Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Nadiem Makarim

Dari Program Organisasi Penggerak Kini Merdeka Belajar Andalan Nadiem Makarim dan Kemendikbud Disoal

Setelah Isu Program Organisasi Penggerak, Kali ini Program 'Merdeka Belajar' yang jadi masalah baru Nadiem Makarim dan Kemendikbud

Editor: Arif Fuddin Usman
ILC TV ONE
Mendikbud, Nadiem Makarim saat tampil sebagai narasumber di ILC TV One. Dibahas di ILC TV One tadi malam, KPK didesak turun tangan, mengenal POP bikinan Nadiem Makarim yang bikin Muhammadiyah dan NU mundur. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kebijakan program "Merdeka Belajar" yang digagas oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ternyata disoal.

Padahal sebelumnya, Program Organisasi Penggerak (POP), andalan Mendikbud Nadiem Makarim juga tuai banyak protes.

4 LINK Live Streaming TV Online Final Piala FA Arsenal vs Chelsea, Live RCTI Tonton di HP

Ari Lasso Ungkap Sikap Irwan Mussry saat Pertama Kali Ketemu Dengannya, Kata Maia Estianty

Oleh publik, terutama praktisi pendidkan, kebijakan kementerian yang dipimpin oleh mantan bos Gojek, Nadiem Makarim tersebut dinilai berpotensi akan menguntungkan entitas pendidikan swasta tertentu.

Sebab, frasa "Merdeka Belajar" saat ini sudah terdaftar sebagai nama dari sebuah merek dagang milik PT Sekolah Cikal di Kementerian Hukum dan HAM.

Mendikbud Nadiem Makarim pun disebut bisa saja dianggap telah mempromosikan produk swasta itu secara "gratis".

Menteri Nadiem Makarim
Menteri Nadiem Makarim (Kompas.com)

"Mendikbud dijerumuskan swasta pemilik merek untuk 'menjadi brand ambassador', enak sekali swasta pemilik merek punya duta besar menteri dan gratis," kata Ahmad Rizali pada, Kamis (30/7/2020), dikutip dari laman Kompas.com berjudul Polemik Nama Merdeka Belajar, Nadiem Dinilai Dapat Promosikan Merek Swasta.

Lebih lanjut, Ahmad menganalogikan Merdeka Belajar dengan sebuah pantai.

Menurut dia, walaupun sama-sama bisa digunakan, namun ada yang diuntungkan jika merek itu bukan milik publik.

Shafa Harris Tak Menyesal Labrak Jennifer Dunn di Mal saat Usia 15 Tahun, Terungkap Kronologi

6 Fakta Penangkapan Djoko Tjandra: Penyebab Mahfud MD Tak Terkejut, Rahasia Berempat dengan Jokowi

"Karena seperti pemilik pantai yang memberi izin kepada pemakai, sangat beda dengan pantai milik publik," ujar Ahmad.

Sementara itu Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JJPI) Ubaid Matarji menilai ada koflik kepentingan dalam narasi Merdeka Belajar.

Sebab, kata dia, pemilik merek dagang tersebut adalah konsultan dari Kemendikbud.

"Ini jelas terjadi konflik kepentingan karena pihak swasta pemilik merek dagang itu adalah konsultan kemendikbud,” kata Ubaid.

Mendikbud, Nadiem Makarim saat peluncuran Merdeka Belajar Episode 5 : Guru Penggerak melalui virtual zoom webinar yang disiarkan secara langsung pada kanal Youtube Kemendikbud RI, Jumat (03/07/2020).
Mendikbud, Nadiem Makarim saat peluncuran Merdeka Belajar Episode 5 : Guru Penggerak melalui virtual zoom webinar yang disiarkan secara langsung pada kanal Youtube Kemendikbud RI, Jumat (03/07/2020). (Dok. Humas Kemendikbud)

Bahkan Ubaid menilai, narasi tersebut merupakan bentuk promosi negara terhadap produk pendidikan swasta.

Menurut dia, hal itu dapat berbahaya karena dilakukan oleh negara.

Kemudian, narasi yang tersebar di seluruh Indonesia ini menguntungkan pihak swasta.

"Ini promosi produk swasta secara gratis ke seluruh Indonesia, apalagi ini dilakukan oleh negara. Ini kesalahan fatal." ujar Ubaid.

"Pihak swasta tidak perlu promosi dengan mengeluarkan uang banyak, biar negara saja yang melakukan dengan uang rakyat. Bahaya ini." kata dia

DPR sebelumnya telah menyatakan akan meminta penjelasan terkait kebijakan Merdeka Belajar yang menjadi polemik di masyarakat.

"Agenda kita mengundang Mas Nadiem adalah meng-clear-kan menyangkut narasi Merdeka Belajar yang kemarin sempat diprotes publik,” kata Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda.

"Karena itu sudah menjadi merek dagang entitas pendidikan swasta tertentu," ujar dia.

Sebelumnya, Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Sekretariat Jenderal Kemendikbud Evy Mulyani membantah bahwa program Merdeka Belajar untuk menguntungkan pihak tertentu.

Evy mengatakan, Merdeka Belajar yang digunakan untuk mengampanyekan program dan kebijakan Kemendikbud terinspirasi dari ajaran Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.

Filosofi Merdeka Belajar mengandung makna yang mendalam, yakni mengajarkan semangat dan cara mendidik anak untuk menjadi manusia yang merdeka batinnya, merdeka pikirnya, dan merdeka tenaga.

"Filosofi inilah yang menjadi akar Merdeka Belajar yang dijalankan Kemendikbud saat ini," kata Evy dalam konferensi daring, Senin (13/7/2020) lalu.

Meminta maaf dan merayu NU, Muhammadiyah, PGRI agar kembali ke POP

Tiga organisasi besar yang sudah memberi berperan dalam pengembangan pendidikan di Indoenesia sejak lama seperti Muhammadiyah, NU dan PGRI menyatakan keluar dari keikutsertaan di agenda Kemendikbud yakni Program Organisasi Penggerak (POP).

Ketiga organisasi tersebut menyiratkan keberadaan organisasi-organisasi baru yang berafiliasi dengan korporasi besar, namun ikut mendapat bantuan pemerintah merupakan sesuatu yang sangat tak layak dan tidak etis.

Organisasi yang dimaksud adalah Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation, dua organisasi pendidikan yang terafilias dengan konglomerasi pengusaha.  

Atas kontroversi ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem sudah menyatakan meminta maaf terhadap kebijakan yang dibuat kementeriannya.

Naiem Makarim pun "merayu" alias menyampaikan harapan agar organisasi penggerak seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang selama ini sudah menjadi mitra strategis pemerintah dan berjasa besar di dunia pendidikan, untuk sudi kembali bergabung dalam Program Organisasi Penggerak (POP).

"Dengan penuh rendah hati, saya memohon maaf atas segala ketidaknyamanan yang timbul dan berharap agar ketiga organisasi besar ini bersedia terus memberikan bimbingan dalam proses pelaksanaan program, yang kami sadari betul masih jauh dari sempurna," ujar Nadiem seperti dilansir dari laman Kemendikbud, Selasa (28/7/2020) lalu.

Dalam keterangan tertulis yang sama, Nadiem juga menyatakan bahwa Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation dipastikan menggunakan skema pembiayaan mandiri untuk mendukung POP.

Nadiem Makarim, Mendikbud RI.
Nadiem Makarim, Mendikbud RI. (Dok. Kemendikbud)

Sehingga, kedua yayasan yang selama ini bergerak di bidang pendidikan tersebut tidak memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menjalankan programnya.

"Berdasarkan masukan berbagai pihak, kami menyarankan Putera Sampoerna Foundation juga dapat menggunakan pembiayaan mandiri tanpa dana APBN dalam Program Organisasi Penggerak dan mereka menyambut baik saran tersebut,” kata Nadiem di Jakarta, Senin (27/72020).

Dengan demikian, lanjut dia, diharapkan akan menjawab kecemasan masyarakat mengenai potensi konflik kepentingan, dan isu kelayakan hibah yang sekarang dapat dialihkan kepada organisasi yang lebih membutuhkan.

Sementara itu, organisasi yang menanggung biaya pelaksanaan program secara mandiri nantinya tidak wajib mematuhi semua persyaratan pelaporan keuangan yang sama yang diperlukan untuk Bantuan Pemerintah dan tetap diakui sebagai partisipan POP.

Namun, Kemendikbud tetap akan meminta laporan pengukuran keberhasilan program dalam meningkatkan hasil belajar peserta didik.

Instrumen pengukuran yang digunakan antara lain Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter untuk SD dan SMP atau Instrumen capaian pertumbuhan dan perkembangan anak untuk PAUD.

“Sekali lagi, saya sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan perhatian besar terhadap program ini.

Kami yakin penguatan gotong-royong membangun pendidikan ini dapat mempercepat reformasi pendidikan nasional yang diharapkan kita semua," pungkas Nadiem.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan Judul "Setelah Isu POP, Program 'Merdeka Belajar' Kini Jadi Masalah Baru Nadiem Makarim dan Kemendikbud"

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved