Pilkada Mamuju
Bawaslu Sulbar Tak Temukan Cara Awasi Petahana di Pilkada
Anggota Bawaslu Sulbar, Fitrinela Patonangi, mengaku sedang mensiasati model pengawasan yang tepat untuk memantau gerakan petahana.
Penulis: Nurhadi | Editor: Sudirman
TRIBUN-TIMUR.COM, MAMUJU - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sulbar, belum menemukan strategi yang tepat untuk mengawasi pergerakan petahana pada pilkada 2020.
Anggota Bawaslu Sulbar, Fitrinela Patonangi, mengaku sedang mensiasati model pengawasan yang tepat untuk memantau gerakan petahana.
Apalagi dianggap rawan menguntungkan pribadi dan merugikan calon penantangnya.
Saat ini, belum ada regulasi untuk menemukan celah agar petahana tidak semena-semena menjalankan kebijakan berkedok kampanye politik.
"Kami tetap mempelajari, ini juga yang menjadi salah satu pembahasan dalam rakor gelar sejak 9-10 Maret, kami juga diskusikan internal, dan menyusun upaya pencegahan,"ujar Fitrinela ditemui di Mamuju, Rabu (11/3/2020).
Direktur Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan, memang sangat rentang program dalam APBD melebur ke dalam program yang mengarah pada kepentingan politik petahana.
"Misalnya melalui program dan hibah, prosesnya bisa, jelas dan halal, disetujui melalui sidang DPRD, tetapi sebetulnya tujuannya menaikkan elektabilitas, Ini juga menjadi diskusi kita," ujarnya.
Ray mengatakan, memang tidak ada yang melanggar dari program, sehingga butuh siasat dari pengawas pemilu untuk mencetmati jika dipandang bersifat politis.
"Kecuali perancangannya (program) dibuat sebelum masuk tahapan pilkada, itu diluar pengawasan Bawaslu. Tapi kalau kebijakan itu dibuat enam bulan sebelum penetapan pencalonan, misalkan mutasi," ungkapnya.
Larangan soal penggunaan fasilitas negara dalam kampanye diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahuh 2017 tentang pemilu.
Pasal 304 ayat (1) menyebutkan "dalam setiap melaksanakan kampanye, presiden dan wakil presiden, pejabat negara, pejabat daerah dilarang menggunakan fasilitas negara".
Sementara pelarangan mutasi enam bulan sebelum penetapan calon, diatur dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.
KPU juga mengatur dalam PKPU nomor 15 tahun 2019 tentang tahapan, program, dan jadwal penyelenggaraan Pilkada 2020.
Kemudian itu diatur spesifik di pasal 71 ayat 2 undang-undang nomor 10 tahun 2016.
Pasal 71 ayat 2 menyebutkan, Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota, dilarang melakukan penggantian pejabat enam bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.(tribun-timur.com).
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)