Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ashabul Kahfi

Sosok Kahfi, Kritik Kenaikan Iuran BPJS Tapi Berikan Solusi

Ia mengatakan, sejak awal tegas menolak kenaikan tersebut karena menyusahkan rakyat kecil, dan membebani APBD provinsi dan kabupaten/kota.

Penulis: Abdul Azis | Editor: Sudirman
Abdul asiz
Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anggota Komisi IX DPR RI Ashabul Kahfi menyatakan, bahwa masalah pertama yang dihadapi seusai dilantik sebagai anggota dewan adalah polemik kenaikan iuran BPJS.

Ia mengatakan, sejak awal tegas menolak kenaikan tersebut karena menyusahkan rakyat kecil, dan membebani APBD provinsi dan kabupaten/kota.

“Kenaikan iuran BPJS membuat masyarakat kecil harus mengurangi pengeluaran beli makanan bergizi yang seharusnya berperan dalam pencegahan penyakit. Kenaikan PBI juga membebani pemerintah daerah karena tidak semua PBI ditanggung APBN, ” ujarnya Sabtu (8/2/2020).

Namun Kahfi bukan tipe politisi yang hanya sering mengkritik tanpa solusi.

“Ada teman di DPR yang bilang, tugas kita di dewan itu memarahi eksekutif yang tidak becus dan itu bukan gaya saya. Tugas legislator seharusnya bersama-sama pemerintah mencarikan jalan keluar,” kata Ketua Lembaga Dakwah HMI Cabang Makassar periode 1982-1984 ini.

Dalam kasus BPJS, Kahfi melihat masalahnya cukup kompleks. Untuk menutupi defisit BPJS, Kahfi mengusulkan pemanfaatan dana jaminan sosial (DJS).

“Seharusnya jalan lain ini yang sama-sama kita pikirkan bukan ambil langkah yang langsung membebani publik. Setidaknya peserta BPJS kelas III tetap mendapat subsidi negara,” ujarnya.

Komisi IX, lanjut Kahfi masih satu suara agar peserta BPJS kelas III tidak perlu dibebani dengan kenaikan iuran.

DPR merekomendasikan agar BPJS memanfaatkan DJS untuk memberi subsidi bagi peserta BPJS kelas III.

“Pihak BPJS sempat ragu, karena tidak memiliki landasan hukum pakai dana DJS, tapi kekhawatiran itu sudah ditepis oleh lembaga hukum seperti kejaksaan dan kepolisian, BPK pun sudah tidak mempersoalkan selama diskresi penggunaannya untuk kepentingan publik. DPR sudah memberikan umpan, sekarang bolanya ada di Presiden,” katanya.

Selain menyoroti BPJS, Kahfi juga proaktif mengkampanyekan bahaya Stunting dalam setiap kegiatan sosialisasi bersama masyarakat.

Ia juga kerap diundang berbagai kalangan untuk mendiskusikan masalah tersebut.

Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.

Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar Kemenkes 2018, angka prevalensi Balita (Bayi Lima Tahun ke bawah) yang menderita stunting masih cukup tinggi, 30,8 persen, sedangkan untuk Baduta (bayi dua tahun ke bawah) sebesar 29,9 persen.

Karena itu, Kahfi menekankan pentingnya pendekatan struktural dan kultural. Secara struktural, pemerintah mesti memiliki komitmen mengatasi stunting, baik dari aspek penganggaran, maupun sinergitas program antara pemerintah pusat dan daerah maupun lintas kementerian/lembaga.

Pendekatan kultural, kata Kahfi bisa ditempuh dengan mengefektifkan kegiatan penyuluhan dan pendidikan seputar bahaya Stunting.

“Penyuluhan untuk menyadarkan masyarakat pola makanan sehat. Makanan bergizi tidak mesti mahal, banyak kandungan gizi dari sumber makanan yang dekat dari lingkungan sekitar kita,” jelasnya.

Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur

Follow akun instagram Tribun Timur:

Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:

(*)

Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved