Pemilihan BPD di Majene Ditengarai Cacat Hukum
Proses pemilihan ini telah selesai. Sebanyak 333 ketua dan anggota BPD dari 52 desa dilantik di Boyang Assamalewuang Majene, 17 Juli lalu.
Penulis: edyatma jawi | Editor: Ansar
TRIBUN-TIMUR.COM, MAJENE -- Beberapa waktu lalu digulirkan pemilihan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) serentak di 53 desa se Kabupaten Majene, Sulawesi Barat (Sulbar).
Proses pemilihan ini telah selesai. Sebanyak 333 ketua dan anggota BPD dari 52 desa dilantik di Boyang Assamalewuang Majene, 17 Juli lalu.
Menyusul pelantikan terpisah sembilan anggota BPD Kabiraan, Kecamatan Ulumanda di aula Kantor Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Majene, 19 Agustus 2019.
Penampilan Terbaru Istri Ahok, Puput Nastiti Devi, Bikin Pangling, Veronica Tan Tulis Punya Hati
TRIBUNWIKI: L Infinite Disebut Jiplak Surat Undur Diri dari Seohyun, Siapa Seohyun? Ini Profilnya
VIRAL di WhatsApp (WA) Surat Terakhir Lia Yulrifa Mahasiswi Aceh yang Gantung Diri di Rumah Kos
Tahapan pemilihan hingga pelantikan telah usai. BPD dari 53 desa ini pun mulai bekerja untuk masa jabatan 2019-2025.
Namun proses ini masih menyisakan kontroversi dan tanda tanya besar.
Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HmI) Cabang Majene, Irfan Pasewang menilai terdapat kekeliruan yang sangat mendasar pada tahapan pemilihan BPD.
Menurutnya, proses pemilihan ini cacat hukum. Sebab aturan yang digunakan tidak relevan.
DPMD sebagai panitia pemilihan tingkat kabupaten menjadikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2015 sebagai rujukan pelaksanaan pemilihan.
Perda tentang BPD tersebut menjadi dasar penentuan syarat calon anggota BPD hingga pelaksanaan pemilihan.
Kata Irfan, perda tersebut tak lagi relevan dan tidak dapat diberlakukan.
Sebab Pemerintah pusat telah mengeluarkan regulasi baru yakni Permendagri 110 Tahun 2016 tentang BPD.
Penampilan Terbaru Istri Ahok, Puput Nastiti Devi, Bikin Pangling, Veronica Tan Tulis Punya Hati
TRIBUNWIKI: L Infinite Disebut Jiplak Surat Undur Diri dari Seohyun, Siapa Seohyun? Ini Profilnya
VIRAL di WhatsApp (WA) Surat Terakhir Lia Yulrifa Mahasiswi Aceh yang Gantung Diri di Rumah Kos
"Mestinya setelah Permendagri 110 Tahun 2016 keluar, Perda Majene Nomor 5 Tahun 2015 ini tak lagi diberlakukan," ujar Irfan, Kamis (22/8/2019).
Irfan menyebutkan, antara perda dan permendagri terdapat perbedaan dalam persyaratan calon BPD.
Satu diantaranya persyaratan dapat membaca Alquran bagi yang beragama Islam.
Perda Nomor 5 Tahun 2015, pasal 8 huruf H menyebutkan, persyaratan calon BPD harus dapat membaca Alquran bagi yang beragama Islam.
Sementara pada Pasal 13, Permendagri 110 tak memuat persyaratan tersebut. Itu artinya Perda Majene tak sesuai atau bertentangan dengan Permendagri.
Irfan menegaskan, jika peraturan bertentangan dengan aturan yang lebih diatas maka otomatis batal demi hukum.
Begitupun halnya Perda Nomor 5 Tahun 2015 yang mestinya tak relevan lagi digunakan setelah terbitnya Permendagri 110 Tahun 2016.
"Jadi sangat keliru dan cacat hukum jika Perda Nomor 5 Tahun 2015 digunakan sebagai rujukan proses pemilihan BPD di Majene," tegasnya.
Jika regulasi yang digunakan tak relevan, hemat Irfan, seluruh tahapan pemilihan BPD juga cacat hukum. Dengan demikian, pemilihan dan pelantikan BPD di 53 desa itu batal demi hukum.
Selain cacat hukum, lanjutnya, penggunaan Perda Nomor 5,l juga menimbulkan permasalahan di beberapa desa.
Contohnya di Desa Onang, Kecamatan Tubo Sendana.
Pemilihan BPD Onang terpaksa diulang. Lantaran pada pemilihan awal, terpilih calon BPD yang tidak dapat membaca Alquran.
Irfan mengatakan, panitia pemilihan BPD Onang menggugurkan seorang calon terpilih tersebut lalu melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
"Itu atas dasar rekomendasi dari Dinas PMD," katanya.
Hal berbeda justru terjadi di Desa Tammerodo, Kecamatan Tammerodo Sendana. Kata Irfan, di desa tersebut, terpilih anggota BPD yang tak dapat membaca Alquran.
Namun, panitia setempat tak menggulirkan PSU.
"Inilah keanehan dan kesimpangsiuran lantaran penggunaan regulasi yang keliru," ujarnya.
Kabid Pemerintahan Desa DPMD Majene, Sugiarto tak menyangkal jika pemilihan BPD merujuk pada Perda Nomor 5 Tahun 2015. Sebab tidak ada perda lain yang mengatur tentang pemilihan BPD.
"Karena sampai saat ini masih itu (Perda Nomor 5 Tahun 2015) yang digunakan sebelum perda yang baru, muncul," jelas Sugiarto.
Namun Sugiarto juga membenarkan jika ketentuan persyaratan dalam perda tersebut bertentangan dengan Permendagri 110.
Khususnya persyaratan calon harus dapat membaca Alquran bagi yang beragama Islam.
Hal itu diketahui setelah dilakukan harmonisasi peraturan Pemkab dan DPRD Majene ke Kanwil Kemenkumham Sulbar.
"Sebelum adanya harmonisasi itu, terkait persyaratan itu (Syarat Baca Alquran) masih menjadi dasar pada saat proses," ujarnya.
"Nanti setelah pelantikan, setelah adanya itu hasil harmonisasi baru dikeluarkan yang mengatur persyaratan membaca Alquran, itu dianggap bertentangan jadi tidak bisa digunakan," sambungnya.
Ia menegaskan, proses pemilihan BPD di Majene tetap berjalan sah.
Perda masih relevan digunakan lantaran belum diterbitkan perda baru yang mengatur tentang BPD. (Tribun Majene.com)
Laporan Wartawan Tribun Timur, @edyatmajawi
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur:
Silakan Subscribe Youtube Tribun Timur: