Kenapa Prabowo-Sandi Sulit Menang di Gugatan MK? Berikut Penjelasan Lengkap Eks Ketua MK
Prabowo-Sandi daftar gugatan di MK hari ini, tapi sulit menang. Kenapa? Eks Ketua MK sampaikan analisisnya.
TRIBUN-TIMUR.COM - Prabowo-Sandi daftar gugatan di MK hari ini, tapi sulit menang. Kenapa?
Eks Ketua MK sampaikan analisisnya.
Badan Pemenangan Nasional ( BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno, Kamis (23/5/2019), urung mendaftarkan gugatan sengketa Pilpres 2019 kepada Makhakam Konstitusi.
BPN baru akan mendaftar pada hari terakhir, Jumat (24/5/2019).
"Besok kita daftar sengketa Pemilu ke MK," kata Jubir BPN Prabowo-Sandi, Andre Rosiade di Jakarta, Kamis (23/5/2019).
Koordinator Jubir BPN Prabowo-Sandi, Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, pihaknya tengah menyiapkan berkas-berkas sebagai syarat mengajukan gugatan.
"Semua file sudah disiapkan. Besok kan batas akhir, besok," ujar Dahnil Anzar Simanjuntak di kediaman Prabowo Subianto, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, Rabu (22/5/2019).
Menurut Dahnil Anzar Simanjuntak, tim kuasa hukum yang akan mendaftarkan gugatan terdiri dari empat orang.
Keempat orang tersebut adalah Denny Indrayana, Bambang Widjojanto, Irman Putra Sidin, dan Rikrik Rizkian.
Yang Harus Dibawa Prabowo-Sandi
Juru Bicara MK, Fajar Laksono mengatakan, MK menunggu pihak pasangan calon mengajukan permohonan sengketa PHPU 2019.
"Intinya, MK siap menunggu sampai tenggat waktu pengajuan permohonan sengketa pilpres itu besok malam Jumat jam 24.00 WIB. Oleh karena itu, terserah calon pemohon ini akan datang jam berapa. Yang pasti MK stand by," kata Fajar, dalam sesi jumpa pers di kantor MK, Kamis (23/5/2019).
Namun, pihaknya belum menerima informasi kapan pasangan Prabowo-Sandi akan mengajukan permohonan.
Pihaknya hanya mengetahui dari pemberitaan di media massa, mengenai rencana kedatangan BPN Prabowo-Sandi, Kamis sore.
Dia meminta kepada pemohon untuk menyerahkan bukti-bukti terkait pada saat melakukan pendaftaran.
Termasuk, kata dia, bukti dugaan adanya tindak kecurangan selama penyelenggaraan Pilpres 2019.
"Bukti yang kemudian bisa menguatkan dalil pemohon. Misalnya, kalau terjadi kecurangan itu di mana saja kan begitu di daerah mana saja, di TPS mana saja oleh siapa. Itu kemudian harus bisa membuktikan, pemohon harus bisa membuktikan. Artinya, tidak bisa kemudian di dalam persidangan hanya klaim, asumsi," kata Fajar Leksono.
Untuk diketahui, pengajuan permohonan untuk sengketa Pilpres dapat diajukan sehari setelah Komisi Pemilihan Umum ( KPU) RI menetapkan dan mengumumkan hasil rekapitulasi penghitungan suara sampai jangka waktu tiga hari ke depan atau Jumat (24/5/2019).
Hal ini mengingat, KPU RI baru menetapkan dan mengumumkan rekapitulasi hasil pemungutan suara tingkat nasional pada Selasa dinihari.
Jangka waktu penyelesaian PHPU oleh MK sesuai peraturan maksimal 30 hari kerja sejak permohonan PHPU diregistrasi lengkap.
Jika semua persyaratan saat pendaftaran PHPU dinyatakan lengkap, maka MK akan menggelar sidang perdana atau pemeriksaan pendahuluan untuk PHPU pilpres pada 14 Juni 2019.
Sedangkan, MK akan menggelar sidang putusan PHPU pilpres pada 28 Juni 2019.
Prabowo-Sandi Menang di MK
Mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva mengatakan, pembuktian dugaan kecurangan pada Pilpres 2019 sangat sulit dilakukan.
Apalagi, jika selisih perolehan suara di antara dua pasangan calon terpaut cukup jauh.
Hal itu dikatakan Hamdan dalam wawancara dengan Aiman Witjaksono dalam program Aiman yang ditayangkan Kompas TV , Senin (20/5/2019).
"Itu sangat sulit sekali, susah, dan tidak gampang," ujar Hamdan Zoelva.
Hamdan Zoelva menyebutkan, dalam sistem hukum mengenai pembuktian, siapa pun yang mendalilkan ada kecurangan, pihak tersebut harus bisa membuktikan kecurangan di hadapan hakim.
Jika salah satu paslon menduga ada kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif, pihak tersebut harus bisa membuktikannya di MK.
Namun, menurut Hamdan Zoelva, beban pembuktian sangat sulit.
Pihak penggugat harus bisa membuktikan kecurangan 16 juta suara di ribuan TPS.
Menurut Hamdan Zoelva, pada 2014 MK menerima gugatan dari salah satu pihak pasangan calon presiden.
Hamdan Zoelva, yang saat itu masih menjabat sebagai hakim MK, mengakui, benar telah terjadi kecurangan di beberapa distrik dan kabupaten di Papua.
Namun, menurut Hamdan Zoelva, bukti kecurangan itu tak sebanding dengan selisih perolehan suara di antara kedua pasangan calon.
Dengan demikian, kecurangan yang terbukti itu tidak signifikan terhadap perubahan perolehan suara.
"Jadi MK itu berpikir hal-hal yang lebih besar. Kesalahan di satu TPS, misalnya, kalau bedanya 10 juta (selisih suara), ya kan tidak mungkin dibatalkan pemilunya," kata Hamdan Zoelva.
Selain itu, kata Hamdan, perolehan suara pada Pilpres 2019 hampir merata di seluruh Indonesia.
Ketimpangan jumlah perolehan suara hanya terjadi sedikit di beberapa tempat. Hal itu dinilai semakin menyulitkan pembuktian dugaan kecurangan.
"Jadi sebenarmya plus minus, dari sisi suara ya sama saja," kata Hamdan Zoelva.(tribunnews.com/kompas.com)