IDI Makassar
TERPOPULER: dr Yudi Minta yang Tuduh Dokter Untung Besar Selama Covid-19 Agar Berhenti Sebar Hoax
Berita Terpopuler Humas IDI Makassar dr Wachyudi Muchsin marah besar dokter dituding untung banyak selama Covid-19
Penulis: Sukmawati Ibrahim | Editor: Mansur AM
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Pengurus Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Makassar sedang mengkaji konten-konten di media sosial yang berpotensi mencemarkan nama baik profesi dokter.
"Banyak info yang berseliweran di media sosial yang menuduh secara keji bahwa dokter untung besar selama Pandemi Covid-19. Kita kaji semua konten-konten itu. Bisa masuk kategori menyebar info palsu" kata Humas IDI Makassar, dr Wachyudi Muchsin, SH.
Dokter Yudi sapaannya meminta profesi dokter dihargai.

Beberapa hari terakhir di media sosial beredar tudingan menyalahkan dokter dan tenaga medis di tengah pandemi Corona atau Covid-19.
Stigma negatif kini dialamatkan kepada dokter dan tenaga medis dan disebar lewat media sosial.
Padahal dokter dan tenaga medis terikat sumpah.
Sumpah yang tidak bisa dilanggar.
10 Perusahaan BUMN & Swasta Masih Buka Lowongan Kerja, Lulusan SMA SMK D3 S1, Minat? Daftar di Sini
Gaji PNS dan Karyawan Swasta Dipotong 2,5 Persen per Bulan, Uang Iuran Tapera untuk Apa?
Terpisah 20 Tahun, Gadis Ini Tak Sangka Nikahi Lelaki yang Jadi Teman Saat Liburan di Usia 6 Tahun
Menyusul beberapa kasus yang mengakibatkan terjadinya protes dan keributan dalam penetapan status pasien. Baik itu PDP atau positif covid-19.
Beragam komentar pun muncul, ada yang membenarkan, ada yang menyalahkan bahkan ada pula yang menuduh ini konspirasi dokter agar mendapatkan untung besar dalam penanganan kasus corona .
Atas isu miring ini , Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kota Makassar sebagai organisasi profesi dokter akhirnya angkat bicara.
dr Wachyudi Muchsin SH, Humas IDI Kota Makassar mengklarifikasi semua tudingan itu adalah fitnah .
Fitnah yang sangat keji di tengah upaya para dokter dan tenaga medis melawan Covid-19.
"Mewakili dokter, pertama ingin mengucapkan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya kepada seluruh masyarakat yang keluarganya meninggal terpapar virus corona. Baik itu dalam status PDP maupun Positif Covid. Baik itu masyarakat biasa, maupun dokter serta tenaga medis yang gugur," ujar dokter Yudi via keterangan tertulis kepada wartawan, Sabtu (6/6/2020).
IDI Kota Makassar menilai saat ini yang menjadi kelemahan di Indonesia adalah masih lambannya proses diagnostik pada kasus Covid-19 ini.
10 Perusahaan BUMN & Swasta Masih Buka Lowongan Kerja, Lulusan SMA SMK D3 S1, Minat? Daftar di Sini
Gaji PNS dan Karyawan Swasta Dipotong 2,5 Persen per Bulan, Uang Iuran Tapera untuk Apa?
Terpisah 20 Tahun, Gadis Ini Tak Sangka Nikahi Lelaki yang Jadi Teman Saat Liburan di Usia 6 Tahun
Kemampuan Laboratorium masih sangat terbatas, sehingga antrian sampel yang sangat banyak membutuhkan waktu kisaran 1-2 minggu hingga sampel atau diagnosanya bisa diketahui.
Hal inilah yang menjadi persoalan utama dan ini mesti segera ada solusinya.
Dalam menghadapi kondisi yang penuh keterbatasan.
Untuk kasus yang masih berstatus PDP dan meninggal dunia, pemerintah melalui tim gugus Covid mengambil pilihan yang dianggap lebih aman untuk pemakamannya secara prosedur Covid, dengan tujuan dapat menekan laju penyebaran penyakit yang sangat cepat.
Di sini terkadang timbul persolan banyak yang tidak menerima hasil swab ternyata negatif padahal anggota keluarganya sudah dimakamkan dengan protap Covid-19.
Kejadian ini menjadi warning bagi pemerintah, jika hal seperti ini terus berlanjut.
Menurut dokter Yudi ini akan menjadi persoalan yang baru.
Munculnya ,stigma bahwa Rumah sakit dan Tenaga Medis menjadikan kasus-kasus seperti itu sebagai pemanfaatan anggaran bahwa setiap yang dicap sebagai pasien Covid-19 maka rumah sakit akan mendapat keuntungan besar untuk setiap pasien Covid dari pemerintah pusat.
"Itu semua tidak benar dan fitnah. Tudingan itu membuat para dokter marah sekali. Pertanyaannya negara dapat uang dari mana ratusan juta dikalikan semua pasien Covid se Indonesia ?," kata dr Yudi.
Ia meminta masyarakat jangan mudah terprovokasi fitnah bahwa ada untung besar dokter serta paramedis seperti video keluarga pasien corona meninggal yang viral mengatakan dana sangat besar dari kementerian keuangan setiap pasien Covid-19 yang diterima oleh rumah sakit.
Informasi hoax seperti itu kata dr Yudi berimbas ke dokter serta paramedis
Ia menambahkan kita semua tentu tidak ada yang menghendaki di posisi itu.
Selain duka yang dalam dirasakan, juga kesedihan akibat tak bisa memakamkan keluarga secara syariat agama. Serta beban stigma dari sebagian "masyarakat yang masih latah" memahami kejadian seperti ini adalah aib .
Padahal terinfeksi Covid-19 bukanlah aib, melainkan musibah.
Untuk kasus yang meninggal dalam status PDP dan belum ada hasil SWABnya, memang menimbulkan dilematis bagi Tenaga Medis dan kegundahan bagi keluarga korban.
"Seperti yang kita ketahui, bahwa PDP (Pasien Dalam Pengawasan) adalah status resiko, bukan suatu diagnosis," imbuh dokter Yudi.
Dokter yang juga Ketua Kempo Kota Makassar ini berkata Status PDP adalah kondisi dimana pasien mengalami suatu penyakit yang disertai gejala yang mengarah ke covid dan kebanyakan kasus Covid yang meninggal karena ada penyakit penyerta atau penyakit bawaan sebelumnya karena keganasan corona belum sempat hasil swab sudah keluar takdir berkata lain meninggal dan di makamkan pakai protap Covid-19 .
Dokter Alumni Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia ini mengatakan, proses pemakaman Jenazah bukan dokter yang mengurus namun proses pemakaman di tetapkan pemerintah melalui tim gugus percepatan Covid seperti yang di utarakan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Letjen Doni Monardo menjelaskan perihal pemakaman jenazah terkait virus Corona (COVID-19).
Doni mengatakan seluruh pasien, baik positif maupun bukan, tetap dimakamkan sesuai protokol COVID-19.
“Yurianto, telah menjelaskan bahwa ada sejumlah kasus, sejumlah peristiwa, jenazah pasien COVID-19 yang wafat dimakamkan dengan cara COVID-19. Karena belum dilakukan tes dan hasil tes belum keluar, maka seluruh pasien COVID-19 itu tetap dimakamkan secara COVID-19,” ujarnya.
Ini mengacu terhadap beberapa peristwa beberapa minggu yang lalu. Salah seorang pejabat kita ada yang wafat kemudian dimakamkan dengan standar reguler. Setelah beberapa hari ternyata ditemukan positif COVID-19,” kata Doni.
Karena itu, Doni mengatakan pemerintah enggan mengambil risiko. Pemerintah juga enggan gegabah dalam menangani jenazah pasien terkait COVID-19.
“Untuk hindari agar tidak terjadi lagi pasien yang meninggal COVID maupun non-COVID-19, salah dalam melakukan analisa, salah dalam ambil keputusan, maka semua pasien pasien meninggal dunia diperlakukan sebagai pasien COVID-19 dan setelah ada hasilnya, Kemenkes baru bisa memutuskan pasien itu positif atau negatif,” jelasnya.(*)
10 Perusahaan BUMN & Swasta Masih Buka Lowongan Kerja, Lulusan SMA SMK D3 S1, Minat? Daftar di Sini
Gaji PNS dan Karyawan Swasta Dipotong 2,5 Persen per Bulan, Uang Iuran Tapera untuk Apa?
Terpisah 20 Tahun, Gadis Ini Tak Sangka Nikahi Lelaki yang Jadi Teman Saat Liburan di Usia 6 Tahun