Masyarakat Transportasi Indonesia
Minyak Mentah Dunia Turun, MTI Desak Pemerintah Turunkan Harga BBM
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono mendesak pemerintah segera menurunkan harga BBM.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur, Bambang Haryo Soekartono mendesak pemerintah segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi dan non-subsidi.
Hal ini lantaran harga minyak mentah dunia turun drastis hingga nol dolar AS per barrel.
"Seharusnya harga BBM disesuaikan (diturunkan) dengan harga minyak mentah dunia itu. Kalau minyak mentah turun BBM di Indonesia harganya harus turun," terang Bambang Haryo Soekartono dalam rilisnya ke tribun-timur.com, Minggu (26/4/2020).
Bambang yang juga mantan anggota Komisi VI DPR RI periode 2014-2019 ini menjelaskan di sejumlah negara lain sudah menyesuaikan tarif dan harga BBM berdasarkan harga minyak mentah dunia itu.
Misalnya di sejumlah negara di Dunia kerap menyerahkan harga BBM sesuai mekanisme harga pasar dan bahkan negara penghasil minyak dunia dapat memberikan harga yang jauh lebih rendah dari harga pasar seperti Amerika Serikat, Arab Saudi, dan Malaysia.
"Turunnya harga BBM ini sangat penting. Karena bisa membantu pengusaha industri manufaktur, sektor jasa transportasi, nelayan terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang saat ini memiliki peran terbesar terhadap perekonomian," tuturnya.
Hal ini dikarenakan 60% PDB dan 95 % tenaga kerja Indonesia berasal dari UMKM. Turunnya harga BBM menjadi stimulus positif perekonomian makro Indonesia. Apalagi, saat kondisi ekonomi yang terdampak pandemi Covid-19.
"Harga energi yang murah dapat menjadi stimulus bagi sektor riil agar ekonomi tetap bergerak, harga pangan stabil serta daya beli masyarakat tetap terjaga, sehingga tentunya bisa mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan oleh Negara," jelasnya.
Cium Kartel
Belum turunnya harga BBM itu, kata pria yang akrab dipanggil BHS ini menduga adanya permainan kartel.
Yakni dimainkan para mafia BBM. Karena itu, pihaknya mendesak Presiden RI Joko Widodo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, serta Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Menko Perekonomian segera bertindak tegas.
"Karena mafia energi diduga masih leluasa bermain di tengah pandemi virus Corona (Covid-19), sehingga harga BBM lebih mahal dibandingkan harga semestinya," ujarnya.
Menurut pemilik PT Dharma Lautan Utama Grup ini, seharusnya harga BBM di dalam negeri juga harus turun.
Terutama solar subsidi maupun nonsubsidi yang digunakan industri manufaktur, transportasi logistik maupun publik dan nelayan serta dunia usaha lain terkait pariwisata.
Maka harga solar harusnya bisa turun hingga separuh dari harga saat ini. Bambang menduga, jika Presiden mengetahui kondisi harga minyak mentah dunia saat ini, pasti akan bertindak tegas terutama untuk menurunkan bahan bakar solar.
"Saya yakin baik Pak Presiden Jokowi maupun Menteri Keuangan Sri Mulyani bakal menentang keras permainan mafia minyak. Karena harga BBM sangat berpengaruh pada indikator ekonomi makro yang menjadi tanggung jawab Menkeu," katanya.
"Dan bila dengan turunnya solar subsidi dan nonsubsidi hingga 50% akan dapat memberikan stimulus terhadap dunia industri dan usaha yang berhubungan dengan perekonomian secara keseluruhan maupun pembangkit listrik (PLN) yang berdampak terhadap UMKM di seluruh Indonesia," jelasnya.
Harga BBM Tak Transparan
Bambang juga menyinggung harga BBM di Indonesia tidak transparan dan lebih mahal dibandingkan negara lain karena permainan kartel itu.
Bambang mencontohkan, di Malaysia harga bahan bakar RON 95 per 18 April seharga RM 1,25 atau Rp 4.395 per liter, RON 97 harganya RM1,55 atau Rp 5.450 per liter dan diesel RM 1,43 atau Rp 5.028 per liter.
"Sementara di Indonesia hingga kini harga BBM subsidi dan non subsisi jauh lebih mahal. Contohnya Premium (RON 88) yang dijual Rp 6.450 per liter padahal sudah disubsidi Rp. 1.600 per liter dan solar harga Rp. 5.150 dengan subsidi Rp. 1.000 per liter," katanya.
Harga itu jauh lebih mahal dibandingkan dengan RON 95 di Malaysia yang merupakan sesama negara penghasil minyak dunia dan setara dengan Pertamax Plus.
"Seharusnya Menteri ESDM segera menginstruksikan Pertamina menyesuaikan harga BBM ini. Kalau harga BBM murah, semua sektor usaha seperti industri di dalam negeri dan UMKM pasti terbantu dalam mempertahankan usaha dan mencegah PHK. Selain itu, kemerosotan perekonomian akibat dampak pandemi Covid-19 bisa dicegah," jelasnya.
Apalagi, sekitar 80 persen biaya pembangkit listrik berasal dari energi seperti solar dan batu bara. Saat harga BBM turun, maka tarif listrik bisa turun sekitar 25 sampai 50 persen.
"Apalagi harga batu bara saat ini sudah merosot lebih dari 50 persen. Karena tidak ada transparansi, maka tarif BBM dan listrik selama ini tetap mahal. Seharusnya, Pertamina tidak membebankan masalah internal dengan cara menjual BBM lebih mahal dari harga semestinya," katanya.
"Ketika membeli minyak di pasar dunia dengan harga sangat murah, tetapi menjualnya di dalam negeri dengan harga tinggi. Dalam kondisi Covid-19 sekarang, Pertamina harusnya sensitif terhadap kesulitan masyarakat dan bangsa," tambahnya.(*)
Laporan Wartawan tribun-timur.com, @fadhlymuhammad
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)