DPR Usul Cetak Uang Rp 600 T
Ini yang Terjadi Jika Uang Rp 600 Triliun Dicetak BI Usulan DPR untuk Bantu Warga Dampak Covid-19
5 Hal ini yang akan terjadi jika Bank Indonesia turuti usulan DPR RI cetak uang Rp 600 Triliun untuk bantu warga terdampak Covid-19
TRIBUN-TIMUR.COM - Lagi ribut nih usulan pencetakan uang sebesar Rp 600 Triliun untuk membantu masyarakat Indonesia di tengah pandemi Corona saat ini.
Banyak orang bertanya, kenapa sih negara kita tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya?
Daripada kita harus berutang kepada negara luar setiap tahun.
• Dulu Ucapan yang Kaya Bantu yang Miskin Dihujat, Jubir Covid-19 Yurianto Akhirnya Beri Penjelasan
• 36 Pedagang Pasar Raya Padang Positif Covid-19, 1.000 Orang Diduga Pernah Kontak dengan Pasien
Apalagi melihat kondisi negara kita saat ini yang perekonomian terganggu lantaran wabah Covid-19
Seperti yang diusulkan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI kepada pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang
Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah mengatakan pemerintah telah mengambil langkah dalam penanganan untuk mengatasi pandemi virus Corona, baik penanganan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, maupun akibat dampak ekonominya.
"Namun melihat besarnya kebutuhan pembiayaan yang diperlukan, Badan Anggaran DPR RI memperkirakan skenario penganggaran yang direncanakan pemerintah tampaknya kurang mencukupi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2020).
Menurut politikus, PDIP ini, hal itu didasarkan pada dua hal, yakni ancaman terhadap keringnya likuiditas perbankan sebagai akibat menurunkannya kegiatan ekonomi, sehingga menurunnya kemampuan debitur membayar kredit.
Kedua membesarnya kebutuhan pembiayaan APBN yang tidak mudah ditopang dari pembiayaan utang melalui skema global bond, maupun pinjaman internasional melalui berbagai lembaga keuangan.
Atas dua hal itu Badan Anggaran DPR RI merekomendasikan kepada Bank Indonesia dan pemerintah beberapa hal. Salah satunya cetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun.
Namun Ekonom muda Indef Bhima Yudhistira mengkritik usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI yang meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.
Menurut Bhima, Banggar DPR RI mengusulkan untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun tanpa kajian secara menyeluruh.
Pasalnya, Banggar DPR tak menjabarkan secara rincian sektor ekonomi mana yang terdampak akibat Covid-19.
"Mana hitung-hitungan dampaknya? Harus ada itu riset akademisnya apalagi nilai cetak uang yang diusulkan Rp 600 triliun tidak kecil," kata Bhima saat dihubungi Tribunnews, Jumat (1/5/2020).
Bhima mengatakan, konsekuensi dampak inflasi akibat mencetak uang hingga Rp 600 triliun tidak perlu diperhitungkan lagi.
Saat ini, lanjut Bhima, Indonesia sudah dihadapi dengan prediksi krisis pangan. Sehingga, jangan ditambah lagi dengan potensi inflasi tinggi.
"Kita sudah menghadapi krisis pangan, ditambah lagi ada upaya penambahan supply uang tapi tidak berdasarkan pada permintaan ini bisa menyebabkan hyper inflasi atau inflasi yang sangat tinggi," ucap Bhima.
"Ujungnya bisa memukul daya beli masyarakat," jelasnya.
Senada anggota Komisi XI DPR RI Fraksi PKS Ecky Awal Mucharam menyatakan gagasan agar Bank Indonesia (BI) mencetak uang guna penanganan krisis ekonomi membahayakan stabilitas harga dan nilai riil (daya beli) rupiah.
"Mencetak uang tanpa underlying bisa memicu inflasi yang sangat tinggi. Kalau sudah demikian maka akan memukul daya beli rakyat," kata Ecky kepada wartawan, Jumat (1/5/2020).
"Jadi usulan beberapa orang untuk mencetak uang hingga 600 triliun, pada akhirnya akan menjadi beban bagi rakyat keseluruhan. Rakyat banyak yang harus membayar, yang menikmati hanya segelintir orang atau kelompok. Ini berbahaya," imbuhnya.
Ecky juga menekankan mencetak uang saat krisis oleh Bank Indonesia justru akan berdampak negatif pada perekonomian.
Serta berpotensi menjadi penyebab krisis ekonomi baru seperti halnya yang terjadi pada tahun 1998 dan tahun 1965 dimana nilai riil atau daya beli rupiah terjun bebas karena hyper inflasi.
Dampak lanjutannya terlihat pada penurunan daya beli rakyat karena harga-harga kebutuhan pokok tidak lagi terjangkau rakyat.
Ia mencontohkan pencetakan uang di negara-negara maju seperti AS dan Uni Eropa (UE) tidak berdampak signifikan bagi inflasi di AS dan UE.
Sebab Dollar dan Euro menjadi mata uang dunia serta menjadi bagian penting SDR (Special Drawing Right).
"Jadi kondisinya sangat berbeda dengan kita," ujar dia.
Minta BI Cetak Uang Baru Rp 4.000 Triliun
Namun mantan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan mengusulkan kepada Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang sebanyak Rp 4.000 triliun.
Tujuannya, untuk mengatasi persoalan ekonomi karena dampak pandemi virus corona (Covid-19).
Menurut dia, dengan mencetak uang sebanyak itu tidak akan menimbulkan inflasi. Sebab, uang yang dicetak langsung disalurkan ke masyarakat hanya untuk menjamin kebutuhan dasar, bukan untuk meningkatkan gaya hidup.
"Uang tersebut tidak hanya digunakan untuk memberi stimulus pada mereka yang kehilangan pendapatan, tapi juga untuk restrukturisasi penyelamatan sektor riil dan UMKM," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (1/5/2020).
Hal tersebut disampaikan Gita dalam diskusi bertema "Menyelamatkan Sektor Rill dan UMKM dari Pandemi" bersama Yayasan Rekat Anak Bangsa. Jumat.
Dia juga berpendapat, BI tak perlu khawatir soal melemahnya rupiah di hadapan mata uang negara lain.
Pasalnya, banyak negara kini mencetak uang untuk mencukupi kebutuhan ekonomi dalam negerinya.
Gita juga menepis kekhawatiran banyak pihak adanya moral hazard dalam pencetakan uang. Menurutnya kunci penting penyaluran uang tersebut ke masyarakat yakni dengan memperketat koordinasi pusat dan daerah dalam menentukan kanalisasi penyaluran bantuan.
Gita yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) ini juga mengapresiasi langkah pemerintah untuk penyelamatan ekonomi yang terdampak Covid-19, meski stimulus yang diberikan dinilai masih kurang.
Dia meyakinkan BI bahwa kebijakan pencetakan uang dianggap sebagai satu-satunya alternatif untuk mencapai likuiditas yang dibutuhkan negara saat ini.
"Harus ada kebijakan tidak biasa yang harus diambil pemerintah, yakni pencetakan uang. Meski diakui bertentangan dengan apa yang diajarkan selama ini," ujarnya.
Ini yang Terjadi Jika Cetak Uang Sebanyak-banyaknya
Semakin lama, semua harga barang makin naik, sedang penghasilan tetap-tetap saja.
Sempat terpikir kenapa pemerintah tidak mencetak uang secara besar-besaran saja lalu dibagikan dan untuk bayar hutang negara? Kalau itu terjadi pastinya makmur Indonesia ini, semua penduduknya jadi kaya raya.
Sayang itu pemikiran yang salah. Dikutip dari boombastis.com, hal serupa sebenarnya pernah terjadi di zaman Ir. Soekarno, alhasil para mahasiswa malah menuntut agar menghentikan percetakan uang. Jadilah peristiwa Tritura. Percetakan uang yang berlebih malah merugikan masyarakat, ilustrasi berikut akan membuktikan apa yang terjadi bila Indonesia mencetak uang terus dibagikan pada penduduk.
1. Harga Barang yang Semakin Mahal
 
Pada dasarnya dibutuhkan sebuah keseimbangan antara mata uang yang beredar dengan barang yang ada.
Jika mata uang yang beredar di Indonesia diperbanyak, otomatis harga barang akan meningkat.
Logikanya jika masing-masing rumah mendapatkan kekayaan Rp 10 juta, sedangkan misal untuk membeli sebuah motor baru dibutuhkan Rp 10 juta juga, maka penjual akan mengalami kerugian.
Otomatis penjual akan menaikkan harga berkali-kali lipat agar dapat untung. Itu juga berlaku pada semua barang yang diperjualbelikan.
2. Biaya Pembuatan yang Menguras Keuangan Negara
 
Jangan dipikir kalau pembuatan uang hanyalah butuh selembar kertas dan mesin pencetak, uang sebenarnya dibuat dari bahan khusus.
Pada dasarnya semua uang kertas mempunyai bahan dasar dari kapas, selain itu pencetakannya pun juga membutuhkan biaya yang tidak murah.
Coba bayangkan uang seribu, dua ribu dan lima ribu berasal dari bahan yang sama, tapi kamu tahu bukan kalau semuanya punya nilai tukar yang berbeda.
Pemerintah harus mengeluarkan kurang Rp 3,5 triliun untuk mencetak uang baru, bayangkan jika produksi uang ditambah maka kerugian besar bagi pemerintah Indonesia.
3. Harga Emas Melonjak Tinggi
 
Dalam pembuatan uang, sebenarnya dibutuhkan sebuah benda berharga bersifat riil sebagai jaminannya.
Biasanya benda tersebut adalah emas.
Logam Mulia ini dipilih karena tidak mungkin berkarat, tidak terpengaruh suhu dan tetap stabil dalam kondisi apapun.
Setiap rupiah yang beredar, memilik jaminan emas yang disimpan pada Bank BI.
Jadi tidak sembarangan dalam mencetak sebuah uang. Jika uang ditambah, pastinya harganya akan melambung sangat tinggi.
Tidak menutup kemungkinan bila 1 gram emas 24 karat bisa seharga Rp 1 -12 jutaan tergantung pada jumlah mata uang yang beredar.
4. Nilai Tukar Asing yang Anjlok
 
Jika uang beredar banyak, pastinya nilai tukar dengan uang asing akan menurun.
Besarnya inflasi pada suatu negeri dapat berakibat pada turunnya nilai mata uang.
Misalnya dengan uang yang sama kita tahun kemarin dapat membeli barang A, namun tahun ini uang tersebut tidak cukup untuk membelinya. Alhasil bisa saja nilai tukar rupiah jatuh merosot.
Di Zimbabwe saja dengan uang ratusan juta, kamu hanya bisa memberi beberapa roti, jangan sampai ini terjadi di Indonesia.
5. Hutang negara bukannya berkurang malah bertambah
 
Karena merosotnya nilai tukar uang Indonesia malah meningkatkan jumlah hutang.
Jika misal awalnya Indonesia hanya berhutang $1 juta pada sebuah negara, jika dirupiahkan hanya sekitar Rp 13 triliun
. Karena nilai uang Indonesia yang anjlok, maka mungkin bisa lebih dari ratuasan biliun hutang dari Indonesia. Jadi bukanya bisa membayar malah bertambah banyak hutang kita.
Mencetak uang ternyata bukan main-main, perlu banyak pertimbangan.
Salah kebijakan sedikit saja malah rakyat juga yang kena masalahnya.
Jadi mengenai anggapan mencetak uang secara masif agar bisa dibagikan pada rakyat itu salah.
Malah justru mencetak uang dengan batasan adalah cara pemerintah menyelamatkan kita
Artikel ini dikompilasi dari Tribunnews.com dengan judul Gagasan Mencetak Uang Rp 600 T Membahayakan Stabilitas Harga, Indef: Indonesia Hadapi Krisis Pangan, Jangan Tambah dengan Inflasi akibat Cetak Uang Rp 600 T, dari Kompas.com dengan judul "Eks Mendag Gita Wirjawan Usulkan BI Cetak Uang Rp 4.000 Triliun, untuk Apa?"

 
			
 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											 
											