Surya Paloh Beri Peringatan, Benarkah Presiden Jokowi Bisa Dilengserkan Jika Terbitkan Perppu KPK?
Presiden Joko Widodo mendapat peringatan dari Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.
Ketua Partai Nasdem Surya Paloh Beri Peringatan, Benarkah Presiden Jokowi Bisa Dilengserkan Jika Terbitkan Perppu KPK?
TRIBUN-TIMUR.COM-Presiden Joko Widodo mendapat peringatan dari Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.
Menurut Surya Paloh, Presiden Jokowi bisa menyalahi aturan jika merealisasikan rencananya untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk mencabut UU KPK hasil revisi atau Perppu KPK.
Akibatnya, Presiden Jokowi bisa saja di-impeach atau dilengserkan apabila menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) untuk mencabut UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Menurut Surya, Presiden bisa menyalahi aturan jika menerbitkan Perppu karena UU KPK saat ini tengah diuji materi di Mahkamah Konsitusi.
Bukan Hanya Surya Paloh, Daftar Tokoh yang Pernah Berseteru dengan Megawati Termasuk Saudara Kandung
KABAR TERBARU Pendaftaran CPNS 2019 Diikuti 541 K/L/D, BKN Pastikan Tak Ada Formasi untuk P3K 2019
Sejumlah Wilayah di Indonesia Alami Hari Tanpa Bayangan, Termasuk di Sulsel, Catat Waktunya!
"Masyarakat dan mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK), Presiden kita paksa keluarkan Perppu, ini justru dipolitisir. Salah-salah, Presiden bisa di-impeach karena itu," ujar Surya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019).

Seperti diketahui Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah dilengserkan melalui Sidang Istimewa di MPR RI pada 23 Juli 2001.
Sebelum pelaksanaan sidang, Gus Dur melawan dengan mengeluarkan Dekrit Presiden.
Isinya membekukan MPR dan DPR Republik Indonesia, mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan-badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu satu tahun, serta menyelamatkan gerakan reformasi total dari hambatan unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golkar sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung.
Mengingat hal tersebut, Surya Paloh menyebut Presiden Jokowi dan partai politik koalisi pendukungnya sepakat untuk tidak menerbitkan Perppu KPK.
Kesepakatan itu, lanjut Surya, diambil ketika Presiden Jokowi dan pimpinan parpol pendukung diam-diam bertemu di Istana Kepresidenan, Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019) malam.
"Jadi yang jelas, Presiden bersama seluruh partai pengusungnya mempunyai satu bahasa yang sama. Untuk sementara enggak ada. Belum terpikirkan mengeluarkan Perppu," kata Surya.
Lantas, benarkah Presiden bisa dilengserkan hanya karena menerbitkan Perppu KPK?
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai, pernyataan Surya hanya gertakan semata yang tidak memiliki landasan hukum.
"Perppu itu konstitusional berdasarkan pasal 22 UUD 1945 dan mengeluarkan Perppu bukan alasan impeachment presiden," kata Feri saat dihubungi Kompas.com, Kamis (3/10/2019).

Feri mengatakan, aturan pemakzulan Presiden juga sudah diatur secara jelas dalam pasal 7A UUD 1945.
Aturan itu menyebut Presiden dapat diberhentikan oleh MPR apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
"Dari lima alasan itu, tak ada soal Perppu," sambung Feri.
Feri juga mengingatkan bahwa Presiden sudah empat kali menerbitkan Perppu sejak menjabat pada 2014 lalu.
Keempatnya yakni Perppu KPK, Perppu Kebiri, Perppu Akses Informasi Keuangan dan Perppu Ormas.
Bukan Hanya Surya Paloh, Daftar Tokoh yang Pernah Berseteru dengan Megawati Termasuk Saudara Kandung
KABAR TERBARU Pendaftaran CPNS 2019 Diikuti 541 K/L/D, BKN Pastikan Tak Ada Formasi untuk P3K 2019
Sejumlah Wilayah di Indonesia Alami Hari Tanpa Bayangan, Termasuk di Sulsel, Catat Waktunya!
"Nah kalau Presiden bisa di-impeach karena mengeluarkan Perppu, itu sudah empat kali Presiden mengeluarkan Perppu, tidak ada yang impeach," ujar dia.
Feri menambahkan, Presiden tetap bisa menerbitkan Perppu meski UU KPK saat ini tengah diuji materi di MK.
Sebab, tak ada aturan yang melarang hal itu. Feri justru curiga proses uji materi UU KPK di MK saat ini dipercepat agar bisa menjadi alasan para politisi untuk menolak Perppu.
"Coba dicari informasi sama teman-teman yang menguji itu. Mereka menginformasikan bahwa mereka diminta panitia MK untuk memajukan sidang. Jadi seolah sidang MK itu dijadikan alasan bagi para politisi agar bisa mendesak presiden untuk tidak mengeluarkan Perppu," ujar dia.
Diberitakan sebelumnya, UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.
Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antirasuah.
Misalnya KPK yang berstatus lembaga negara dan pegawai KPK yang berstatus ASN dapat mengganggu independensi.
Dibentuknya dewan pengawas dan penyadapan harus seizin dewan pengawas juga bisa mengganggu penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK.
Selain itu, kewenangan KPK untuk bisa menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dalam jangka waktu dua tahun juga dinilai bisa membuat KPK kesulitan menangani kasus besar dan kompleks.
Sementara itu, di tengah tekanan parpol koalisi dan desakan masyarakat, Presiden masih bungkam soal rencananya menerbitkan Perppu KPK.
Hingga kini belum ada pernyataan dari Presiden apakah jadi menerbitkan Perppu KPK atau tidak.
Bukan Hanya Surya Paloh, Daftar Tokoh yang Pernah Berseteru dengan Megawati Termasuk Saudara Kandung
KABAR TERBARU Pendaftaran CPNS 2019 Diikuti 541 K/L/D, BKN Pastikan Tak Ada Formasi untuk P3K 2019
Sejumlah Wilayah di Indonesia Alami Hari Tanpa Bayangan, Termasuk di Sulsel, Catat Waktunya!
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Jokowi Bisa Dilengserkan Karena Terbitkan Perppu KPK?", https://nasional.kompas.com/read/2019/10/03/14024481/benarkah-jokowi-bisa-dilengserkan-karena-terbitkan-perppu-kpk?page=all#page2.
Penulis : Ihsanuddin
Editor : Fabian Januarius Kuwado