Guru Honorer
Kisah Guru Honorer di Pulau Bahuluang hingga Belajar Daring Selama Pandemi, Arti: Makasih Telkomsel
Namanya Sukarti. Orang memanggilnya Arti. “Hidup adalah pilihan, maka memilihlah jika kamu ingin hidup,” begitulah prinsip hidup perempuan 31 tahun
Penulis: Arif Fuddin Usman | Editor: Arif Fuddin Usman
Waktu yang dinanti untuk pulang tiba. Arti bergegas ingin menemui bapaknya di rumah sakit. Namun kenyataan lain. “Hari itu, Bapak menghembuskan nafasnya yang terakhir kali. Namun sebelum itu dia berpesan. “pergilah (pulanglah) nak.. besok Bapak akan meninggalkan rumah sakit ini,” ujar Arti menirukan pesan bapaknya.
Benar saja, bapak Arti meninggalkan tempatnya dirawat, tapi untuk selama-lamanya. Arti tidak mampu lagi membendung air matanya yang mengalir deras disertai penyesalan karena tidak menemani bapaknya di akhir hayatnya.
Mengajar Selama Pandemi
Sejak kepergian bapaknya, Arti terus membangun semangat, terutama sesuai pesan terakhir bapaknya untuk mengemban tugas sebagai guru di daerah terpencil.
Mulai tahun 2015 hingga 2019, dia merasa sendiri, rekan-rekan seperjuangan yang dulu menemani satu persatu meninggalkan pulau. “Mereka tidak lagi mengabdi bersamaku. Saya benar-benar sendiri menghabiskan malam tanpa cahaya. Mereka tidak mampu bertahan dengan penghasilan yang tidak memadai (sebagai guru honorer),” ujarnya.
Dan tantangan Arti mengajar di sekolah terpencil itu semakin berat di masa pandemi Virus Corona sejak Maret 2020 lalu. SMPN 7 Bontosikuyu mendapat edaran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Selayar untuk meniadakan kegiatan belajar mengajar tatap muka di sekolah.
Meski di Pulau Bahuluang tak terdampak secara langsung dengan pandemi, tapi pihak sekolah wajib mengikuti peraturan. Kegiatan belajar mengajar diganti dengan belajar di rumah dan sesekali belajar online atau dalam jaringan (daring).
“Tantangan berat lagi saya dapati di masa pandemi ini. Saya dengan anak-anak belajar dari rumah ke rumah. Karena memang belum diizinkan kembali ke sekolah,” kata Arti.
Arti mengatakan, tantangan cukup berat dialaminya saat belajar dengan sistem daring. Dimana peserta didik di SMPN 7 Bontosikuyu rata-rata tak punya telpon seluler, apalagi yang berbasis android. “Kita ini anak-anak di pulau terpencil. Hanya sebagian kecil punya hp android,” jelasnya.
Lantas bagaimana caranya Arti mengajar sistem daring? Arti mendtaangi satu demi satu anak didik, lalu membuat kelompok-kelompok kecil yang diajarnya secara bergantian.
Masalah berikutnya adalah kuota data dan juga jaringan seluler terbatas di Pulau Bahuluang. Untuk kondisi ini, Arti meminimalisir pemakaian video conference. Cukup berbasis WhatsApp. Sesekali mengakses video. Lokasi belajar juga banyak di bagian pesisir. “Jaringan Telkomsel bagus di bagian pesisir,” jelasnya.
Meski semua serba terbatas, Arti enggan mengeluh. Ia menganggap semua yang dijalaninya adalah bagian dari proses kehidupan. Terutama kondisi belajar-mengajar terkini yang dilakukan di rumah, plus keterbatasan piranti HP dan jaringan seluler.
Arti hanya berharap, pandemi segera berlalu dan kepedulian pemerintah untuk sekolah-sekolah di pesisir dan terpencil seperti di SMPN 7 Bontosikuyu, Selayar.
“Semoga pandemi ini segera berlalu dan anak-anak bisa kembali ke sekolah. Semoga pemerintah tak melupakan kami di daerah terpencil ini. Untuk provider-provider, bangunlah pulau kami dengan jaringan seluler yang makin bagus,” pintanya.
Oh iya, Pulau Bahuluang ini merupakan salah satu pulau di Kabupaten Kepulauan Selayar yang terkenal dengan keindahan dan pesona alam pesisir pantai. Anda bisa menikmati pemandangan pulau kecil dengan keindahan bawah laut yang memesona, selain itu airnya jernih. Pulau Bahuluang sangat cocok sebagai tujuan wisata.