuan tersebut lebih pro terhadap penambang ketimbang para nelayan.

"Pak, orang yang tidak tahu apa-apa juga bisa bilang begitu (tidak ada dampak). Tapi kami ini para nelayan Pulau Kodingareng, sudah turun temurun memanfaatkan laut sebagai wilayah tangkap, sehingga kami tahu bagaimana laut yang bersih dan yang tercemar. Jadi kamilah yang lebih tahu," kata Suadi dalam keterangan persnya, Minggu (11/10/2020) siang.

Selain itu, dirinya menambahkan bahwa para nelayan di Pulau Kodingareng tidak percaya dengan hasil temuan tersebut karena tidak ada perwakilan nelayan yang ikut saat peninjauan.

Oleh karena itu, Ia pun meminta agar Gubernur (Nurdin Abdullah) datang dan berdiskusi dengan nelayan dan perempuan di Pulau Kodingareng.

"Kami tidak percaya dengan orang-orang itu. Di media kan sudah sangat jelas bagaimana orang-orangnya pak Nurdin Abdullah disebut sebagai pemilik perusahaan tambang pasir laut yang sudah menyengsarakan kami para nelayan dan perempuan di Pulau Kodingareng," ujarnya.

"Jadi Gubernur yang harus datang dan bertanggung jawab," sambung Suadi.

Terpisah, Direktur Eksekutif WALHI Sulsel Muhammad Al Amin mengungkap bahwa dirinya sempat diajak oleh DPLH untuk meninjau kegiatan tambang PT Boskalis.

Namun dirinya menolak. Muhammad Al Amin mengatakan bahwa untuk mengetahui masalah dan dampak yang sebenarnya, Gubernur Sulsel (Nurdin Abdullah) harus berani menerima tantangan nelayan dan mendengar langsung jeritan dan keinginan masyarakat Pulau Kodingareng.

"Saya diajak, tapi saya menolak karena tidak akan ada manfaatnya dan saya tahu hasilnya akan seperti itu. Lalu, kami dan nelayan sudah punya hasil kajian. Jadi tidak perlu lagi kami meninjau-ninjau. Nanti masyarakat akan perlihatkan semuanya di waktu dan tempat yang tepat," jelas Al Amin.

Lebih jauh Amin mengatakan bahwa saat ini, 9Koalisi Selamatkan Laut Indonesia sedang fokus mengawal dugaan kejahatan bisnis tambang pasir laut yang dilakukan oleh para kolega Gubernur Sulsel.

Selain itu, pihaknya sedang mengkaji dugaan tindak pidana korupsi pada izin-izin perusahaan tambang pasir laut untuk proyek MNP.

"Kami dan koalisi saat ini sedang mengawal dugaan praktek kejahatan bisnis yang dilakukan kolega Gubernur Sulsel dan melihat peluang untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait perizinan tambang pasir laut," ungkap Al Amin.

"Semua ini dilakukan untuk memberikan Keadilan bagi masyarakat Pulau Kodingareng yang sedang menderita akibat keputusan dan Sikap Gubernur Sulsel,"tegasnya.

Temuan DPLH dan Pelindo

Manajemen Pelindo IV Makassar bersama Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), PT Royal Boskalis dan PT Pembangunan Perumahan (PP) Persero meninjau lokasi penambangan pasir di Pulau Kodingareng, Makassar dan Galesong Utara Sulawesi Selatan, Sabtu (10/10/2020).

Kepala Dinas Pengelolaan Lingkungan Hidup (DPLH) Provinsi Sulsel, Andi Hasdullah mengatakan, peninjauan untuk memonitoring dan mengevaluasi terkait dengan pelaksanaan penambangan pasir yang telah berjalan kurang lebih dua bulan terakhir ini.

"Kita sudah melihat langsung penambangan di samping kapal Boskalis yang sedang melakukan penambangan. Ternyata, faktanya di lapangan menunjukkan bahwa penambangan pasir ini tetap berjalan sesuai dengan rekomendasi amdal dan dokumen-dokumen yang kita berikan," katanya.

Terkait isu kekeruhan yang dikeluhkan, faktanya di lapangan ternyata tetap sesuai yang tertera pada dokumen amndal, bahwa sebaran kekeruhan hanya sekitar 300 meter.

"Durasinya pun tidak lama itu 40 menit sampai 1 jam sudah kembali normal. Isu soal kekeruhan ini tersebar jauh keluar dan mengganggu penangkapan ikan nelayan sudah terjawab dan jawabannya itu seperti itu," ujarnya.

Andi Hasdullah juga menepis soal isu penambangan pasir mempengaruhi gelombang arus yang besar dan sebagainya.

Menurut pantauannya langsung, faktanya tidak memberikan dampak apa-apa.

"Tidak ada dampak apa-apa seperti isu yang tersebar, baik itu kekeruhan, gelombang termasuk arus. Itu tidak ada permasalahnnya. Sekali lagi mereka melakukan penambangan itu sudah sesuai dengan ijin yang kita berikan," tegasnya.

Lalu, berkaitan dengan lokasi penghisapan. Andi Hasdullah mengatakan, semuanya sudah tepat menambang pasir di titik kordinat yang sudah ditentukan dengan menggunakan alat eletronik canggih dan tidak ditemukan pelanggaran seperti isu di masyarakat pulau.

"Mengenai jarak dari bibir pantai terluar termasuk Kodingareng dan Galesong Utara. Itu berada pada jarak 8 mil lebih. Kalau dari Pulau Kodingareng Lompo itu sekitar 8,4 mil atau 14 kilometer, saking jauhnya dari lokasi tambang pulau tersebut tidak terlihat, kemudian dari Pulau Dayang-dayang jaraknya 8,7 mil dan Galesong Utara 13 mil. Jadi saya melihat dampaknya terhadap lingkungan baik itu biota laut maupun ekologi dan nelayan isesuai dengan kajian amdal dan tetap berada dalam keadaan yang normal atau wajar," jelasnya.

Lebih jauh dipaparkan, mengenai zona penambangan ke habitat budidaya rumput laut kurang lebih 12 mil laut. Sedangkan, jarak zona penambangan ke habitat mangrove yang berada di Desa Maccini Baji, Kepulauan Tanakeke kurang lebih 12 mil laut.

Sementara itu, jarak zona penambangan ke kabel serat optic yaitu ke serat optic Telkomsel (Makassar-Banjarmasin) kurang lebih 3,77 mil laut. Sedangkan ke serta optic Telkomsel (Makassar-Surabaya) kurang lebih 4,94 mil laut dan ke serat optic PT Indosat Tbk. kurang lebih 1,5 mil laut.

“Jadi secara jarak zona, kegiatan penambangan pasir yang dilakukan PT Boskalis sudah sesuai ketentuan dan tidak melanggar izin yang sudah mereka kantongi,” paparnya.

Ia menambahkan, izin lingkungan diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan yang wajib Amdal (Analisis mengenai dampak lingkungan) atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL).

“Izin tersebut juga diberikan dalam rangka perlindungan dan pengelolaan hidup. Serta sebagai persyaratan memeroleh izin usaha atau kegiatan,” tuturnya.

Senior Manager Lingkungan Hidup dan Fasilitas Penunjang Pelindo IV Hidayat mengatakan, Pelindo IV selaku pemerakarsa kegiatan telah memiliki dokumen amdal 2010 dan adendum 2020.

"Adanya penyesuaian terhadap RIP, terus di dalam kajian amdal pun itu juga dijelaskan bahwa untuk kebutuhan salah satu dalam proyek itu adalah reklamasi. Menggunakan material Quarry dari penambangan oleh Boskalis dan sebagian lagi di depan pelabuhan. Semua dampak penting dari kajian di lingkungan itu sudah dipenuhi, bahkan sudah diperiksa pihak DPLH dan semuanya sesuai izin yang dikantongi," katanya.

Operasional Manager PT Pembangunan Perumahan Persero, Dodi Sanjaya menambahkan, pihaknya optimis progres terus berjalan karena kendala atau isu di luar sana tak sesuai dengan fakta di lapangan.

Sebelum meninjau area tambang, rombongan visit ke di area reklamasi Makassar New Port (MNP). Pada kunjungan ini pihak DPLH mengambil sampling pasir dan air untuk diuji kandungannya.

Kunjungan ini menghabiskan waktu kurang lebih 8 jam, dimana waktu tempuh dengan KL Sungai Saddang memakan waktu 6 jam Pulang Pergi (PP).

KL Sungai Saddang ini memiliki 10 kru, biasanya digunakan Pelindo IV untuk mendorong kapal yang masuk ataupun keluar pelabuhan. (*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved