Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ini Memoriam Sulastomo

Terungkap Setelah Mantan Ketua Umum PBHMI Meninggal Dunia, HMI vs PKI & HMI vs PKI, Juga Dana Abadi

Senior KAHMI Sulsel menyebar tulisan in memoriam Sulastomo di Group WhatsApp.

Editor: AS Kambie
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
Alumni HMI yang tergabung dalam panitia pelaksana Perekat Silaturahmi (Kahmi) berfoto bersama usai menggelar rapat di Sekretariat Cabang HMI Makassar jl Bontolempangan, Makassar, Rabu (27/8/2014). 

Tahun-tahun  yang  kacau  politik terus  bergulir. Posisi PKI dalam fragmen politik Indonesia terus naik. PKI   berhasil membujuk Presiden RI untuk membubarkan Partai Masyumi. Masyumi bubar. Lalu, PKI pun membujuk Presiden Soekarno untuk membubarkan  HMI.  Kali ini gagal.

Saat itu, saya sebagai Ketua Umum PB HMI harus melakukan perlawanan terhadap propaganda PKI yang ingin membubarkan HMI di satu sisi; tapi di sisi lain, saya harus melakukan pendekatan terhadap elit politik di sekitar Bung Karno agar mendukung eksistensi HMI. Sampai peristiwa G30S PKI meletus, HMI tetap eksis. Kita semua sudah tahu, bagaimana dahsyatnya peristiwa   G30S   PKI.     

Indonesia   nyaris   hancur dan dikuasai partai komunis itu. Hanya karena pertolongan Allah kepada bangsa Indonesia, PKI gagal mencengkeram ibu pertiwi.

Satu Oktober 1965.   Soeharto, yang saat itu Panglima Kostrad (Komando Strategi Angkatan Dara,t) bergerak cepat. Obyek-obyek vital seperti Radio Republik Indonesia (RRI) dan Lanud Halim Perdanakusuma segera direbut kembali setelah sebelumnya dikuasai PKI. Begitu juga Makodam (Markas Komando Daerah Militer) dan Makorem (Markas Komando Resort Militer).

Sampai akhirnya Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar)   untuk dipergunakan Jenderal Soeharto mengendalikan keamanan di seluruh wilayah Indonesia.

Melalui “kekuasaan” Supersemar itulah, pada tanggal 12 Maret 1966, Jenderal Soeharto membubarkan PKI dan ormas- ormasnya. Peristiwa G30S PKI menimbulkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia. Korbannya mencapai ratusan ribu jiwa melayang, bahkan jutaan. Dan korban terbanyak adalah orang-orang PKI. Kenapa? Karena PKI adalah penyebab kekacauan itu. PKI adalah  inisiatornya.

Belakangan, ada pihak-pihak yang menggugat dan mempertanyakan kembali, kenapa peristiwa G30S PKI terjadi? Kenapa orang-orang PKI dibunuh? Bukankah mereka tidak bersalah? saya ingin menjelaskan, bagaimana  peristiwa  G30S  PKI  terjadi. 

Soalnya saat ini muncul berbagai macam teori terjadinya gerakan makar tersebut, sehingga membingungkan publik. Terutama generasi Pasca-G30S. Generasi ini terpapar  teori-teori spekulatif tentang munculnya tragedi PKI.

Terbitnya buku-buku yang menyalahkan Militer  Angkatan  Darat,  Soeharto,  dan  Islam  di satu sisi; kemudian menganggap PKI sebagai pihak tak bersalah di sisi lain – makin membingungkan generasi muda. Khususnya Generasi Milenial yang lahir   tahun 1980-2000-an dan setelahnya.  Dalam sebuah tulisannya menyambut buku "1000 Hari PKI Mencekam Yogya" karya Amidhan Shaberah dan Syaefudin Simon, Sulastomo memberi kata pengantar sebagai berikut:

Saya saat itu Ketua PB HMI (1963-1966) dan dekat dengan sejumlah elit militer dan politik Pusat yang terlibat langsung dalam fragmen G30S PKI. Saya mencoba menganalisis teori-teori, kenapa peristiwa G30S PKI   terjadi? Siapa pelakunya dan siapa pula yang paling bertanggungjawab? Ada lima teori.

I. Teori  Pertama:  Peristiwa  G30S  PKI  adalah Persoalan   Intern   TNI/Angkatan   Darat.   Teori ini, terpatahkan dengan Dekrit No.1 Dewan Revolusi. Dekrit ini   menyatakan bahwa G30S PKI mempunyai jangkauan kekuasaan yang sangat jauh. Ia tidak hanya menyingkirkan Dewan Jenderal yang melakukan kudeta terhadap Bung Karno, tapi juga sebuah gerakan perebutan kekuasaan. Hal ini dapat disimpulan dari Dekrit No.1 Dewan Revolusi itu sendiri. Yaitu (1) Bahwa Dewan Revolusi akan dibentuk seluruh Indonesia dan akan merupakan sumber segala kekuasaan. (2) Bahwa  Kabinet Dwikora dinyatakan  demisioner. (3) Nama  Sukarno tidak masuk dalam  Dewan Revolusi.

II. Teori Kedua: Kudeta Soeharto terhadap Sukarno. Sekilas teori tersebut sangat logis. Namun apa yang terjadi tidak sesederhana teori itu. Proses pergantian kepemimpinan berjalan sangat alot bahkan melelahkan. Sebabnya, karena Pak Harto saat itu belum siap atau bahkan tidak bersedia untuk mengganti Presiden Soekarno. Pak Harto sebenarnya sangat loyal kepada Bung Karno. Sanggahan saya didukung dengan gambaran fakta saat itu, bagaimana Pak Harto mendapat dukungan penuh semua elemen bangsa (militer, birokrat, masyarakat, dan rakyat). Mereka mendorongnya   untuk “mengganti” Presiden Sukarno pada tahun 1967 dan 1968.

III. Teori Ketiga: G30S adalah rekayasa Soekarno. Saya menolak teori ini dengan 7 butir sanggahan. (1) Bung    Karno    sangat    berhati-hati   dengan berbagai isu yang memicu terjadinya G30S, khususnya isu Dewan Jenderal dan Dokumen Gilchrist. (2) Pada  tanggal  1  Oktober  1965  Bung  Karno diagendakan menerima Jenderal Ahmad Yani. Namun pertemuan itu gagal karena terjadi peristiwa G30S. Pertemuan itu juga tidak mustahil dimaksudkan untuk mengecek isu Dewan Jenderal. (3) Apa  yang  terjadi  pada  tanggal  1  Oktober, sangat mengejutkan Bung Karno (Compleet Overrompeling). Ketika berada di Air Mancur Monas hendak ke Istana pada pagi hari tanggal 1 Oktober, Bung Karno tidak tahu   peristiwa apa yang terjadi. (4) Di   Lanud   Halim   Perdanakusuma,   setelah menerima   laporan   dari   Brigjen   Supardjo, Bung Karno menolak memberikan dukungan kepada G30S. Sikap Bung Karno ini, salah satu faktor yang menyebabkan gagalnya G30S. (5) Dekrit   No.1   Dewan   Revolusi   sangat   jelas menggambarkan sebagai kudeta, sebab Kabinet Dwikora di-demisioner-kan dan nama Bung Karno tidak ada dalam susunan Dewan Revolusi. 

SementaraDewan Revolusi sumber dari segala kekuasaan. (6) Tidak  benar  bahwa  Bung  Karno  menerima laporan dari Letkol Untung (Ketua Dewan Revolusi Nasional) melalui seorang utusan ketika sedang berada di Istora Senayan. (7) Dari aspek sifat dan kepribadian, Bung Karno adalah seorang humanis, yang tidak mungkin menyetujui tindak kekerasan untuk mencapai ambisi pribadi.

IV. Teori Keempat: G30S adalah konspirasi DN Aidit/ Sukarno dan Mao Ze Dong. Teori ini menimbulkan pertanyaan dan keraguan. (1) Informasi  yang  tidak  akurat  tentang  sakitnya Bung Karno pada  4 Agustus 1965 yang diterima DN Aidit. Tidak benar hari itu Bung Karno collaps (pingsan) sebagaimana berita atau rumor saat itu. (2) Benarkah  ada  “kesepakatan”  antara  DN  Aidit, Bung Karno, dan Mao Ze Dong bahwa akan dibentuk Kabinet Gotong-Royong dan Bung Karno bersedia “istirahat”di Swanlake, Cina? Berita itu  sangat sulit dipercaya karena  seorang pejuang besar seperti Bung Karno bersedia “istirahat” ketika bangsanya masih memerlukan dirinya. (3) Jadi berita atau teori nomor dua adalah imajiner. (4) Meskipun DN Aidit dan Bung Karno   berada di Halim Perdanakusuma, namun kedua orang itu tidak sempat  bertemu. Suatu hal yang sangat tidak logis, apabila keduanya telah menyepakati sebuah “komitmen” bersama.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved