Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Kisah Perantau NTB di Palu, Makan Pisang dan Ambulans Misterius

Ia harus menerima kenyataan menjalani hidup di pinggiran Kota Palu dengan kondisi ekonomi yang kian menghimpit.

Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Imam Wahyudi
faiz/tribun-timur.com
Beginilah kondisi keluarga Syamsuddin, perantau asal NTB yang tinggal di Kelurahan Pantoloan, Kecamatan Tawaeli, Palu, Sulawesi Tengah 

Begitu juga dengan dapur yang hanya menggunakan atap rumbia bekas yang dipasang hanya sekadar untuk berlindung dari panas matahari.

Kondisi ini tidak begitu dikhawatirkan oleh Syamsudin bersama istri.

Ia mengaku kondisi rumah tak lebih penting dibanding memenuhi kebutuhan makan sehari-hari.

Dengan pendapatan Rp 30 ribu sekali angkut menggunakan mobil pickup, dinilai Syamsuddin belum bisa mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari.

Apalagi penghasilan itu tidak setiap hari ia dapatkan. Untung jika dalam seminggu Syamsuddin 4 kali mendapat hasil.

"Kadang ada, kadang juga tidak ada," katanya.

Pernah beberapa bulan lalu cerita Syamsuddin, mereka sekeluarga hanya bisa makan pisang yang direbus karena tak ada uang untuk membeli beras.

Saat itu, Nurhayati tengah hamil 6 bulan.

Kondisi seperti itu bukan hanya sekali mereka alami, bahkan berkali-kali.

"Yang jelas saya tetap berusaha, saya bilang ke istri, kalau kita sabar, pasti ada saja jalan rejeki," katanya.

Tak jarang pula para dermawan menawarkan diri untuk mengadopsi anak mereka.

Namun kali ini Syamsuddin tegas menolak.

Karena semenjak dua orang anaknya di bawa oleh kerabatnya, ia merasa sangat menyesal.

Hingga saat ini, ia belum pernah bertemu lagi dengan anaknya.

"Mau sekali ketemu. Cuma tidak ada uang ke sana (Buol)," katanya.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved