Arti Petuah Bugis di Pidato Jokowi di Pelantikan Presiden 2019 hingga Eselon III - IV Akan Dihapus
Arti petuah Bugis di pidato Jokowi di pelantikan presiden 2019 hingga jabatan eselon III - IV akan dihapus.
Penulis: Thamzil Thahir | Editor: Edi Sumardi
TRIBUN-TIMUR.COM - Arti petuah Bugis di pidato Jokowi di pelantikan presiden 2019 hingga jabatan eselon III - IV akan dihapus.
Presiden Jokowi atau Joko Widodo menggunakan bahasa Bugis di ujung pidato pelantikan dirinya.
Presiden Jokowi menyampaikan pidato kenegaraan perdana sebagai Presiden RI periode 2019-2024 di hadapan sekitar 3.133 undangan resmi di seremoni Sidang Umum MPR pelantikan Presiden dan Wapres di Gedung Nusantara, MPR RI, Senayan, Jakarta, Minggu (20/10/2019) pukul 16.30 WIB, sore kemarin.
Pada acara pelantikan Presiden dan Wapres periode 2019-2024 ini, ada total 3.133 undangan.
Termasuk sejumlah jajaran mantan Presiden dan Wapres, MPR, DPR, DPD, BPK, dan ketua umum partai politik turut hadir.
Baca: Viral di WhatsApp Calon Menteri / Susunan Kabinet Presiden Jokowi, Maruf Amin Tinggalkan Indonesia
Ada 711 undangan untuk 675 anggota DPR serta 136 anggota DPD.
Serta ada 19 tamu negara yang hadir menyaksikan pelantikan Presiden dan Wapres terpilih Jokowi dan Maruf Amin.
Jokowi berpidato selama kurang lebih 14 menit 31 detik.
Mulai pukul 16.25 WIB hingga pukul 16.39 menit.
Jika di pelantikan periode pertama, 20 Oktober 2014, Jokowi membacakan teks pidato, maka pada pidato periode keduanya, ini mantan Gubernur DKI Jakarta ini berpidato tanpa teks.
Baca: Faradiba Yusuf Pejabat BNI Bobol Tabungan Nasabah Rp 124 M, Foya-foya, Servis Pacar, Anda Korban?
Pria kelahiran Solo, Jawa Tengah ini memulai pidato dengan cita-cita bangsa.
Jokowi membuka pidatonya dengan berbicara tentang mimpi 1 abad Indonesia.
"Mimpi kita, cita-cita kita di tahun 2045, pada satu abad Indonesia merdeka, mestinya, insyaa Allah, Indonesia telah keluar dari jebakan pendapatan kelas menengah. Indonesia telah menjadi negara maju dengan pendapatan menurut hitung-hitungan Rp 320 juta per kapita per tahun atau Rp 27 juta per kapita per bulan. Itulah target kita. Target kita bersama."
Yang tak biasa, dia mengakhiri pidato dengan komitmen memperbaiki bangsa dan negara, dalam ungkapan bahasa Bugis.
“Mengakhiri pidato ini saya mengajak saudara-saudara sebangsa dan setanah air untuk bersama-sama berkomitmen. 'Pura babbara’ sompekku, Pura tangkisi’ golikku'. Layarku sudah terkembang, kemudiku sudah terpasang. Kita bersama menuju Indonesia maju.”
Ungkapan nahkoda kapal Phinisi dari Tanah Bugis Makassar itu, sejatinya masih memiliki sambungan.
Ulebiirrenni telleng natowalie atau kualleangi tallanga’ natowalia; Aku lebih memilih tenggelam daripada kembali ke daratan.
Doktor komunikasi publik dan mantan anggota DPR RI asal Sulsel, Akbar Faisal menyebut, pilihan petuah nahkoda kapal Phinisi itu, adalah cerminan kesiapan dan komitmen kuat Jokowi untuk membawa kapal bernama Indonesia ini pulau harapan bernama kesejahteraan rakyat.
“Ini isyarat kuat ketegesan seorang pimpimpin, bahwa dia tak ada beban. Dia akan menempuh upaya tegas, keras dan sesuai konstitusi untuk menjalanan roda pemerintahan,” ujar Akbar, yang pada Pemilu 2014 lalu terpilih ke DPR RI dari daerah pemilihan tanah Bugis; Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Barru, Parepare, Pangkep, dan Maros ini.
Sosok Akbar Faizal yang pada September 2019 lalu, resmi menjadi doktor bidang pelayanan publik di PPS UNM Makassar ini, menyebutkan, dirinya paham betul karakter Jokowi.
Saat menjadi tim sukses di periode 2014-2019 lalu serta jabatan legislatif di Komisi III DPR-RI, Akbar Faizal kerap menyaksikan sendiri bagaiman komitmen dan ketegasan Jokowi dalam mempimpin.
Secara khusus Akbar Faizal mengapresiasi poin keempat pidato dari lima poin rencana prioritas kerjanya lima tahun mendatang.
Di poin keempat itu, Jokowi menegaskan akan menyederhanakan birokrasi pemerintahan, khususnya eselonisasi jabatan.
Penyederhanaan ini untuk mengalihkan visi dan orientasi birokrasi dari struktural ke fungsional, yang menhhargai keterampilan, dan kompetensi.
Birokrasi tak ada lagi eselon III dan IV.
Cukup eselon I dan II.
Akbar Faizal menyebut, saat Jokowi menjabat periode awal sebagai Wali Kota Solo 2005-2010, dia pernah melakukan studi analisis soal penyderhanaan layanan di 3 instasi publik di Pemkot Solo.
“Saat itu saya masih wartawan, dan datang ke Solo meliput reformasi birokrasi Pemkot Solo di PDA, PLN, dan Samsat, itu sudah dillakukan di sana,” kata AKbar Faizal yang pernah jadi wartawan ekonomi majalah SWA dan Jawa Pos ini.
Akbar Faizal menyelsaikan doktor dengan minor penelitian tentang studi pengisian jabatan publik hasil Pemilu 1999-2019, di Program Studi Kebijakan Publik d PPS Universitas Negeri Makassar ( UNM ).(*)