Demonstran Desak 10 Tuntutan Terkait Reklamasi Pantai Cilallang Majene
Mereka berunjuk rasa menuntut proyek reklamasi, pembangunan penahan ombak di Pantai Cilallang, Kelurahan Pangaliali, Banggae.
Penulis: edyatma jawi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, MAJENE - Puluhan masyarakat bersama Aliansi Selamatkan Nelayan dan Pesisir (ASNP) mendatangi Kantor Bupati Majene, Jumat (23/8/2019).
Mereka berunjuk rasa menuntut proyek reklamasi, pembangunan penahan ombak di Pantai Cilallang, Kelurahan Pangaliali, Banggae.
Aliansi yang dimotori mahasiswa dan pemuda berorasi di depan kantor Bupati Majene. Masyarakat nelayan yang ikut aksi juga menyampaikan tuntutan dihadapan pejabat Pemkab Majene.
Aksi demonstrasi ini buntut reklamasi di Pantai Cilallang hingga Tanangan, sepanjang 380 meter.
Proyek dari Balai Besar Sungai Sulawesi Wilayah III yang menelan anggaran Rp 7,4 miliar itu dinilai menyusahkan nelayan.
Massa hendak menemui pimpinan tertinggi Pemkab Majene untuk menyampaikan tuntutannya. Namun Bupati Majene, Fahmi Massiara dan Wakilnya Lukman sedang berada di luar daerah.
Demonstran hanya disambut sejumlah pejabat Pemkab Majene. Termasuk Asisten II, Djazuli Muchtar.
Koordinator ASNP, Muhlis sangat menyayangkan, kedua pucuk pimpinan di Majene ini tak berada di kantornya. Kondisi itu menyebabkan tuntutan masyarakat tak terakomodir.
"Kami belum dapat hasil yang memuaskan, karena bupati dan wakil bupati tidak berada di kantor. Jadi pihak yang mewakili tadi seolah-olah takut mengambil keputusan," ucap mahasiswa UMI Makassar ini.
Kata Muchlis, terdapat sepuluh tuntutan yang ingin disampaikan demonstran.
Diantaranya, penyegelan proyek reklamasi, pembangunan penahan ombak di wilayah yang terlanjur direklamasi, pembuatan tangga di tanggul yang berjarak 20 meter.
Selain itu, aliansi menuntut ganti rugi kapal nelayan yang rusak akibat reklamasi, serta ganti rugi atas dampak lainnya yang dialami nelayan.
Mereka juga menuntut, Pemkab Majene melaksanakan UU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan, pembudi daya ikan dan petambak garam. Serta menggugat Perda Sulbar Nomor 6 Tahun 2016 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
"Perda RZWP3K kami gugat karna bisa menjadi legitimasi pengesahan proyek reklamasi. Apalagi perda ini tumpang tindih dengan peraturan perundang-undangan yang lain," ucapnya.
"Tumpang tindih juga sama Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil," sambungnya.