Balasan Wapres Jusuf Kalla Kepada PM Malaysia Mahathir Mohamad yang Ngeluh soal Kebakaran Hutan
Balasan Wapres Jusuf Kalla Kepada PM Malaysia Mahathir Mohamad yang ngeluh soal kebakaran hutan.
NEW YORK, TRIBUN-TIMUR.COM - Balasan Wapres Jusuf Kalla Kepada PM Malaysia Mahathir Mohamad yang ngeluh soal kebakaran hutan.
Keluhan Mahathir Mohamad akhirnya ditanggapi pemerintah Indonesia.
Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengaku, dia ingin bertanya kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapa tak mau menerima bantuan negaranya mengatasi kebakaran hutan.
Malaysia selama beberapa pekan sebelumnya sempat tersiksa akibat kabut asap dari kebakaran hutan, dan siap membantu Indonesia mengatasinya.
Bantuan itu ditawarkan melalui surat dari Menteri Energi, Sains, Teknologi, Lingkungan, dan Perubahan Iklim Yeo Bee Yin.
Namun seperti diberitakan Bernama via Channel News Asia, Kamis (26/9/2019), bantuan itu tak diambil.
Mahathir Mohamad pun heran.
"Saya ingin bertanya mengapa Anda (Jokowi) tak mau menerima bantuan kami? Tetapi, saya belum melakukannya," kata Mahathir Mohamad kepada Malay Mail.
Selain itu saat hadir dalam World Leaders Forum di Universitas Columbia, Mahathir Mohamad berujar sistem dunia saat ini tak cukup memaksa negara tropis bertindak mengatasi kebakaran hutan.
Saat itu, Mahathir Mohamad ditanya apakah tekanan seperti sanksi ekonomi atau desakan dunia akan membuat Jakarta bertindak menyudahi kabut asap.
"Anda bisa menyalahkan Indonesia. Anda bisa mengkritik mereka. Tetapi mereka tidak akan bertindak apa pun dalam mengatasi kabut asap," kata dia.
PM berjuluk Dr M itu kemudian mencontohkan kebakaran hutan yang juga terjadi kawasan Amazon yang masuk ke dalam wilayah Brasil.

Mahathir Mohamad menerangkan, Presiden Brasil Jair Bolsonaro meyakini bahwa membakar hutan untuk kegiatan pertanian sangat dibenarkan.
"Jadi, saya pikir sistem tidak mengizinkan kita untuk melakukan intervensi dari kebijakan internal dari negara lain," kata dia.
PM berusia 94 tahun itu melanjutkan, akan tiba masanya di mana nanti kebakaran hutan dan kabut asap akan meresahkan dunia.
Dia menuturkan bahwa saat waktunya tiba, PBB akan menyerukan bahwa kebakaran hutan maupun kabut asap bukan lagi sebuah isu domestik.
"Jika kita punya kerangka pikir demikian, maka kita bisa melakukan sesuatu jika misalnya, ada negara yang menolak bantuan negara lain," ujarnya.
"Saat ini, PBB mungkin tidak akan bisa melakukan sesuatu. Namun kami harus tetap mencoba pendekatan ini," kata Mahathir Mohamad.
JK: Siapa Bisa Atur Arah Angin
Wakil Presiden RI ( Wapres ), Jusuf Kalla menanggapi keluhan Mahatir Mohamad.
Kata Jusuf Kalla di sela Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB ), kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bukan merupakan suatu kesengajaan.
Selain itu, arah angin yang membawa asap itu juga tak bisa diatur oleh manusia.
"Siapa yang bisa atur arah angin? Dunia tidak bisa atur arah angin yang membawa asap itu ke Malaysia atau tidak? Tidak ada yang persoalkan. Sudah beberapa kepala negara bertemu kita, tidak ada yang tanyakan asap," kata Jusuf Kalla sebagaimana dilaporkan jurnalis Tribun Timur, AS Kambie dari New York, Amerika Serikat.
Lebih lanjut, Jusuf Kalla mengibaratkan kondisi kebakaran hutan dan lahan di Indonesia bagi Malaysia ini seperti rumah tetangga yang terbakar.
Tak ada jaminan jika rumah tetangga tak terdampak.
"Sudah beberapa kepala negara bertemu kita, tidak ada yang tanyakan asap. Banjir di California yang korbannya jauh lebih banyak saja tidak ada yang pertanyakan. Terus mengenai bantuan itu, kita tolak karena sesuai pengalaman diiringi banyak permintaan. Yang ditangkap itu kan juga banyak pengusaha dari Malaysia," kata Jusuf Kalla sekaligus Ketua Umum Palang Merah Indonesia ( PMI ).
Jusuf Kalla pun mengajak Malaysia untuk sama-sama memadamkan kebakaran di Indonesia.
Dalam upaya pemadaman itu, Indonesia telah mengerahkan 40 helikopter dan operasi pemadaman itu merupakan yang terbesar.
Disinggung di Sidang Umum
Saat pidato dalam Sidang Umum PBB ke-74, Jusuf Kalla juga menyinggung kebakaran hutan dan lahan atau karhutla di Indonesia.
Jusuf Kalla menilai perubahan iklim turut menghambat proses pemadaman karhutla di sejumlah provinsi di Sumatera dan Kalimantan.
Karenanya, Jusuf Kalla mengatakan Indonesia akan proaktif mengantisipasi akibat perubahan iklim tersebut.
“Kita tidak lagi memiliki keleluasaan maupun pilihan selain meningkatkan ambisi pengendalian perubahan iklim,” kata Wapres Jusuf Kalla dalam pidato singkatnya pada Climate Action Summit di General Assembly Hall, melalui keterangan tertulis, Selasa (24/9/2019).
“Dalam menghadapi kenyataan ini, aksi iklim harus konkrit dan realistis,” lanjut dia.
Wapres memaparkan Indonesia telah melakukan berbagai langkah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Hal itu diwujudkan Indonesia dengan meluncurkan Low Carbon Development Initiative (LCDI).

Selain itu, Wapres memaparkan, Indonesia juga telah mengintensifkan aksi iklimnya, melalui solusi nerbasis alam, dengan merestorasi 2 juta hektar lahan gambut.
Lalu, Indonesia menargetkan merehabilitasi 12 juta hektar lahan kritis yang akan selesai pada 2030, serta melestarikan secara intensif daerah bakau dan pesisir.
Wapres melanjutkan, pengendalian akibat perubahan iklim juga dilakukan melalui transisi energi dengan menghapus subsidi bahan bakar fosil, menetapkan kebijakan biodiesel, dan membangun kilang bahan bakar hijau.
Bahkan, lanjut Wapres, Indonesia akan membentuk sebuah fasilitas khusus pendanaan lingkungan untuk menunjang program pengendalian akibat perubahan iklim dan mendukung program lingkungan lainnya.
“Kami mendorong peningkatan dukungan pendanaan dan transfer teknologi serta energi terbarukan yang terjangkau dan dapat diakses. Kami juga mengundang mitra internasional untuk bergabung dalam BLU Dana Lingkungan,” lanjut dia mengatakan.(*)