Akui Berdampak Negatif untuk Murid, Kok Nadiem Makarim Tetap Ambil Kebijakan Belajar Jarak Jauh?
Mendikbud Nadiem Makarim mengimbau sekolah di zona oranye dan merah tetap menggelar pembelajaran jarak jauh.
TRIBUN-TIMUR.COM- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memberi peringatan kepada sekolah yang berada di zona oranye dan zona merah Covid-19 agar tidak menggelar pembelajaran tatap muka di masa pandemi.
Mendikbud Nadiem Makarim mengimbau sekolah di zona oranye dan merah tetap menggelar pembelajaran jarak jauh.
Meskipun Nadiem Makarim mengakui metode pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi covid-19, menurunkan kualitas pembelajaran.
PJJ menurut Nadiem membuat, guru, orangtua, serta murid terbebani.
"Ini sudah ada penurunan kualitas, tidak ada tatap muka," ujar Nadiem, dalam diskusi daring, Selasa (11/8/2020).
Mantan CEO Gojek ini mengungkap, penurunan kualitas pembelajaran yang menggunakan PJJ tidak hanya terjadi di negara berkembang. Ia menyebut, negara maju pun mengalami hal yang sama.
"Pembelajaran jarak jauh tidak seoptimal pembelajaran tatap muka ini sudah ada risetnya," kata dia.
"Semakin tidak optimal, semakin muda jenjangnya. Contohnya, perguruan tinggi masih bisa lumayan optimal (pembelajaran jarak jauhnya) enggak seoptimal tatap muka. SMA masih agak sulit, SMP sulit, SD sangat sulit, paud luar biasa sulit untuk melakukannya," terang Nadiem.
Nadiem menerangkan, guru harus komprehensif mengajar semua kompetensi dasar yang berimbas pada menumpuknya pekerjaan rumah murid.
"Akan terjadi adalah mengeluh dari orangtua dan anak-anak jumlah pekerjaan rumah lewat wa atau google classroom menumpuk, karena guru-guru tidak punya opsi, guru-guru harus mengejar tayang semua kompetensi dasar berdasarkan pengajaran PJJ ini," terangnya.
Nadiem Makarim juga mengungkapkan, proses pembelajaran jarak jauh secara berkepanjangan juga memberikan efek negatif dan permanen.
Ada ancaman putus sekolah, penurunan capaian belajar, hingga kekerasan pada anak.
Terpaksa
Beberapa waktu lalu, Mendikbud Nadiem Makarim juga mengakui sejak awal dirinya tidak menginginkan adanya metode pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Menurutnya, dengan adanya kondisi pandemi yang mengakibatkan krisis kesehatan memberikan dua pilihan, yakni masih ada pembelajaran walaupun diakui tidak optimal atau tidak ada pembelajaran sama sekali.
Namun, jika pembelajaran dihentikan akan memberikan risiko yang sangat besar untuk negara.
Ia mengatakan, kebijakan pembelajaran jarak jauh ini terpaksa dilakukan.
"Dalam hati saya, saya tidak ingin PJJ terjadi. Saya ingin semua anak kembali tatap muka. Jadi PJJ itu bukan kebijakan pemerintah, PJJ itu kita terpaksa,” katanya saat mengunjungi SDN Polisi 1 Bogor.
Nadiem kemudian menjelaskan, PJJ terpaksa diambil agar anak-anak tetap dapat melanjutkan pendidikan.
Sebab jika tidak ada PJJ, maka pembelajaran anak akan terhenti akibat pandemi Covid-19.
"Pilihannya adalah ada pembelajaran, atau tidak ada pembelajaran sama sekali karena krisis kesehatan. Jadi PJJ itu bukan suatu yang diinginkan," ucap Nadiem.
Maka dari itu, Nadiem menuturkan pembelajaran tatap muka memang sangat direkomendasikan bagi para pelajar.
Sebab, dengan begitu guru dapat mengetahui kondisi dari para siswanya.
"Tidak ada yang bisa menggantikan interaksi tatap muka. Di situlah kita bisa merasakan emosionalnya, di situlah kita bisa merasakan energi di sekolah. Sehingga kita tahu siswa lagi senang, sedih, dia ngerti, kita lebih sensitif tatap muka gitu. Saya sebagai orang tua menyadari ini. Saya membantu mereka lewat zoom tapi tidak sama," ujarnya.
Kapan Sekolah Buka?
Meski secara pribadi tidak menginginkan adanya metode pembelajaran jarak jauh, namun Nadiem juga tidak tahu pasti kapan proses pembelajaran di sekolah bisa kembali normal.
Ia menyebut seluruh kebijakan akan ditentukan menunggu pandemi berakhir.
"Sebenarnya saya ingin menjawab pertanyaan itu, tetapi yang akan menjawab itu adalah virusnya," kata Nadiem saat berkunjung di sekolah Muhammadiyah.
Nadiem menyebut, masa pembelajaran pada masa pandemi ini merupakan masa belajar dan mengajar dengan proses yang dinamis.
Pembukaan belajar bukan hal yang stagnan, sehingga untuk pembukaan sekolah secara normal pasti tergantung kesiapan dan proses penyebaran virus ini di masing-masing daerah.
Begitu pula saat ditanya terkait skema yang harus segera dieksekusi kementerian yang kemungkinan akan dibuka pada awal 2021, lagi-lagi Nadiem mengatakan dia belum bisa memutuskan.
"Jadi mohon maaf saya enggak bisa menjawab. Walapun banyak yang mengharapkan akhir Desember sudah selesai. Tapi itu tidak bisa tergantung daerah. Tergantung keputusan gugus tugas dan juga tergantung kesiapan masing-masing pemerintah daerah dan sekolah," paparnya.(*)
Sebagian Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Menteri Nadiem Akui Belajar Jarak Jauh Tidak Optimal