Mbah Moen Meninggal Dunia
Meninggal Dunia di Makkah, Ini 5 Fakta Mbah Moen,Ulama dan Politisi yang Disegani Jokowi dan Prabowo
KH Maimun Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen meninggal dunia di Makkah saat menunaikan ibadah haji, Selasa (6/8/2019).
TRIBUN-TIMUR.COM-Tokoh Nahdlatul Ulama, KH Maimun Zubair atau yang akrab disapa Mbah Moen meninggal dunia di Makkah saat menunaikan ibadah haji, Selasa (6/8/2019).
Kabar ini pun dibenarkan Ketua Umum Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU), Ali Masykur Musa.
"Saya dapat informasi dari Gus Rozin, staf istana yang ada di Makkah,"katanya dikutip dari Kompas.com.
Mbah Moen adalah salah satu ulama besar di Indonesia. Bahkan, menjadi ulama yang disegani Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
Baca: KH Maimun Zubair atau Mbah Moen Meninggal Dunia, Sempat Akan Hadiri Pertemuan NU Sedunia
Baca: INNALILLAH Kiai Kharismatik KH Maimoen Zubair Disegani Jokowi dan Prabowo Meninggal Dunia di Mekah

Hal tersebut terlihat saat jelang Pilpres 2019, Jokowi dan Prabowo tak lupa bersilaturahmi ke pondok pesantren Mbah Moen.
Sebelum berangkat haji, Mbah Maimun (Maimoen) sempat mendatangi kediaman Megawati Soekarnoputri, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Sabtu 27 Juli 2019.

Saat itu, Ketua Majelis Syariah PPP itu ditemani putranya yang juga Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin Maimoen.
Kepada Megawati, Mbah Moen menjelaskan kedatangannya hendak bersilaturahim sebelum pergi menunaikan ibadah haji. Dia berangkat ke Mekah pada Minggu 28 Juli 2019.
"Hanya silaturahim dan pamitan karena mau naik haji hari Minggu ke Tanah Suci. Itulah namanya persaudaraan yang hangat di antara beliau berdua," kata Wasekjen PDI-P, Eriko Sotarduga.
Meninggal dunia di Makkah, inilah fakta-fakta tentang Mbah Moen:
1. Meninggal di Usia 90 Tahun
Mbah Moen meninggal di usia 90 tahun. Ia lahir di Rembang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1928.
Artinya, Mbah Moen lahir tepat saat peristiwa Sumpah Pemuda terjadi.
2. Ulama dan Politisi
Selain disegani sebagai ulama dari tokoh Nahdlatul Ulama, Mbah Moen juga adalah seorang politisi.
Mbah Moen adalah pimpinan Pondok Pesantren Al Nawar, Sarang, Rembang.
Ia juga merupakan Ketua Majelis Syariah Partai Persatuan Pembangunan hingga wafat.
Mbah Moen pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun.
Setelah berakhirnya masa tugas, ia mulai berkonsentrasi mengurus pondok pesantrennya.
Namun, rupanya tenaga dan pikiran ia masih dibutuhkan oleh negara sehingga ia diangkat menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah selama tiga periode.

3. Ayah dari Wagub Jateng
Mbah Moen merupakan ayah dari Wakil Gubernur Jawa Tengah pada saat ini, Taj Yasin Maimoen.
Semasa hidupnya, Mbah Moen menikah dengan Fahimah (wafat pada tahun 2011) dan Heni Maryam.
Mbah Moen meninggalkan 10 putra-putri, yakni Gus Najih, Abdullah Ubab, Gus Abdul Ghofur, Gus Abdur Rouf, Sobihah, Majid Kamil, Gus Muhammad Wafi, Rodhiyah, Gus Yasin, dan Gus Idror.
4. Jadi Rujukan Fikih
Selama ini, Mbah Moen merupakan rujukan ulama Indonesia, dalam bidang fiqh.
Hal ini, karena Mbah Moen menguasai secara mendalam ilmu fikih dan ushul fikih.
Mbah Moen merupakan kawan dekat dari Kiai Sahal Mahfudh, yang sama-sama santri kelana di pesantren-pesantren Jawa, sekaligus mendalami ilmu di tanah Hijaz.
Kiai sepuh ini, mengasuh pesantren al-Anwar, Sarang, Rembang, Jawa Tengah.
Mbah Moen merupakan putra dari Kiai Zubair, Sarang, seorang alim dan faqih.
5. Pendidikan
Ia merupakan murid dari Syaikh Saíd al-Yamani serta Syaikh Hasan al-Yamani al-Makky.
Kedalaman ilmu dari orang tuanya, menjadi basis pendidikan agama Kiai Maimun Zubair sangat kuat.
Kemudian, ia meneruskan mengajinya di Pesantren Lirboyo, Kediri, di bawah bimbingan Kiai Abdul Karim.
Selain itu, selama di Lirboyo, ia juga mengaji kepada Kiai Mahrus Ali dan Kiai Marzuki.
Pada umur 21 tahun,Mbah Moen melanjutkan belajar ke Makkah Mukarromah.
Perjalanan ini, didampingi oleh kakeknya sendiri, yakni Kiai Ahmad bin Syuáib.
Di Makkah, Mbah Moen mengaji kepada Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki, Syekh al-Imam Hasan al-Masysyath, Sayyid Amin al-Quthbi, Syekh Yasin Isa al-Fadani, Syekh Abdul Qodir al-Mandaly dan beberapa ulama lainnya.
Mbah Moen juga meluangkan waktunya untuk mengaji ke beberapa ulama di Jawa, di antaranya Kiai Baidhowi, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai Bisri Musthofa (Rembang), Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Muslih Mranggen (Demak), Kiai Abdullah Abbas Buntet (Cirebon), Syekh Abul Fadhol Senori (Tuban), dan beberapa kiai lain.
Mbah Moen juga menulis kitab-kitab yang menjadi rujukan santri. Di antaranya, kitab berjudul al-Ulama al-Mujaddidun.
Selepas kembali dari tanah Hijaz dan mengaji dengan beberapa kiai, Mbah Moen kemudian mengabdikan diri untuk mengajar di Sarang, di tanah kelahirannya.
Pada 1965, Mbah Moen kemudian istiqomah mengembangkan Pesantren al-Anwar Sarang.
Pesantren ini, kemudian menjadi rujukan santri untuk belajar kitab kuning dan mempelajari turats secara komprehensif.
Selama hidupnya, Mbah Moen memiliki kiprah sebagai penggerak.
Ia pernah menjadi anggota DPRD Rembang selama tujuh tahun.
Selain itu, beliau juga pernah menjadi anggota MPR RI utusan Jawa Tengah.
Kini, karena kedalaman ilmu dan kharismanya, Kiai Maimun Zubair diangkat sebagai Ketua Dewan Syuro Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Politik dalam diri Mbah Moen bukan tentang kepentingan sesaat, akan tetapi sebagai kontribusi untuk mendialogkan Islam dan kebangsaan.
Demikianlah, Mbah Moen merupakan seorang faqih sekaligus muharrik, pakar fiqh sekaligus penggerak.
Data Diri
Nama lengkap: Kyai Haji Maimun Zubair
Nama lainnya: Mbah Moen
Tempat, tanggal lahir: Rembang, Jawa Tengah, 28 Oktober 1928
Istri:
1. Hj Fahimah
2. Nyai Hj Masthi'ah
Anak bersama Hj Fahimah
- 4 orang meninggal
– KH Abdullah Ubab
- KH Muhammad Najih
- Neng Shobihah
Anak bersama Nyai Hj Masthi'ah
- KH Majid Kamil
- Gus Ghofur
- Gus Ro'uf
- Gus Wafi
- Gus Yasin
- Gus Idror
- Neng Shobihah
- Neng Rodhiyah
Follow akun instagram Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mbah Maimun Zubair Meninggal Dunia Saat Ibadah Haji di Mekah", https://regional.kompas.com/read/2019/08/06/09234901/mbah-maimun-zubair-meninggal-dunia-saat-ibadah-haji-di-mekah.
Penulis : Farid Assifa
Editor : Ana Shofiana Syatiri