Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kabar Buruk untuk Jokowi - Maruf Amin, Sunda Empire Ultimatum Indonesia, Ancamannya Tak Main-main

Kabar buruk untuk Jokowi - Maruf Amin, Sunda Empire ultimatum Indonesia, ancamannya tak main-main. Kerajaan Sunda Empire mengeluarkan ancaman serius.

Editor: Edi Sumardi
KOMPAS.COM/GARRY ANDREW LOTULUNG DAN YOUTUBE.COM/TVONENEWS
Presiden RI Jokowi, Wapres Maruf Amin, dan Gubernur Jenderal Teritori Pasifik Sunda Empire Renny Khairani. Kabar buruk untuk Jokowi - Maruf Amin, Sunda Empire ultimatum Indonesia, ancamannya tak main-main. 

Setelah Keraton Agung Sejagat di Purworejo, beberapa waktu lalu sempat muncul kerajaan lain, yakni Sunda Empire di Bandung.

Belakangan, media sosial Youtube kembali diramaikan dengan keberadaan Negara Rakyat Nusantara yang mengusulkan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibubarkan.

Meski video tersebut telah diunggah pada 2015 lalu, namun keberadaannya mulai viral baru-baru ini seiring dengan mencuatnya fenomena kerajaan fiktif.

Pengamat sosial dari Universitas Indonesia Devie Rahmawati menilai, ada 2 hal yang harus dilihat di balik maraknya fenomena ini, yaitu motif dan tren meningkatnya ketidakpercayaan publik.

Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia.
Raja Keraton Agung Sejagat Toto Santoso dan Sang Ratu, Fanni Aminadia. (HANDOVER)

Menurut dia, kemunculan Keraton Agung Sejagat memiliki motif yang berbeda dibandingkan dengan tiga kerajaan fiktif lainnya.

Kerajaan Agung Sejagat memiliki motif ekonomi sama seperti investasi bodong Memiles guna menggalang dana ilegal dari masyarakat.

“Ini yang berbahaya. Apalagi bila ini pidana, (ada unsur) kebohongan, ini tentu berbahaya. Ini sama saja dengan kasus Memiles yang memang kriminal,” kata Devie kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2020).

Sedangkan, 3 kerajaan fiktif lainnya diduga muncul akibat menguatnya tren ketidakpercayaan publik terhadap sejumlah pihak, mulai dari pemerintah, media hingga atasan mereka di kantor.

Masyarakat cenderung percaya dengan hal-hal yang berbau konspiratif, spekulatif dan mistis untuk menjawab segala rasa penasaran mereka secara singkat.

Tren seperti ini, sebut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia.

Termasuk negara barat yang memiliki pola pikir serta kemampuan finansial yang lebih baik dibandingkan masyarakat Indonesia.

“Penelitian Cambridge di 9 negara selama 6 tahun menunjukkan ternyata masyarakat barat sendiri, masyarakatnya juga semakin percaya dengan hal-hal yang sifatnya konspiratif, tidak rasional. Artinya, kita tidak bisa bilang bahwa masyarakat kita adalah bangsa atau masyarakat yang terbelakang,” kata dia.

“Ini tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan, ekonomi, suku, agama dan ras. Tapi ini lebih terkait pada kondisi, satu, sosial politik masyarakat, dua, kemanusiaan masyarakat itu sendiri,” imbuh Devie.

Sebagai contoh, ketika kontestasi politik berlangsung pada 2017 lalu, munculnya dua kutub kekuatan menguatkan polarisasi di masyarakat.

Hal itu tidak terlepas dari derasnya arus informasi yang juga mengalir ke media sosial, sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kian bingung dalam memilah informasi.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved