Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Hamengkubuwono IX Bapak Pramuka Indonesia, Ini Profilnya

Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973 dan 1978.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
Tribun Jogja Kolase
Sri Sultan Hamengkubuwono IX 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Setiap tanggal 14 Agustus diperingati sebagai Hari Pramuka di Indonesia.

Momen perayaan hari Pramuka biasanya dirangkaikan dengan hari Kemerdekaan Indonesia yakni 17 Agustus.

Di mana waktunya hanya berselang tiga hari saja.

Biasanya, pada malam hari akan ada kegiatan tabtu obor dan juga malam renungan berziarah ke makam pahlawan masing-masing daerah yang ada di Indonesia.

Dilansir dari Tribunnews, Pramuka merupakan singkatan dari Praja Muda Karana yang dibentuk pada tahun 1961.

Berawal tahun 1961, Presiden Soekarno memerintahkan penggabungan semua organisasi kepanduan dalam satu wadah.

Rencana tersebut untuk menyatukan berbagai organisasi gerakan pemuda yang ada di Indonesia.

Untuk mewujudkan ini, dibentuklah panitia yang terdiri dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Dr. Prijono, Achmadi, Moeljadi Djojomartono, dan Dr. Azis Saleh.

Dari kepanitiaan tersebut, terbit Keppres Nomor 109 Tahun 1961 tertanggal 31 Maret 1961.

Pembuatan Keppres Nomor 109 Tahun 1961 tertanggal 31 Maret 1961menimbulkan kontroversi karena tidak melibatkan Hamengkubuwono IX, Azis Saleh, dan Moeljadi Djojomartono.

Ada dugaan, pembuatan Keppres Nomor 109 Tahun 1961 juga bermuatan ideologi komunis karena peran Prijono dan Achmadi yang saat itu dituding beraliran komunis.

Dr. Azis Saleh yang mengetahui hal tersebut bergegas menemui Soekarno dan menjelaskan permasalahan Keppres yang ternyata sudah ditandatangani Soekarno.

Soekarno yang mendengar hal tersebut, segera memerintahkan untuk tidak menerbitkan Keppres tersebut dan menggantinya dengan Keppres No 238 tahun 1961.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX didaulat sebagai Bapak Pramuka.

Profil

Dilansir dari wikipedia, Gusti Raden Mas Dorodjatun atau Sri Sultan Hamengkubuwono IX adalah seorang Sultan yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta (1940–1988) dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama setelah kemerdekaan Indonesia.

Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973 dan 1978.

Ia juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka.

Biografi

Lahir di Yogyakarta dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun di Ngasem, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan permaisuri Kangjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara.

Di umur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya.

Dia memperoleh pendidikan di Europeesche Lagere School di Yogyakarta.

Pada tahun 1925 ia melanjutkan pendidikannya ke Hoogere Burgerschool di Semarang, dan Hoogere Burgerschool te Bandoeng - HBS Bandung.

Pada tahun 1930-an ia berkuliah di Rijkuniversiteit (sekarang Universiteit Leiden), Belanda ("Sultan Henkie").

Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar "Ngarsa Dalem Sampéyan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwono Sénapati ing Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga ing Ngayogyakarta Hadiningrat".

Ia merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat "Istimewa".

Sebelum dinobatkan, Sultan yang berusia 28 tahun bernegosiasi secara alot selama 4 bulan dengan diplomat senior Belanda Dr. Lucien Adam mengenai otonomi Yogyakarta.

Pada masa Jepang, Sultan melarang pengiriman romusha dengan mengadakan proyek lokal saluran irigasi Selokan Mataram.

Sultan bersama Paku Alam IX adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri ke Republik Indonesia.

Sultan pulalah yang mengundang Presiden untuk memimpin dari Yogyakarta setelah Jakarta dikuasai Belanda dalam Agresi Militer Belanda I.

Sultan Hamengkubuwono IX tercatat sebagai Gubernur terlama yang menjabat di Indonesia antara 1945-1988 dan Raja Kesultanan Yogyakarta terlama antara 1940-1988.

Dukungan pada Republik Indonesia

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, keadaan perekonomian sangat buruk.

Kas negara kosong, pertanian dan industri rusak berat akibat perang.

Blokade ekonomi yang dilakukan Belanda membuat perdagangan dengan luar negeri terhambat.

Kekeringan dan kelangkaan bahan pangan terjadi di mana-mana, termasuk di Yogyakarta.

Oleh karena itu, untuk menjamin agar roda pemerintahan RI tetap berjalan, Sultan Hamengkubuwono IX menyumbangkan kekayaannya sekitar 6.000.000 Gulden, baik untuk membiayai pemerintahan, kebutuhan hidup para pemimpin dan para pegawai pemerintah lainnya.

Setelah Perundingan Renville, pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda melakukan Agresi Militer yang ke-2.

Sasaran penyerbuan adalah Ibu kota Yogyakarta.

Selanjutnya pada tanggal 22 Desember 1948 Presiden Sukarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Sutan Syahrir dan para pembesar lainnya di tangkap Belanda dan diasingkan ke Pulau Bangka.

Sementara itu, Sultan Hamengkubuwono IX tidak ditangkap karena kedudukannya yang istimewa, dikhawatirkan akan mempersulit keberadaan Belanda di Yogyakarta.

Selain itu, waktu itu Belanda sudah mengakui Yogyakarta sebagai kerajaan dan menghormati kearifan setempat.

Akan tetapi, Sultan menolak ajakan Belanda untuk bekerja sama dengan Belanda.

Untuk itu, Sultan Hamengkubuwono IX menulis surat terbuka yang disebarluaskan ke seluruh daerah Yogyakarta.

Dalam surat itu dikatakan bahwa Sultan "meletakkan jabatan" sebagai Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pengunduran diri Sultan kemudian diikuti oleh Sri Paku Alam.

Hal ini bertujuan agar masalah keamanan di wilayah Yogyakarta menjadi beban tentara Belanda.

Selain itu dengan demikian, Sultan tidak akan dapat diperalat untuk membantu musuh.

Sementara itu, secara diam-diam Sultan membantu para pejuang RI, dengan memberikan bantuan logistik kepada para pejuang, pejabat pemerintah RI dan orang-orang Republiken.

Bahkan di lingkungan keraton, Sultan memberikan tempat perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI.

Pada Februari 1949, dengan bantuan kurir, Sultan menghubungi Panglima Besar Sudirman untuk meminta persetujuannya melaksanakan serangan umum terhadap Belanda.

Setelah mendapat persetujuan Panglima Sudirman, Sultan langsung menghubungi Letkol Soeharto untuk memimpin serangan umum melawan Belanda di Yogyakarta.

Serangan ini berhasil menguasai Yogyakarta selama sekitar enam jam.

Kemenangan ini penting untuk menunjukkan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia masih terus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaannya.

Sesuai dengan hasil Perundingan Roem-Royen, maka pasukan Belanda harus ditarik dari daerah Yogyakarta.

Pihak Belanda minta jaminan keamanan selama penarikan itu berlangsung.

Untuk itu, Presiden Sukarno mengangkat Sri Sultan sebagai penanggung jawab keamanan dan tugas itu dilaksanakannya dengan baik.

Pada tanggal 27 Desember 1949 ketika di Belanda berlangsung penyerahan kedaulatan, maka di Istana Rijkswik (Istana Merdeka) Jakarta, juga terjadi penyerahan kedaulatan dari Wakil Tinggi Mahkota Belanda kepada Pemerintah RIS.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX kembali mendapatkan kepercayaan untuk menerima penyerahan kedaulatan itu sebagai wakil dari pemerintahan RIS.

Serangan Umum 1 Maret 1949

Peranan Sultan Hamengkubuwono IX dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 oleh TNI masih tidak sinkron dengan versi Soeharto.

Menurut Sultan, ialah yang melihat semangat juang rakyat melemah dan menganjurkan serangan umum.

Sedangkan menurut Suharto, ia baru bertemu Sultan malah setelah penyerahan kedaulatan.

Sultan menggunakan dana pribadinya (dari istana Yogyakarta) untuk membayar gaji pegawai republik yang tidak mendapat gaji semenjak Agresi Militer ke-2.

Sejak 1946 ia pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Sukarno.

Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin.

Pada tahun 1973 ia diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, ia menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan.

Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN.

Ia ikut menghadiri perayaan 50 tahun kekuasaan Ratu Wilhelmina di Amsterdam, Belanda pada tahun 1938.

Bapak Pramuka Indonesia

Sejak usia muda Hamengkubuwono IX telah aktif dalam organisasi pendidikan kepanduan.

Menjelang tahun 1960-an, Hamengkubuwono IX telah menjadi Pandu Agung (Pemimpin Kepanduan).

Pada tahun 1961, ketika berbagai organisasi kepanduan di Indonesia berusaha disatukan dalam satu wadah, Sri Sultan Hamengkubuwono IX memiliki peran penting di dalamnya.

Presiden RI saat itu, Sukarno, berulang kali berkonsultasi dengan Sri Sultan tentang penyatuan organisasi kepanduan, pendirian Gerakan Pramuka, dan pengembangannya.

Pada tanggal 9 Maret 1961, Presiden Sukarno membentuk Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka.

Panitia ini beranggotakan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Prijono (Menteri P dan K), Dr.A. Azis Saleh (Menteri Pertanian), dan Achmadi (Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa).

Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka dan terbitnya Keputusan Presiden RI Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961.

Pada tanggal 14 Agustus 1961, yang kemudian dikenal sebagai Hari Pramuka, selain dilakukan penganugerahan Panji Kepramukaan dan defile, juga dilakukan pelantikan Mapinas (Majelis Pimpinan Nasional), Kwarnas dan Kwarnari Gerakan Pramuka.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX menjabat sebagai Ketua Kwarnas sekaligus Wakil Ketua I Mapinas (Ketua Mapinas adalah Presiden RI).

Sri Sultan bahkan menjabat sebagai Ketua Kwarnas (Kwartir Nasional) Gerakan Pramuka hingga empat periode berturut-turut, yakni pada masa bakti 1961-1963, 1963-1967, 1967-1970 dan 1970-1974.

Sehingga selain menjadi Ketua Kwarnas yang pertama kali, Hamengkubuwono IX pun menjadi Ketua Kwarnas terlama kedua, yang menjabat selama 13 tahun (4 periode) setelah Letjen.

Mashudi yang menjabat sebagai Ketua Kwarnas selama 15 tahun (3 periode).

Keberhasilan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam membangun Gerakan Pramuka dalam masa peralihan dari “kepanduan” ke “kepramukaan”, mendapat pujian bukan saja dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri.

Dia bahkan akhirnya mendapatkan Bronze Wolf Award dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) pada tahun 1973.

Bronze Wolf Award merupakan penghargaan tertinggi dan satu-satunya dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) kepada orang-orang yang berjasa besar dalam pengembangan kepramukaan.

Atas jasa tersebutlah, Musyawarah Nasional (Munas) Gerakan Pramuka pada tahun 1988 yang berlangsung di Dili (Ibu kota Provinsi Timor Timur, sekarang negara Timor Leste), mengukuhkan Sri Sultan Hamengkubuwono IX sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Pengangkatan ini tertuang dalam Surat Keputusan nomor 10/MUNAS/88 tentang Bapak Pramuka.

Wafat

Minggu malam 2 Oktober 1988, Sri Sultan Hamengkubuwono IX meninggal dunia di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat karena serangan jantung dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Indonesia.

Pahlawan Nasional

Hamengkubuwono IX diangkat menjadi pahlawan nasional Indonesia tanggal 8 Juni 2003 oleh presiden Megawati Sukarnoputri.

Data Diri:

Nama: Sri Sultan Hamengkubuwono IX
Nama Lahir: Gusti Raden Mas Dorodjatun
Lahir: 12 April 1912
Tempat Lahir: Ngasem, Ngayogyakarta Hadiningrat
Wafat: Washington, D.C., Amerika Serikat , 2 Oktober 1988
Pemakaman: Astana Saptorenggo, Imogiri, Yogyakarta
Wangsa: Mataram
Nama takhta: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman Sayidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sanga
Ayah: Sultan Hamengkubuwono VIII
IbuL: Raden Ajeng Kustilah
Agama: Islam
Karier militer:
Dinas/cabang: TNI Angkatan Darat
Lama dinas: 1945–1953
Pangkat Pdu: Letnan Jenderal
Perang/pertempuran:
Revolusi Nasional Indonesia
Agresi Militer Belanda II
Serangan Umum 1 Maret 1949
Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil

Pendidikan

  1. Taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer di Bintaran Kidul
  2. Eerste Europeesche Lagere School di Yogyakarta (1925)
  3. Hoogere Burgerschool (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan Bandung (1931)
  4. Rijkuniversiteit Leiden, jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi

Jabatan

  1. Kepala dan Gubernur Militer Daerah Istimewa Yogyakarta (1945)
  2. Menteri Negara pada Kabinet Sjahrir III (2 Oktober 1946 – 27 Juni 1947)
  3. Menteri Negara pada Kabinet Amir Sjarifuddin I dan II (3 Juli 1947 – 11 November 1947 dan 11 November 1947 – 28 Januari 1948)
  4. Menteri Negara pada Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 – 4 Agustus 1949)
  5. Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri pada Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 – 20 Desember 1949)
  6. Menteri Pertahanan pada masa RIS (20 Desember 1949 – 6 September 1950)
  7. Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Natsir (6 September 1950 – 27 April 1951)
  8. Ketua Dewan Kurator Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1951)
  9. Ketua Dewan Pariwisata Indonesia (1956)
  10. Ketua Sidang ke 4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan Ketua Pertemuan Regional ke 11 Panitia Konsultatif Colombo Plan (1957)
  11. Ketua Federasi ASEAN Games (1958)
  12. Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (5 Juli 1959)
  13. Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata (1963)
  14. Menteri Koordinator Pembangunan (21 Februari 1966)
  15. Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi 11 (Maret 1966)
  16. Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1968)
  17. Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia/KONI (1968)
  18. Ketua Delegasi Indonesia di Konferensi Pasific Area Travel Association (PATA) di California, Amerika Serikat (1968)
  19. Wakil Presiden Indonesia (25 Maret 1973 – 23 Maret 1978)

Sumber berita: https://www.tribunnews.com/nasional/2019/08/14/sejarah-hari-pramuka-14-agustus-dengan-fakta-faktanya?page=2
Foto: | profilbos- Tribun Jogja Kolase
Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved