Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Bincang Bola Virtual

Stafsus Kemenpora Ungkap Kecurangan Timnas Junior Indonesia Agar Bisa Berprestasi

M Nigara mengungkapkan bahwa proses regenerasi pemain sepakbola Indonesia terkendala dengan adanya prilaku curang yang dilakukan.

Penulis: Alfian | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM/ALFIAN
Acara Bincang Bola Virtual yang digelat Tribun Timur, Selasa (1/9/2020). 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Staf Khusus Kemenpora, M Nigara mengungkapkan bahwa proses regenerasi pemain sepakbola Indonesia terkendala dengan adanya prilaku curang yang dilakukan.

Mantan jurnalis olahraga senior ini mencontohkan terkait dengan kejuaraan junior yang diisi oleh pemain-pemain yang sudah melewati batas usianya.

Bahkan tak jarang, sejumlah kejuaraan junior dunia yang dimenangkan Indonesia tak terlepas dari bantuan pemain-pemain yang semestinya sudah berada dalam kategori usia senior.

Hal inilah yang dianggap menghambat hingga saat ini.

"Tahun 1961 kita pernah menjadi juara asia junior tapi saya sama sekali tidak memberi hormat atas hasil itu karena ada beberapa pemain senior dan secara ini tak semestinya dilakukan," katanya saat menjadi narasumber bincang bola virtual Tribun Timur, Selasa (1/9/2020).

"Kita pernah menjadi juara asia-pasific Coca-cola U-15, tapi kalau dibuka usia 20-21 tahun ada 9 orang dan itu diagung-agungkan sebagai sesuatu yang membanggakan padahal semua kegiatan olahraga melalui harus melalui proses," tuturnya.

Perbaiki fasilitas

Pelatih berlisensi A Pro AFC asal Makassar, Tony Ho, mengatakan bahwa hal yang paling krusial dan perlu dibenahi dalam melahirkan pemain berbakat yakni dengan memperbaiki fasilitas.

Sepanjang ingatannya hingga saat ini PSSI maupun Pemerintah menurutnya hanya mendorong pembangunan Stadion.

Sementara itu ketersediaan lapangan standar untuk latihan masih minim.

"Tetapi kenyataan lapangan yang ada di Indonesia yakni yang diperbanyak stadion sementara sebenarnya yang sangat dibutuhkan lapangan-lapangan latihan untuk menampung pemain muda," paparnya.

Ia juga menyoroti terkait dengan SDM pelatih yang menangani SSB.

Baginya saat ini perlu ada pemikiran yang dikembangkan dalam melatih usia muda.

"Kita juga membutuhkan coach education yaitu pelatih-pelatih yang memiliki pengetahuan yang mumpuni yang mana bisa mengajarkan ke anak didiknya dengan ilmu pengetahuan terkini yang lagi nge-trend," sambungnya.

Masa Depan di SSB

Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2021 mendatang.

PSSI sebagai induk sepakbola Indonesia dipercaya sebagai pelaksana dari FIFA.

Hanya saja kebanggaan terpilih sebagai tuan rumah tak sebanding dengan kesiapan tim yang dibentuk untuk bersaing nantinya dengan negara lain.

Bahkan beberapa waktu lalu PSSI disoroti lantaran adanya rumor tim U-20 yang dipersiapkan akan disisipkan pemain naturaliasi.

Tindakan PSSI ini pun dianggap sebagai tindakan kurang kepercayaan diri dengan pemain muda yang ada.

Termasuk pula kondisi ini juga menggambarkan secara kesiapan mulai dari pembinaan di Indonesia tak berjalan dengan baik dalam beberapa dekade terakhir.

Salah satu jurnalis olahraga senior yang kini juga menjabat sebagai Staf Khusus Kemenpora, M Nigara, secara tegas menyebut pembinaan pemain muda Indonesia bermasalah.

"Diakui atau tidak sampai hari ini kita tidak memiliki pembinaan yang baik dan benar, contohnya sampai hari ini kita tidak memiliki data yang kompleks terkait berapa sih jumlah pemain-pemain kita yang U-20 yang berkualitas dan berkualifikasi dunia," terangnya saat menjadi narasumber bincang bola Tribun Timur, Selasa (1/9/2020).

Hanya saja menurutnya saat ini masih ada secercah harapan bagi masa depan pemain muda Indonesia.

M Nigara menyebut masa depan tersebut ada di Sekolah Sepakbola (SSB).

Ia menyampaikan data yang ada saat ini SSB yang tersebar di seluruh Indonesia mencapai angka 5.500-an. Permasalahannya adalah, kualitas pelatihan dianggap belum mumpuni.

"Saya angkat topi bagi mereka yang mau melatih SSB, kalau tidak salah ada 5.500 SSB seluruh Indonesia. Tapi pertanyaan sederhana mereka punya apa jadi pelatih, basis cukup nggak," katanya.

"Tidak ada pelatih A Pro yang mau jadi pelatih SSB pertama karena tidak ada uangnya, yang kedua tidak ada perintah di dalamnya. Padahal di SSB inilah kita harus menanamkan yang baik," terangnya.(*)

Laporan Wartawan Tribun Timur, Alfian

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved