Putra Mahkota Kerajaan Lampung Hadiri Perayaan Gaukang Tu Bajeng
Bungung Barania sumur merupakan kebanggaan masyarakat Kecamatan Bajeng, sebagai salah satu destinasi wisata sejarah.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Sudirman

TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA - Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-74 Gaukang Tu Bajeng, turut diwarnai dengan prosesi mandi pada Bungung Barania.
Bungung Barania sumur merupakan kebanggaan masyarakat Kecamatan Bajeng, sebagai salah satu destinasi wisata sejarah.
Kehadirannya diyakani telah hadir sejak ratusan tahun yang lalu, sebagai tempat permandian Raja Bajeng dan para pasukan pemberani.
Pemerintah Gulirkan Wacara Seleksi PTN Digelar Sebelum Ujian Nasional, Siswa Ramai-ramai Buat Petisi
Warunk Upnormal Hadirkan Menu Baru, Varian Coffee dan Crispy Chicken Mulai Rp 10 ribu
UNM Resmikan 7.120 Mahasiswa Baru dan Deklarasi Tolak Radikalisme, Ini Penjelasan Prof Husain Syam
Pansus Bacakan 104 Halaman Draf Hasil Laporan Pemeriksaan Angket
Sebagai tanda penghormatan, putra Mahkota Kesultanan Kerajaan Lampung diberi kesempatan mandi pada sumur kebanggaan masyarakat Bajeng ini.
Putra mahkota Kerajaan Lampung ini bernama Pangeran Alprinse Syah Pernong. Dia hadir sebagai tamu kehormatan perayaan HUT Gaukang Tu Bajeng, Rabu (14/8/2019) kemarin.
Ia memiliki gelar Iterassa Makkulauw Bassi Karaeng Barania ri Polong Bangkeng. Ia mendampingi ayahnya, Pangeran Edward Syah Pernong.
Anggota Keluarga Besar Tubajeng, Ahmad Pidris Zain mengisahkan, Bungung Barania dimanfaatkan sebagai permandian para pasukan Bajeng.
Nama Bungung Barania berasal dari bahasa Makassar yang terdiri dari dua suka kata. Bungung bermakna sumur, sementara Barania bermana pemberani.
Laskar Lipang Bajeng, kelompok pemberontak terhadap penjajah, mengawali peperangan dengan mandi di sumur Bungung Barania ini.
"Masyarakat meyakini, mandi di sumur itu akan memberikan keberanian dan kekebalan," kata Pidris kepada Tribun, Kamis (15/8/2019).
Dari aspek persenjataan, Laskar Lipan Bajeng memang kalah dengan tentara penjajah yang memakai senapan dan senjata api.
Laskar Lipang Bajeng ini, hanya memakai peralatan perang tradisional, yakni badik, tombak, dan parang.
Meski demikian, kata Pidris, Laskar Lipang Bajeng itu berani dan tak takut. Ketika hendak pergi ke medan perang, mereka terlebih dahulu mandi di Bungung Barania.
Hanya beberapa pasukan yang memiliki senjata api hasil rampasan dari Belanda ketika itu.
Pidris menegaskan, masyarakat Bajeng memiliki semangat perjuanganan. Mereka menolak tunduk dan patuh kepada penjajah.