Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ada Kabar Baik, Uji Coba Pertama Vaksin Covid-19 / Virus Corona Tunjukkan Hasil, Sudah Bisa Dipakai?

Ada kabar baik, uji coba pertama vaksin Covid-19 / Virus Corona tunjukkan hasil, apa sudah bisa dipakai? Hingga kini, vaksin untuk Virus Corona

Editor: Edi Sumardi
KOMPAS.COM
Ilustrasi Virus Corona. Ada kabar baik, uji coba pertama vaksin Covid-19 / Virus Corona tunjukkan hasil, apa sudah bisa dipakai? 

TRIBUN-TIMUR.COM - Ada kabar baik, uji coba pertama vaksin Covid-19 / Virus Corona tunjukkan hasil, apa sudah bisa dipakai?

Hingga kini, vaksin untuk Virus Corona belum tersedia sementara jumlah kasus setiap hari terus meningkat.

Angka kematian pun demikian.

Jumlah orang yang terinfeksi Virus Corona di seluruh dunia yang telah mencapai jumlah 5,6 juta jiwa, mendorong usaha percepatan penemuan vaksin untuk mengatasinya.

Kini, uji coba vaksin pertama terhadap manusia dikabarkan telah mendapatkan hasil yang aman dan diperkirakan efektif melawan virus Covid-19.

Para ilmuwan di China mengatakan, 108 orang dewasa yang sehat diberi dosis Covid-19 vektor adenovirus tipe 5 (Ad5-nCoV) selama masa percobaan ini.

Obat ini menggunakan jenis flu biasa (adenovirus) yang melemah untuk mengirimkan materi genetik yang "mengkode" dirinya menemukan protein dalam SARS-CoV-2-virus yang menyebabkan Covid-19.

Sel-sel kode ini kemudian menuju ke kelenjar getah bening di mana sistem kekebalan menciptakan antibodi yang dapat mengenali virus dan menyerangnya.

“Hasil ini merupakan tonggak penting. Percobaan menunjukkan bahwa dosis tunggal dari vektor adenovirus tipe 5 baru Covid-19 (Ad5-nCoV) adenovirus menghasilkan vaksin khusus virus dan sel T dalam 14 hari.”

Hal tersebut diungkapkan Profesor Wei Chen dari Institut Bioteknologi Beijing dalam sebuah pernyataan.

Meskipun Ad5 ditemukan untuk membuat respons imun yang cepat dalam tubuh, para ilmuwan memperingatkan, masih belum ada jaminan obat ini akan secara efektif melawan Virus Corona.

"Hasil ini harus ditafsirkan dengan hati-hati. Kemampuan untuk memicu respons kekebalan ini tidak selalu menunjukkan bahwa vaksin akan melindungi manusia dari Covid-19."

"Namun, hasil ini menunjukkan visi yang menjanjikan untuk pengembangan vaksin Covid-19, meski kami masih jauh dari vaksin yang bisa dipakai tersedia untuk semua orang," jelas Chen.

Dia menjelasan, dalam pengujuan ini, kelompok uji terdiri dari sukarelawan berusia 18-60 tahun yang dibagi menjadi tiga kelompok berisi 36 orang.

Masing-masing kelompok diberi Ad5 dalam dosis kecil, sedang, dan besar.

Para peneliti menemukan, tidak ada sukarelawan yang menderita reaksi serius terhadap vaksin setelah empat minggu percobaan.

Efek samping yang paling umum yang muncul adalah nyeri ringan di daerah injeksi, demam, dan kelelahan.

Namun, gejala tersebut biasanya hanya berlangsung kurang dari dua hari.

Studi yang dipublikasikan di The Lancet, menemukan, hampir setiap responden memiliki lebih banyak antibodi setelah 28 hari.

Antibodi yang berupaya menempel pada Virus Corona telah meningkat empat kali lipat pada 97 persen kelompok uji.

Di antara sukarelawan yang diberi dosis besar Ad5, 75 persen ditemukan memiliki antibodi yang dapat menetralkan SARS-CoV-2 dalam tubuh mereka.

Juga terlihat respon sel T yang meningkat dengan cepat, dengan hampir 93 persen peningkatan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi.

Kendati demikian, para peneliti mengingatkan, Ad5 pun masih memiliki beberapa masalah.

Masalah terbesar adalah bahwa manusia bisa kebal terhadap adenovirus tipe 5.

Buktinya, sekitar setengah dari sukarelawan dalam percobaan ini ditemukan memiliki kekebalan yang sudah ada sebelumnya terhadap virus flu, yang mungkin memperlambat kemajuan vaksin.

"Kekebalan Ad5 yang sudah ada sebelumnya dapat memperlambat respons kekebalan yang cepat terhadap SARS-CoV-2."

"Dan, juga menurunkan tingkat tanggapan yang optimal," kata Profesor Feng-Cai Zhu dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Provinsi Jiangsu. 

Dia mengatakan, hasil akhir dari suntikan Ad5 akan dievaluasi setelah enam bulan.

Para peneliti berharap pasien akan menunjukkan resistensi yang berkelanjutan terhadap Virus Corona.

Selain itu, uji coba kedua yang melibatkan 500 orang dewasa yang sehat sudah berlangsung di Wuhan, yang merupakan titik awal pandemi.

Percobaan ini juga akan melihat bagaimana obat mempengaruhi pasien di atas usia 60 tahun.

Amerika Serikat Janji Bagikan Vaksin Jika Sudah Ditemukan

Amerika Serikat atau AS menyatakan, jika negara mereka yang pertama mengembangkan vaksin Virus Corona, maka bakal segera dibagikan ke seluruh dunia.

Pernyataan itu disampaikan oleh Francis Collins, Kepala Institut Kesehatan Nasional (NIH), dalam wawancara dengan kantor berita AFP.

Pemerintahan Presiden Donald Trump menyiratkan meski nantinya bakal membagi data ilmiah, mereka akan memfokuskan obat untuk kebutuhan internal.

Namun, Collins sepakat dengan China dan Perancis, bahwa vaksin Virus Corona jika nantinya ditemukan haruslah menjadi "kebutuhan pokok dunia".

"Jelas jika kami punya vaksin yang bekerja, saya akan memastikan secepatnya tersedia (di Afrika) dan Amerika Selatan. Lihat Brasil," papar dia.

Dia menegaskan, sebagai negara adikuasa di Bumi ini, Amerika Serikat tidak hanya bertanggung jawab atas penduduknya.

"Ini akan menjadi hal yang menyedihkan," ujar dia.

NIH adalah salah satu badan penelitian terbaik dunia, di mana mereka disokong dengan bujet 42 miliar dollar AS (Rp 618,4 triliun).

Mereka menggandeng perusahaan swasta untuk menemukan obat Virus Corona, yang sudah membunuh lebih dari 320.000 orang di seluruh dunia.

Washington sudah ancang-ancang memproduksi setidaknya 300 juta vaksin pada Januari 2021, yang akan cukup memenuhi kebutuhan internal.

Jika nantinya Amerika Serikat sukses, apakah mereka akan mengirim obat itu ke negara rentan, daripada memasarkannya ke publik Amerika lain yang kaya?

Dilansir Rabu (20/5/2020), Collins menjawab ya, di mana dia menekankan bahwa ramalan akan didasarkan pada "seberapa besar harapan yang dimiliki".

"Secara pribadi, saya merasa obat ini harus menjadi perhatian terbesar, dan bukan dilakukan pada 2022 mendatang," kata Collins.

"Mungkin, secepatnya hingga akhir tahun ini, kami akan bisa melakukan sesuatu (dalam memproduksi vaksin)," lanjut dia. 

Salah satu proyek pengembangan vaksin Virus Corona yang sudah sedemikian maju di dunia dilakukan raksasa farmasi Moderna, yang bekerja sama dengan NIH.

Mendapat suntikan dana hingga 500 juta dollar (Rp 7,3 triliun), Moderna mengklaim mendapat hasil awal menjanjikan dari relawan mereka Senin (18/5/2020).

Selain Moderna, AS juga menjalin kontrak dengan perusahaan farmasi asal Perancis, Sanofi, dengan harapan mendapat prioritas dalam vaksin.

Kesepakatan itu jelas memantik kemarahan di Negeri "Anggur", yang memaksa Sanofi mengklarifikasi prioritas itu sebatas pada hak produksi sekelompok pabrikan Amerika Serikat.

Collins, yang menjabat Direktur NIH sejak 2009 itu berkata, mengakui pendekatan Washington itu bisa dikategorikan "America First".

Namun, dokter sekaligus pakar genetik berusia 70 tahun tersebut menekankan bahwa kerja sama internasional melawan Covid-19 mulai terjadi.

Dia menerangkan, semua orang tentu mempunyai hak untuk mendapatkan akses ke obat yang bisa menyelamatkan mereka di tengah wabah.

"Kami melakukan sesuai dengan kemampuan terbaik kami, bekerja sama dengan badan dan negara lain, untuk mewujudkan obat itu," janjinya.

Saat ditanya apakah laboratorium harus mendapatkan untung segera setelah obat bisa ditemukan, Collins menjawabnya secara samar-samar.

"Saya pikir tidak mungkin mereka menghabiskan miliaran dollar untuk memproduksi vaksin, dan tak berharap mendapat apa apun," kata dia.

Dia menyatakan bahwa akan ada waktu perusahaan tersebut bakal mengambil untung.

"Tapi mereka tak boleh melakukannya di momen seperti ini," jelasnya.(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved