Pengurus Sinode PPGTM Mamasa Nilai THM Bisa Jadi Pemicu Kekerasan Perempuan dan Anak
Demikian diungkapkan Bendahara Persekutuan Pemuda Sinode Gereja Toraja Mamasa (PPGTM) Tati Rumba, Kamis (1/8/2019) siang.
Penulis: Semuel Mesakaraeng | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUNMAMASA.COM, MAMASA - Tempat Hiburan Malam (THM) di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat danggap sebagai ancaman kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Demikian diungkapkan Bendahara Persekutuan Pemuda Sinode Gereja Toraja Mamasa (PPGTM) Tati Rumba, Kamis (1/8/2019) siang.
Hal itu diungkap Tati Rumba pada sosialisasi tindak pencegahan dan pengamanan kasus kekerasan perempuan dan anak yang digelar Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak, di gedung PKK setempat.
Menurut dia, THM dapat menjadi ancaman apabila mempekerjakan wanita-wanita penghibur, apa lagi jika THM dijadikan sebagai tempat prostitusi.
Dia menjelaskan, dampak dari THM bisa mengakibatkan hal fatal bagi orang yang berumah tangga.
Kendati tidak, menurut dia, jika kaum lelaki berumah tangga yang sering keluyuran di THM hingga larut malam dapat berdampak buruk bagi istri dan anaknya.
" Kalau bapak-bapak dalam pengaruh alkohol biasa emosionalnya lebih tinggi, kalau sudah begitu maka istri bisa jadi pelampiasan emosi," katanya kepada Tribunmamasa.com.
Bahkan disebutkan, sudah beberapa kejadian kepala keluarga menceraikan istrinya dan meninggalkan anaknya demi menikah dengan pelayan kafe.
Selain itu, wanita-wanita penghibur atau pemandu lagi pada salah satu THM, dianggap dipekerjakan dengan melanggar etika dan moral.
Alasannya karena kebanyakan wanita-wanita yang bekerja dikafe atau THM menggunakan pakaian yang tidak layak.
"Nah kalau begitu, apakah itu bukan bagian dari kekerasan terhadap perempuan," tuturnya.
"Kalau sudah seperti itu, maka di mata masyarakat wanita itu sudah tidak baik," lanjutnya.
Dengan demikian, ia menyarakan agar perizinan pengelolaan THM makin diperketat.
Bahwa izin yang dimaksud memiliki batasan-batasan bagi THM untuk beroperasi dengan waktu yang tidak jauh malam.
"Misalnya waktunya sampai jam 10 malam dan apa yang dijual, itu yang harus diperketat," ujarnya.
Senada itu, Kepala PPA Mamasa, Festy Paotonan mengungkapkan, untuk pengelolaan kafe mestinya menjadi evaluasi bagi pemerintah.
"Seharusnya izin itu diperketat, dimana batasan-batasan yang seharusnya diberikan kepad pengelola," ungkapnya.
Apa lagi lanjut dia, jika ada kafe yang menjadi tempat prostitusi.
Seharusnya kata Festy, tidak terjadi demikian sebab hal itu bagian dari perdagangan manusia.
"Itu yang harus kita cegah sehingga izinnya harus diperketat," pungkasnya.(*)
Laporan wartawan @rexta_sammy
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: