Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Mamasa

Kejati Sulbar Kembali Dalami Dugaan Korupsi Pengadaan Sejuta Bubit Kopi di Mamasa

Kejati Sulawesi Barat dalami dugaan praktek korupsi pengadaan sejuta bibit kopi pada tahun 2015 di Kabupaten Mamasa.

Penulis: Nurhadi | Editor: Suryana Anas
TRIBUN-TIMUR.COM/NURHADI
Kantor Kejati Sulbar di Jl RE Marthadinata Mamuju. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU -- Kejati Sulawesi Barat dalami dugaan praktek korupsi pengadaan sejuta bibit kopi pada tahun 2015 di Kabupaten Mamasa.

Kasus tersebut menjadi perhatian Kajati Sulbar, Johny Manurung, untuk segera dilidik karena sebelum sudah ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Johny menagatakan penanganan kasus pengadaan sejuta bibit kopi di Provinsi Sulawesi Barat, sebelumnnya sudah ditangani oleh Kejati Sulsel, sebelum terbentuk Kejati Sulbar.

"Namun karena Provinsi Sulbar sudah memiliki Kejati baru, akhirnya semua penyidikan kasus korupsi yang sebelumnnya ditangani oleh Kejati Sulsel, sudah dipindahkan penangananya di Kejati Sulbar. Tenang aja, kita tunggu dalam waktu dekat ini biar saya gelar. Mari bersama kawal pembangunan Sulbar, supaya lebih maju dan sukses,"tutur Johny kepada wartawan di Mamuju.

Sebelumnya, Mantan Kepala Seksi Penerangan Hukum ( Penkum ) Kejati Sulsel, Salahuddin menyebutkan, dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satu juta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, tim penyidik Pidsus Kejati Sulsel, sudah menetapkan seorang pejabat Pemerintah Daerah (Pemda) Mamasa, Sulawesi Barat ( Sulbar ) inisial N sebagai tersangka.

"Inisial N tersebut berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen ( PPK ) sudah menjadi tersangka,"terang Salahuddin beberapa waktu lalu.

Kegiatan pengadaan sejuta bibit kopi di Kabupaten Mamasa, Sulbar, pada tahun 2015 yang dimenangkan oleh PT. Surpin Raya diduga mengadakan bibit yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang tertera dalam dokumen lelang.

Dimana dalam dokumen lelang disebutkan pengadaan bibit kopi menggunakan anggaran senilai Rp 9 miliar dan juga disebutkan bahwa bibit kopi unggul harus berasal dari uji laboratorium dengan spesifikasi Somatic Embrio (SE).

"Namun dari satu gjuta bibit kopi yang didatangkan dari Jember tersebut, terdapat sekitar 500 ribu bibit kopi yang diduga dari hasil stek batang pucuk kopi yang dikemas di dalam plastik dan dikumpulkan di daerah Sumarorong, Kabupaten Mamasa. Biaya produksi dari bibit labolatorium diketahui berkisar Rp 4.000 sedangkan biaya produksi yang bukan dari laboratorium atau hasil stek tersebut hanya Rp 1.000. Sehingga terjadi selisih harga yang lumayan besar,"jelas Salahuddin.

Dari hasil penyidikan yang dilakukan penyidik Pidsus Kejati Sulsel, pihak rekanan dalam hal ini PT. Surpin Raya diduga mengambil bibit dari pusat penelitian kopi dan kakao ( PUSLITKOKA ) Jember sebagai penjamin suplai dan bibit. Diduga bibit dari Puslitkoka itu merupakan hasil dari stek.(tribun-timur.com)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved