Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Monas Jadi Simbol Jakarta dan Indonesia, Ini Sejarah Berdirinya
Lidah api atau obor ini berukuran tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter terdiri dari 77 bagian yang disatukan.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Monumen Nasional atau lebih dikenal dengan Monas, sepertinya sudah menjadi ikon Indonesia khususnya Jakarta.
Monas menjadi objek dokumentansi siapa saja yang ingin mengabadikan momen saat berada di Ibu Kota Indonesia itu.
Nah bagaimana kah sejarah berdirinya Monas?
Dilansir dari wikipedia, Monumen Nasional atau yang populer disingkat dengan Monas atau Tugu Monas adalah monumen peringatan setinggi 132 meter (433 kaki) yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat Indonesia untuk merebut kemerdekaan dari pemerintahan kolonial Hindia Belanda.
Pembangunan monumen ini dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 di bawah perintah presiden Sukarno dan dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975.
Tugu ini dimahkotai lidah api yang dilapisi lembaran emas yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala-nyala.
Monumen Nasional terletak tepat di tengah Lapangan Medan Merdeka, Jakarta Pusat.
Sejarah
Setelah pusat pemerintahan Republik Indonesia kembali ke Jakarta setelah sebelumnya berkedudukan di Yogyakarta pada tahun 1950.
Menyusul pengakuan kedaulatan Republik Indonesia oleh pemerintah Belanda pada tahun 1949, Presiden Soekarno mulai merencanakan pembangunan sebuah Monumen Nasional yang setara dengan Menara Eiffel di lapangan tepat di depan Istana Merdeka.
Pembangunan Tugu Monas bertujuan mengenang dan melestarikan perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945, agar terus membangkitkan inspirasi dan semangat patriotisme generasi penerus bangsa.
Pada tanggal 17 Agustus 1954, sebuah komite nasional dibentuk dan sayembara perancangan Monumen Nasional digelar pada tahun 1955.
Terdapat 51 karya yang masuk, akan tetapi hanya satu karya yang dibuat oleh Frederich Silaban yang memenuhi kriteria yang ditentukan komite, antara lain menggambarkan karakter bangsa Indonesia dan dapat bertahan selama berabad-abad.
Sayembara kedua digelar pada tahun 1960 tetapi sekali lagi tak satupun dari 136 peserta yang memenuhi kriteria.
Ketua juri kemudian meminta Silaban untuk menunjukkan rancangannya kepada Soekarno.