Novel Baswedan
Ada Apa dengan Novel Baswedan Jelang Sidang Putusan Rahmat & Ronny Bugis? Pasrah & Minta Dibebaskan
Diketahui majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan memutus nasib dua anggota Brimob Polri, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
TRIBUN-TIMUR.COM - Sidang putusan dua terdakwa kasus penyiraman Air Keras terhadap Novel Baswedan segera digelar.
Meski begitu, penyidk KPK tersebut hanya bisa bersikap pasrah jelang vonis tersebut.
Diketahui majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Utara akan memutus nasib dua anggota Brimob Polri, Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis.
Rabu (15/7/2020) besok merupakan hari yang menegangkan bagi terdakwa maupun pihak Novel.
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu meminta majelis hakim tak menghukum orang atas perbuatan yang tidak dilakukannya.
"Tidak boleh menghukum orang yang tidak berbuat, sekalipun yang bersangkutan menghendaki, tapi tidak didukung bukti yang memadai," kata Novel saat dihubungi, Selasa (14/7/2020).
• Terbaru! Daftar Harga Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1441 H, Mulai dari Kambing hingga Sapi
• Istri PNS yang Selingkuh dengan Wanita Muda Minta Maaf dan Cabut Laporan, Malah Diancam Lapor Balik
Jika tanpa fakta dan alat bukti, menurut Novel, lebih baik terduga pelaku dibebaskan.
Novel tak mau hanya demi kasusnya selesai, pengadilan menghukum seseorang yang tidak bersalah.
"Jangan dipaksakan dengan mengkondisikan fakta atau mengada-adakan bukti. Persidangan mestinya untuk menemukan kebenaran materil, bukan untuk justifikasi atas dasar kepentingan agar ada 'pelaku'.
Sehingga bila tidak ada kualifikasi bukti yang memadai maka harus dibebaskan," kata Novel.
Terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette telah dituntut hukuman satu tahun pidana penjara.
Jaksa menilai Ronny dan Rahmat terbukti melakukan penganiayaan berat terhadap Novel.
Jaksa menyebut kedua terdakwa tidak ingin menyiramkan air keras ke bagian wajah Novel.
Menurut jaksa, kedua terdakwa hanya ingin menyiramkan cairan keras ke badan Novel untuk memberikan pelajaran.
“Bahwa dalam fakta persidangan, terdakwa tidak pernah menginginkan melakukan penganiayaan berat. Terdakwa hanya akan memberikan pelajaran kepada saksi Novel Baswedan dengan melakukan penyiraman cairan air keras ke Novel Baswedan ke badan.
Namun mengenai kepala korban, akibat perbuatan terdakwa, Novel Baswedan mengakibatkan tidak berfungsi mata kiri sebelah hingga cacat permanen,” ucap Jaksa Fedrik Adhar membacakan tuntutan.
• Terbaru! Daftar Harga Hewan Kurban Jelang Idul Adha 1441 H, Mulai dari Kambing hingga Sapi
• Istri PNS yang Selingkuh dengan Wanita Muda Minta Maaf dan Cabut Laporan, Malah Diancam Lapor Balik
Dalam pertimbangan Jaksa, hal yang memberatkan Ronny dan Rahmat dinilai telah mencederai institusi Polri.
Sedangkan hal yang meringankan, keduanya berlaku sopan selama persidangan dan mengabdi di institusi Polri.
Atas perbuatannya, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir dituntut Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pakar Hukum Nilai Negara Gagal dan Harus Bertanggungjawab Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menyita perhatian publik.
Tuntutan jaksa satu tahun penjara kepada pelaku penyiraman, dinilai sangat ringan. Proses persidangan pun dinilai janggal.
Pakar meminta negara harus bertanggungjawab atas kasus kekerasan yang dialami oleh Novel Baswedan.
Hal itu disampaikan Pakar Hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Mudzakir, dalam diskusi online bertajuk Eskalasi Hukum dan Sikap Publik dalam Penanganan Kasus Novel, Jumat (19/6/2020).
Sebab, menurut dia, negara telah gagal dalam memberikan perlindungan dalam berbagai aspek terkait upaya pemberantasan korupsi.
"Jadi kalau ada cedera rakyat Indonesia karena perbuatan pidana sampai dia buta, negara bertanggungjawab dalam konteks ini (kasus Novel)," kata Mudzakir.
"Negara bertanggungjawab karena apa? Gagal total melindungi terhadap korban (Novel) kejahatan, karena pada saat itu tidak ada proses yang cepat dan seterusnya," sambungnya.
Selain bertanggungjawab, lanjut Mudzakir, negara harus memberikan kompensasi atas luka yang dialami Novel.
Kompensasi ini diberikan karena negara telah gagal memberikan perlindungan terhadap Novel.
"Oleh sebab itu negara memberi kompensasi karena kegagal itu melindungi terhadap korban," ujar dia.
Mudzakir mengatakan, apabila negara tidak sanggup, maka kompensasi dapat dilimpahkan pada pelaku.
Kompensasi tersebut untuk mengembalikan uang yang digunakan Novel atau KPK dalam rangka pengobatan luka.
"Agar ada imbasnya jadi bukan 1 tahun saja, tapi dia harus dibebankan tanggungjawab memulihkan kembali," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, dua terdakwa kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette dan Rony Bugis dituntut hukuman satu tahun penjara.
Rahmat dianggap terbukti melakukan penganiayaan dengan perencanaan dan mengakibatkan luka berat pada Novel karena menggunakan cairan asam sulfat atau H2SO4 untuk menyiram penyidik senior KPK itu.
Sementara, Rony dianggap terlibat dalam penganiayaan karena ia membantu Rahmat dalam melakukan aksinya.
Menurut Jaksa, Rahmat dan Ronny menyerang Novel karena tidak tidak suka atau membenci Novel Baswedan.
Novel dianggap telah mengkhianati dan melawan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Seperti kacang pada kulitnya, karena Novel ditugaskan di KPK padahal dibesarkan di institusi Polri, sok hebat, terkenal dan kenal hukum, sehingga menimbulkan niat terdakwa untuk memberikan pelajaran kepada Novel dengan cara membuat Novel luka berat," ujar jaksa seperti dikutip dari Antara.
Atas perbuatannya itu, Rahmat dan Ronny dituntut dengan Pasal 353 KUHP Ayat (2) jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Jelang Sidang Putusan, Novel Baswedan Pasrah dan Minta 2 Terdakwa Dibebaskan,