Kesaksian Mahasiswa Asal Makassar: Iran Siap Perang Demi Qasem Soleimani, Indonesia vs China Hoaks
Sumpah balas dendam rakyat Iran terhadap pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani menggema di mana-mana.
Qasem Soleimani terlibat langsung di berbagai medan konflik di Timur Tengah, khususnya di Irak dan Suriah.
Sesuai namanya, Brigade yang dipimpinnya bertugas menjaga Alquds termasuk situs-situs Islam di Suriah dan Irak dari ancaman penghancuran kelompok teroris. Ia membantu Hizbullah di Lebanon dalam mengatasi serangan Israil dan juga membantu HAMAS di Palestina baik bantuan militer maupun bantuan strategi untuk memenangkan pertempuran.
Qasem Soleimani lahir di Kerman tahun 1957 dari keluarga petani miskin. Mengawali karir kemiliterannya dengan mendaftarkan diri menjadi anggota Korps Pengawal Revolusi Islam yang di media-media Barat disebut Islamic RevolutionaryGuardsCorps (IRGC) seusai kemenangan revolusi Islam Iran tahun 1979.
Karena berperan penting dalam penanganan pemberontakan separatis Kurdi di Provinsi Azerbaijan Barat, Qasem Soleimani naik pangkat secara cepat.
Pada Perang Iran-Irak tahun 1980-1988, Qasem Soleimani memimpin kompi militer dan karena kelihaiannya dalam meracik strategi, disetiap operasi yang dikomandoinya, ia berhasil merebut kembali wilayah yang diduduki Irak, dimana pada saat itu ia masih berusia 25 tahun.
Oleh AS Qasem Soleimani dipercaya terlibat dalam gagalnya ISIS di Syam dan Irak.
Qasem Soleimani diakui memberi bantuan strategi kepada Presiden Suriah Bashar Assad dalam melawan pasukan pemberontak dan merebut kembali kota yang sempat berada dalam cengkraman pemberontak.
Dengan kelihaiannya dalam merancang strategi perang dan berhasil meloloskan diri dalam berbagai upaya pembunuhan dalam dua dekade terakhir, Pentagon menjuluki Qasem Soleimani “shadowcommander”.
Terus, mengapa Qasem Soleimani dibunuh AS? Dennis Etler, analis politik Amerika dalam wawancaranya dengan Press TV menjelaskan bahwa pembunuhan Qasem Soleimani merupakan langkah putus asa AS setelah gagal dalam semua upaya untuk mengisolasi Iran.
Disebutnya, AS telah gagal berkali-kali dalam mengintimidasi Iran, mulai dari mengisolasi dengan memberlakukan embargo politik dan ekonomi, sampai pada upaya mengacaukan Iran secara internal.
Trump sudah diujung tanduk. Ia sedang berusaha mencari simpatik warga AS ditengahancaman pemakzulan dirinya. Ia mengira dengan membunuh Jenderal Iran yang banyak menggagalkan misi AS di Timur Tengah ia menjadi disegani dan diakui.
Yang dilakukan Donald Trump justru telah meningkatkan ketegangan di Timur Tengah ke tingkat yang lebih parah. Donald Trump telah mengambil keputusan fatal dengan memerintahkan membunuh orang berpengaruh kedua di Iran setelah Ayatullah Ali Khamanei.
Para pengamat menganalisa, perang dunia ketiga bisa saja terjadi, jika para pemimpin negara-negara besar tidak hati-hati bertindak.
Satu hal penting lainnya, kematian Mayor Jenderal Qasem Soleimani atas perintah Donald Trump membuka mata dunia. Bahwa kebencian dan permusuhan AS terhadap Iran bukan main-main, bukan sandiwara apalagi settingan sebagaimana sering dikampanyekan sebagian orang.
Mungkin di dunia Islam namanya kurang dikenal, karena selain ia bekerja dalam senyap, juga karena kerja-kerja Amerika dan Israel berhasil merusak citra Iran melalui penguasaan media.