Virus Corona
Viral Mayat Pasien Covid-19 atau Virus Corona di Ekuador Dibakar, Betulkah? Konfirmasi Pemerintah
Viral mayat pasien Covid-19 atau Virus Corona di Ekuador dibakar, betulkah? Kata pemerintah hingga berita Washington Post.
"Saya anak nomor sembilan. Kakak perempuan saya berumur 67 tahun dan saya anggap sebagai ibu. Namanya Inés dan suaminya Filadelfio Salinas."
Baca juga: Presiden Brasil Jair Bolsonaro Sebut Virus Corona sebagai Flu Ringan
"Saya telah menikah dengan empat anak. Sementara dia memiliki 5 orang anak."
"Kami juga telah memiliki cucu. Kami bertetangga dan bertemu setiap hari. Sebelum karantina, keadaan semua baik-baik saja."
"Sebenarnya sebelum karantina dimulai, kami telah tinggal di dalam rumah saja."
"Dan karena saya sudah tidak berjumpa selama seminggu, saya menanyakan keadaannya kepada keponakan dan mereka mengatakan, 'Ibu merasa agak lemah'."
"Tetapi ketika saya menjenguknya, dia terlihat baik-baik saja. Dua hari kemudian, keadaannya memburuk."
"Keponakanku mengatakan, 'Ibu sakit, dia kesulitan bernapas semalam'."
"Kemudian ipar saya juga menjadi lemah. Dia juga mengalami kesulitan bernapas."
"Katanya, 'Saya tidak tidak tahu kenapa, saya pikir saya juga akan meninggal'."
Keluarga tersebut menelepon nomor yang disediakan pemerintah Ekuador bagi orang-orang yang mengalami gejala terkena virus, tetapi mereka diminta untuk tetap di rumah.
Meskipun mereka telah berusaha menghubungi dokter swasta, tidak seorang pun mau memeriksa walau berbagai gejala mengisyaratkan mereka terkena Covid-19.

Selain masalah kesehatan, rumah sakit yang penuh dan unit gawat darurat yang tidak berfungsi, Guayaquil juga menghadapi masalah jenazah. Sebab, kebanyakan perusahaan pemakaman tutup akibat takut tertular.
Pada mulanya muncul pembicaraan pemakaman massal, tetapi hal ini tidak mendapat dukungan.
Pemerintah pusat harus membentuk gugus tugas untuk mengambil jenazah dan menguburnya satu per satu.
Gugus yang beranggotakan petugas Kementerian Kesehatan, polisi nasional, dan angkatan bersenjata ini kewalahan.
Jenazah Inés dan Filadelfio diletakkan di rumah selama empat hari dan keluarga Salinas, sama seperti yang lainnya di Guayaquil, harus mengandalkan media sosial untuk meminta bantuan.
"Mereka datang setelah empat hari, sekitar jam sembilan malam. Polisi dengan ambulans datang dan membawa mereka. Mereka tidak ingin seorang pun merekam."
"Mereka menginginkan semua orang berada di dalam rumah. Mereka hanya mengizinkan anggota keluarga yang hadir, dari kejauhan."
"Mereka mengatakan jenazah akan tetap di tempat itu. Jika kami tidak mampu menguburnya, maka mereka akan mengambil alih. Tetapi ini berarti kami tidak akan mengetahui tempat pemakaman."
"Kami sebenarnya menginginkan rumah duka mengambil alih. Ini berarti kami harus menghimpun dana."
"Sementara kemampuan ekonomi kami terbatas. Biaya per jenazah adalah 2.000 dollar AS atau Rp 33 juta."
"Kami tidak mengetahui apa yang harus dilakukan. Kami tidak memiliki pekerjaan, kami terkurung di rumah. Makan juga jauh berkurang."
Bagi mereka yang mampu, biaya pemakaman tidak menjadi masalah.
Namun bagi warga seperti Bertha, situasi ini sangat berat.
Suara Bertha bergetar saat membicarakan biaya “satu peti jenazah”.
Sulit juga untuk meminta pertolongan karena keadaan para tetangga di daerah tempat tinggalnya juga sama susahnya.
"Kami membungkus Inés dan Filadelfio, serta menempatkan mereka di dalam rumah. Sejumlah anggota keluarga lainnya membawa keluar jenazah untuk mencegah penularan."
Banyak keluarga lain yang menempatkan jenazah sanak saudara mereka di luar untuk mencegah penularan. Mereka tak punya pilihan lain.
Banyak juga warga lainnya yang tertular Covid-19. Semua orang merasa takut karena banyak sekali orang sekarat.
Setelah jenazah kakak serta iparnya diambil, Bertha dengan suaminya, membakar semua barang yang sempat dipegang Inés dan Filadelfio.
Upacara perpisahan yang bisa mereka berikan kepada keduanya hanyalah pembakaran berbagai barang mereka.(kompas.com/bbc)