Kisah di Balik Sejarah, Soekarno Sering Jadi Sasaran Teroris, Tembakan Meleset karena Bayangan
Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno tak jarang menjadi target pembunuhan dan teroris.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Anita Kusuma Wardana
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno tak jarang menjadi target pembunuhan dan teroris.
Hal tersebut terbukti dari sejumlah kasus percobaan pembunuhan terhadap Presiden Soekarno.
Bahkan, percobaan pembunuhan terhadap ayah Megawati Soekarnoputri tersebut pernah terjadi saat Soekarno sedang melaksanakan ibadah shalat.
Simak kisahnya berikut ini dilansir dari Serambinews.
Pada 14 Mei 1962, ketika itu Soekarno sedang salat Idul Adha.

Itu seperti yang dikisahkan dalam buku "Soekarno Poenja Tjerita" terbitan Bentang pada tahun 2016.
Saat itu, Sanusi yang merupakan suruhan dari Mardjuk, yaitu anak buah Kartosoewiryo, diperintahkan membunuh Soekarno.
Kartosoewiryo sendiri merupakan pimpinan Negara Islam Indonesia atau NII.
Selain itu, Kartosoewiryo sebenarnya juga merupakan teman Soekarno saat masih kos di Gang Peneleh, Surabaya.
Rumah kos itu merupakan milik HOS Cokroaminoto.menangkap ikan besar karena memang ahli dalam hal tersebut, dan sabar.
Mendapatkan perintah itu, Sanusi berusaha menjalankannya.
Dia pun menunggu momentum saat Soekarno salat Idul Adha di Istana.
Sanusi kemudian menembakkan pistolnya ke arah Soekarno, tepatnya ketika sang presiden sedang salat.
Beruntung, percobaan pembunuhan terhadap Soekarno itu gagal.
Meski demikian, ada beberapa jamaah yang terluka, tertembak di bahu dan punggung.
"Penembakan yang dilakukan dari jarak sekitar 7 meter (penembak berada di saf ketujuh), meleset," tulis buku itu.
Padahal, Sanusi merupakan penembak jitu atau sniper andalan DI/NII.
"Jalan kematian memang bukan kuasa manusia," tulis buku itu lagi.
Berdasarkan pengakuan sang penembak, pandangannya tiba-tiba menjadi samar.
Yang dilihatnya adalah bayang-bayang sosok Soekarno yang bergeser-geser, dari satu posisi ke posisi lain.
"Karena itulah, tembakannya pun menjadi ngawur," tambah buku tersebut.
Dalam sidang, Sanusi Firkat alias Usfik, Kamil alias Harun, Djajapermana alias Hidajat, Napdi alias Hamdan, Abudin alias Hambali, dan Mardjuk bin Ahmad Dijatuhi hukuman mati.
Selain menangkap mereka, pemerintah saat itu juga berhasil menangkap Kartosoewiryo.
Kartosoewiryo ditangkap tentara Siliwangi saat bersembunyi di dalam gubuk yang ada di Gunung Rakutak, Jawa Bara,4 Juni 1962.
Vonis mati dijatuhkan kepada Kartosoewiryo.

Soekarno menolak grasi mantan sahabatnya itu, sehingga Kartosoewiryo pun tetap dieksekusi mati.
Meski demikian, Soekarno bertanya kepada regu tembak pasca eksekusi itu dilakukan.
"Bagaimana sorot matanya? Bagaimana sorot mata Kartosoewiryo? Bagaimana sorot matanya?" tanya Soekarno.
Mendapatkan pertanyaan itu mereka pun menjadi bingung.
Meski demikian, seorang ajudan spontan menjawabnya.
"Sorot mata Kartosoewiryo tajam. Setajam tatapan harimau pak," jawabnya.
Mendapatkan jawaban semacam itu, Soekarno pun bernafas lega, dan melempar tubuh ke sandaran kursi,
Tak lama setelah itu, Soekarno pun mendoakan keselamatan arwah Kartosoewiryo.
Kondisi Soekarno Saat Ditahan di Wisma Yaso, Makanan Diaduk Pakai Bayonet & Dijaga 1 Peleton Pasukan
Presiden Soekarno pernah mengalami masa penahanan di Wisma Yaso.
Hal itu terjadi saat kekuasaan Soekarno mulai mengalami senjakala, atau pasca pecahnya peristiwa G30S/PKI.
Kondisi Soekarno saat berada di Wisma Yaso pun pernah diungkapkan oleh Guntur Soekarnoputra, yang merupakan putra sulung Bung Karno.
Guntur Soekarnoputra sebenarnya menyampaikan pengakuan dari ajudan Soekarno, Sidarto Danusubroto.
Pengakuan Guntur Soekarnoputra itu ditulisnya dalam buku "80 Tahun Sidarto Danusubroto, Jalan Terjal Perubahan, Dari Ajudan Soekarno Sampai Wantimpres Joko Widodo," terbitan Kompas, tahun 2016 lalu.
Menurut Guntur Soekarnoputra, saat itu Sidarto datang ke rumahnya yang ada di Jalan Sriwijaya Raya nomor 7, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Sidarto datang menemui Guntur saat sudah malam hari.
Alasannya, kondisi saat itu sangat memungkinkan karena hari sudah gelap.
Begitu bertemu Guntur, Sidarto menceritakan Soekarno sudah berada di Wisma Yaso.
Mendengar penuturan Sidarto itu, Guntur Soekarnoputra mengaku dirinya sebenarnya sudah mengetahui hal itu.
Selanjutnya, Guntur pun menanyakan mengenai kesehatan Soekarno.
Sidarto pun menjelaskan secara gamblang mengenai kondisi Soekarno saat itu.
Menurut Sidarto, saat itu dia sudah menanyakan perihal itu kepada dokter yang memeriksa kesehatan Soekarno.
Sayang, jawaban yang didapatkan Sidarto tak memuaskan.
Bahkan, Sidarto menyebut jawaban dokter tersebut 'ngalor-ngidul'.
"Sekarang di situ ada juga suster-suster dari RSPAD yang 24 jam giliran nongkrong di situ. Saya enggak tahu mereka itu suster beneran atau intel," ungkap Guntur menirukan pengakuan Sidarto.
Selain itu, penjagaan terhadap Soekarno juga sangat ketat.
"Di samping itu, penjagaan ketat sekali, jumlahnya lebih kurang satu peleton. Kalau tidak salah dari kesatuan POMAD," lanjut Guntur.
Soekarno juga tidak dapat ditemui oleh setiap orang, kecuali anak istrinya sendiri.
Makanan yang dikirimkan kepada Soekarno juga mengalami pemeriksaan sangat ketat.
"Makanan dikirim rantangan dari sini setiap hari. Sebelumnya dibawa ke dalam diperiksa oleh komandan jaga. Makanannya diudek-udek pakai bayonet. Kalau komandannya kebetulan baik, makanan boleh langsung dibawa ke dalam rumah tanpa diperiksa," jelas Guntur.
Terkait hal itu, Guntur pun sampai mengaku bingung.
"Sampai sekarang saya masih bingung, Bapak itu ditahan atau jadi tahanan Orde Baru, kok tidak ada sehelai pun surat pemberitahuan ke keluarga? Tapi kalau bukan tahanan kok diperlakukan seperti orang di penjara. Aneh kan?!" tandasnya.
(*)
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
(*)