Bertugas Selama 29 Tahun di Wilayah Perairan, Kisah Polisi Menyelamatkan Diri Usai Terjatuh di Laut
Khusus di Polres Pangkep dia juga mendapatkan penghargaan karena telah menangkap pelaku bom ikan, H Nuntung tanggal 29 Mei 2019 lalu.
Penulis: Munjiyah Dirga Ghazali | Editor: Syamsul Bahri
TRIBUNPANGKEP.COM, PANGKAJENE-- Salah seorang polisi yang mendapatkan penghargaan tertinggi di kepolisian adalah Kanit Patroli Sat Polair Polres Pangkep, Ipda Syarlys Natsir.
Pria kelahiran, Bone, 1 Juni 1968 ini mendapatkan tanda kehormatan Bintang Bhayangkara Nararya sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia/Nomor 47/Tk/Tahun 2019.
Kronologi Penangkapan Galih Ginanjar, Begini Cara Suami Barbie Kumalasari Hindari Wartawan
Deretan Nama 13 Jenderal Polisi Lolos Administrasi Calon Pimpinan KPK, Tak Ada Wakil dari TNI
Khusus di Polres Pangkep dia juga mendapatkan penghargaan karena telah menangkap pelaku bom ikan, H Nuntung tanggal 29 Mei 2019 lalu.
Kepada Tribun Timur, Jumat (12/7/2019) dia bercerita pengalamannya sebagai polisi yang bergelut di wilayah perairan sudah 29 tahun.
Suami dari Hj Sitti Rabiah ini mulai bertugas sejak tahun 1990 hingga tahun 2019.
Salah satu pengalamannya yang paling berkesan, semasa hidup ketika mengawal pelaku desructive fishing ke wilayah Malili tepatnya di Pos Malili Luwu Timur.
Waktu kejadian tahun 1998, saat itu dia masih berpangkat Briptu dan bertugas sebagai Komandan Tim Patroli Polair Polda Sulsel.
Ketiga pelaku ini kemudian dibawa dengan menggunakan kapal jolloro. Satu kapal dijaga satu polisi.
Saat itu Ipda Syarlys menjaga pelaku dengan menggunakan senjata dan pakaian patrolinya mulai pukul 06.00 Wita.
Tiba-tiba dalam perjalanan sekitar pukul 10.00 Wita pelaku menghantam kepala Ipda Syarlys hingga dirinya terjatuh ke bawah air.
Saat itu, kepalanya luka dan sempat ingin melawan tetapi, pelaku mengayuh dayung dengan sangat cepat dan meninggalkan Ipda Syarlys di tengah laut sendirian.
Usai ditinggalkan, Ipda Syarlys terus saja berusaha menyelamatkan diri dengan cara berenang sesuai kemampuannya.
Ombak bersahabat saat itu, tenang sehingga memudahkan Ipda Syarlys berenang tanpa pelampung.
Senjata masih dipelukannya, sedangkan badannya masih lengkap memakai pakaian tugas patroli.
Berselang 15 menit kemudian, dia merasa tubuhnya agak berat, dia lalu membuka semua pakaian luarnya karena dirinya hampir saja tenggelam.
Senjatanya yang sedari tadi dipeluk, dia turunkan secara perlahan agar tubuhnya juga terasa ringan.
"Saat itu saya terus berenang, senjata saya lepaskan perlahan begitupun pakaian luar saya agar ringan dan memudahkan untuk berenang," ujarnya.
Setelah itu, Ipda Syarlys kembali melanjutkan berenang mencari pertolongan.
Memasuki waktu duhur belum juga ada pertolongan. Dia tidak putus asa dan terus saja berenang sesuai kemampuannya.
Ashar usai sudah, tidak ada tanda-tanda kapal lewat atau nelayan pencari ikan yang berada di tengah laut.
Malam kian dekat, tubuh Ipda Syarlys sudah lemah dan tidak mampu lagi berenang.
Dia sudah berenang delapan jam lamanya di lautan lepas mulai pukul 10.00 Wita hingga pukul 18.30 Wita.
"Saya pasrah saat itu, saya berdoa ya Allah jika saya meninggal dalam bertugas, saya ikhlas. Tetapi satu ya Allah tolong mayat saya ditemukan secepatnya oleh tim pencari," katanya lirih.
Bulir air mata Ipda Syarlys nampak tertahan. Dia berusaha kuat mengingat pengalaman yang tidak pernah bisa dilupakannya.
Usai berdoa seperti itu, Ipda Syarlys tiba-tiba melihat dari kejauhan, sekitar 1 mill ada bulatan kecil.
"Saya yakin bulatan kecil itu adalah kapal dan ternyata memang benar. Harapan hidup bangkit lagi, saya terus berenang hingga kapal itu jelas terlihat," ungkapnya.
Diapun melambaikan tangan ke arah kapal tersebut, pemilik kapal sempat melihat lambaian tangan Ipda Syarlys.
Namun respon kapal tidak ada. Ternyata saat itu, kapal tersebut rusak hingga akhirnya pemilik memancing teman-teman Syarlys yang sedang mencarinya, dengan tanda dari pemilik kapal.
Saat itu, teman-temannya menghampiri kapal tersebut, pemilik kapal lalu memberitahu kalau tidak jauh dari sini, ada seseorang yang melambaikan tangan meminta pertolongan.
Kemudian, secepatnya teman-teman Syarlys lalu menuju arah yang dimaksud.
Kondisi Syarlys saat itu sudah lemah dan tidak sanggup lagi berenang, hingga dia pingsan dan ditemukan oleh teman-temannya.
Awalnya, mereka tidak percaya kalau yang dilihatnya adalah Syarlys. Tetapi saat mengangkat kepala dan badannya ke atas kapal. Mereka percaya, kalau yang ditemukan tersebut temannya yang hilang sejak pukul 10.00 Wita.

Ipda Syarlys saat itu sudah pingsan, dia lalu bercerita pemilik kapal dan teman-temannya berusaha menyelamatkan dirinya.
"Saya sudah pingsan, teman menceritakan kalau badan saya lalu diangkat dengan posisi kepala dibawah. Lalu pemilik kapal tadi kemudian menepuk-nepuk perut hingga saya batuk. Alhamdulillah saya selamat saat itu," jelasnya.
Usai diselamatkan, dia kemudian mendapatkan perawatan medis hingga sehat kembali.
Pengalaman 29 tahun inilah yang mengantarkan Ipda Syarlys mendapatkan tanda kehormatan tertinggi tersebut.
Kepada Tribun Timur, Kasat Polair Polres Pangkep, AKP Ridwan Saenong mengaku bangga dengan personelnya.
"Saya bangga dengan pak Syarlys. Semoga pengabdian ini diberkahi Allah SWT dan laksanakan tugas dengan ikhlas demi melayani masyarakat khususnya masyarakat Kabupaten Pangkep," harapnya.
Laporan Wartawan TribunPangkep.com, @munjidirgaghazali.
Langganan Berita Pilihan
tribun-timur.com di Whatsapp
Via Tautan Ini http://bit.ly/watribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: