Penganiayaan Sekretaris Golkar
Polisi Beralasan CCTV Kabur, Penganiaya Sekretaris Golkar Majene Masih Berkeliaran
Kepolisian berdalih kesulitan mengindetifikasi pelaku karena gamba layar dari CCTV tidak tampak jelas alias kabur.
Penulis: Nurhadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Belasan pelaku pengeroyokan Sekertaris DPD II Golkar Kabupaten Majene, Muhammad Irfan Syarif dan Jurnalis TVRI di lobi Hotel Grand Maleo Mamuju masih berkeliaran.
Kepolisian Resort Kota (Polresta) Mamuju belum mampu menangkap para pelaku. Padahal pengeroyokan itu tertangkap jelas kamera CCTV lobil hotel.
Kepolisian berdalih kesulitan mengindetifikasi pelaku karena gamba layar dari CCTV tidak tampak jelas alias kabur.
"Gambarnya CCTV kabur sehingga para pelaku sulit diidentifikasi,"kata Kasat Reskrim Polresta Mamuju, AKP Syamsuryansah kepada awak media saat ditemui di rungannya, Kamis (23/7/2020).
Meski begitu, pihaknya mengaku sudah mencurigai beberapa orang terduga pelaku. Bahkan telah mendatangi rumah salah satunya setelah identitasnya dikantongi penyidik.
"Sudah didatangi salah satu rumah terduga pelaku, namun saat anggota kami tiba ternyata rumah tersebut kosong,"kata Anca sapaan Kasar Reskrim.
Dia meminta kedua korban dan masyarakat untuk tetap bersabar menunggu proses yang dilakukan oleh pihak kepolisian.
"Kami butuh proses dalam bentindak. Jangan sampai kita salah orang, jadi mohon bersabar kami akan terus mengejar pelaku ini,"ujarnya.
ucapnya.
Ia juga berharap agar masyarakat bisa memberi informasi kepda penyidik tentang keberadaan para pelaku. Sayangnya, identitas para terduga pelaku belum dibeberkannya.
"Beberapa saksi sudah diperiksa. Identitasnya sudah kami ketahui, namun butuh bantuannya siapa tahu ada info tentang keberadaannya,"tuturnya.
Wakil Ketua Persatuan Wartawa Indonesia (PWI) Sulbar, Bidang Pembelaan Wartawan, Mursalim Majid mendesak kepolisian agar para pelaku penganiayaan yang salah satu korbannya adalah jurnalis segera diungkap.
Mursalim mengecam tindakan premanisme tersebut. Meskipun, kata dia, jurnalis tersebut tidak sedang bertugas melakukan peliputan, tetapi para pelaku tetap harus diproses hukum.
Mursalim Majid menyebut cara-cara seperti itu tidak elok dan sangat bertentangan dengan hukum.
"PWI mengecam pelaku pengeroyokan wartawan jadi korban. Yang harusnya tidak perlu terjadi. Apalagi korban sudah menyebut identitasnya sebagai wartawan,” tegas Mursalim Majid.
Sekadar diketahui, Sekretaris DPD II Golkar Majene, Muhammad Irfan Syarif bersama sepupunya, Rahmat Tahir dikeroyok belasan orang usai penyelenggaran Musyawarah Daerah yang dimenangkan secara aklamasi oleh Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni.
Insiden itu sekitar pukul 04.00 Wita. Dia (korban) tiba-tiba didatangi belasan orang tak dikenal (OTK) dan langsung melakukan penganiayaan.
"Sama sekali saya tidak mengenal salah satu diantara mereka. Adapun kronologis yang berkaitan dengan kejadian itu saya percayakan kepada penyidik Polresta Mamuju untuk menindaklanjuti laporan saya ini," kata Irfan.
Sebelum dianiaya, Irfan sempat ditanya identitasnya. Bahkan pelaku menyampaikan salam dari ketua Golkar terpilih, Aras Tammauni saat melakukan penganiayaan.
"Silakan konfirmasi ke penyidik, terkait bahasa itu. Kurang lebih sepuluh orang melakukan penganiayaan. Awalnya dia bilang kau Irfan Syarif. Kemudian dia menyebut ada salam dari tokoh itu. Saya sudah sampaikan ke penyidik saya serahkan semua," katanya.
Dugaan penganiayaan ini diduga dilatarbelakangi postingannya di media sosial April lalu, Irfan tak menampiknya.
Dalam postingannya, Irfan menyebut Aras jauh dari kerja-kerja sistematis dan hanya mengandalkan uang. Dia juga menyebut Mateng akan mengalami penambahan yang signifikan positif Covid-19.
Dia juga menyebut Aras harus melaksanakan rapid tes untuk pejabat lingkup OPD di Mateng. Karena bisa saja diantara pejabat juga akan terpapar.
Akibat postingan itu, Irfan Syarif dilaporkan ke kepolisian atas dugaan pencemaran nama baik terhadap Bupati Mamuju Tengah, Aras Tammauni.
Akibat penganiayaan yang dialami Irfa. menderita luka robek di bagian atas matanya hingga harus diperban. Ia juga mengaku susah bernafas karena mendapat pukulan di bagian dada dan punggunnya memar.