Najwa Shihab Saksinya, Cak Nun Sebut Hina Jika ke Istana dan Penuhi Panggilan Presiden,Ini Alasannya
Najwa Shihab Saksinya, Cak Nun Sebut Hina Jika ke Istana dan Penuhi Panggilan Presiden,Ini Alasannya
TRIBUN-TIMUR.COM - Najwa Shihab Saksinya, Cak Nun Sebut Hina Jika ke Istana dan Penuhi Panggilan Presiden,Ini Alasannya
Sosok Najwa Shihab akhirnya kesampaian satu forum dengan sosok idolanya, budayawan Emha Ainun Najib atau Cak Nun.
Dirinya tampil sebagai narasumber di acara catatan Najwa bersama Najwa Shihab dan Novel Baswedan, beberapa waktu lalu.
Dalam kesempatan tersebut Cak Nun menyebutkan dirinya ogah diundang Presiden ke istana negara.
Dia bahkan mengaku hina jika ke Istana.
Bermula saat Cak Nun mengutarakan prinsip hidupnya yang netral dan tidak punya kepentingan serta kemantapannya memegang prinsip hidup.
Baca: Hastag Indonesia Memanggil Cak Nun Trending Topic, Emha Blak-blakan ini Solusi Jika Pemilu Curang
Baca: Di Depan Najwa Shihab, Cak Nun Sebut Hina Jika ke Istana Viral di Media Sosial, Cek Video Lengkapnya
Baca: TERBARU Isi Surat Ahmad Dhani, Kutip Kata-kata Cak Nun hingga Minta Real Count KPU Dihentikan
"Kalau saya bilang A, saya melakukannya sampai umur 66, sampai sekarang A, A," kata Cak Nun, dari channel YouTube Najwa Shihab, pada Minggu (5/5/2019).
Cak Nun menegaskan jika ia menyebut dirinya tak bisa dipanggil oleh Presiden maka hal tersebut akan ia tepati.
"Sampai sekarang kalau saya bilang 'hei saya tidak bisa dipanggil presiden, saya yang berhak panggil presiden, karena aku rakyat, aku yang bayar," sambung Cak Nun disambut tepuk tangan riuh hadirin.
"Itu saya lakukan, dan saya tidak pernah mau dipanggil ke istana, dan saya tidak pernah bangga sama sekali (kalau ke istana), hina saya kalau sampai ke sana," ucap Cak Nun dengan nada tinggi.
Dia mengaku hal tersebut bukan kesombongan melainkan prinsip yang seharusnya dipegang teguh oleh semua masyarakat termasuk kaum muda.
Selain itu, Cak Nun menilai sesuai dengan bentuk pemerintahan negara republik dan demokrasi, kedaulatan berada di tangan rakyat seutuhnya.
Artinya Presiden yang notabene sebagai orang yang diangkat oleh rakyat untuk menjadi Presiden erupakan karyawan kontrak
"Lo, Presiden kan outsorsing, buruh 5 tahun," katanya disambut tawa peserta.
Dia menambahkan, untuk saat ini di matanya Pemerintah tidak memberikan perlindungan kepada rakyatnya.
Baca: Berikut Nama-nama Kabinet Kerja II Jokowi versi Konsultasi Publik, BTP, Sandiaga, AHY & Najwa Masuk
Baca: TRIBUNWIKI: Saling Konsultasi soal Anak dengan Mantan Istri, Berikut Profil Mike Lewis
Baca: Safari Ramadan, Bupati Majene Boyong Belasan Pimpinan OPD ke Malunda
Makanya hal itu membentuk karakter kuat masyarakat Indonesia karena tidak ada perlingdungan.
"Orang Indonesia kenapa kuat kenapa hebat? karena tidak ada perlindungan dari negara dan pemerintah. Pemerintah banyak ngancam kepada penduduknya"
"Maka bangsa Indonesia adalah bangsa yang sangat tangguh karena cari duit sendiri, berlindung sendiri," jelasnya disambut tepuk tangan riuh penonton.
(TRIBUN-TIMUR.COM/RASNIGANI)
TRIBUNWIKI: Ungkap Sosok Presiden yang Pantas Pimpin Indonesia, Ini Profil Cak Nun
Budayawan sekaligus tokoh intelektual, Emha Ainun Nadjib atau yang akrab disapa Cak Nun,mengungkapkan sosok presiden yang pantas untuk memimpin Indoneisa dalam kurun waktu lima tahun.
Ia menyebut sosok presiden yang ideal untuk Indonesia saat ini adalah pemimpin yang memiliki kesanggupan membawa Indonesia ber-husnul khatimah.
Dilansir dari Tribunnews, baginya siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden, lanjut Cak Nun, tidak akan menelantarkan rakyatnya atau justru menjadi pelengkap penderita.
Pemikiran Cak Nun ini ia sampaikan melalui situs resminya, www.caknun.com, Sabtu (30/3/2019).
"Presiden yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia periode 2019-2024 adalah Pemimpin yang punya kesanggupan membawa Indonesia ber-husnul khatimah," tulis Cak Nun.
"Jangan sampai bangsa Indonesia, terutama rakyat kecil di strata bawah, akan semakin berposisi “pelengkap penderita” dan menjadi korban kamuflase-kamuflase elite politik nasional maupun global," lanjutnya.
Selama lima tahun mendatang, Cak Nun berharap agar pemimpin Indonesia bisa kembali membangun nasionalisme demi membangun harga diri Indonesia.
Siapa Cak Nun?
Dilansir dari wikipedia, Muhammad Ainun Nadjib atau biasa dikenal Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun adalah seorang tokoh intelektual berkebangsaan Indonesia yang mengusung napas Islami.
Menjelang kejatuhan pemerintahan Soeharto, Cak Nun merupakan salah satu tokoh yang diundang ke Istana Merdeka untuk dimintakan nasihatnya yang kemudian kalimatnya diadopsi oleh Soeharto berbunyi "Ora dadi presiden ora patheken".
Emha juga dikenal sebagai seniman, budayawan, penyair, dan pemikir yang menularkan gagasannya melalui buku-buku yang ditulisnya.
Kehidupan pribadi
Emha merupakan anak keempat dari 15 bersaudara.
Pendidikan formalnya hanya berakhir di semester 1 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebelumnya dia pernah ‘diusir’ dari Pondok Modern Darussalam Gontor setelah melakukan ‘demo’ melawan pimpinan pondok karena sistem pondok yang kurang baik, pada pertengahan tahun ketiga studinya.
Kemudian ia pindah ke Yogyakarta dan tamat SMA Muhammadiyah I. Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.
Sabrang Mowo Damar Panuluh adalah salah satu putranya yang kini tergabung dalam grup band Letto.
Lima tahun ia hidup menggelandang di Malioboro, Yogyakarta antara 1970–1975, belajar sastra kepada guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha.
Masa-masa itu, proses kreatifnya dijalani juga bersama Ebiet G Ade (penyanyi), Eko Tunas (cerpenis/penyair), dan EH. Kartanegara (penulis).
Selain itu ia juga pernah mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, Amerika Serikat (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).
Emha juga pernah terlibat dalam produksi film Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2011), skenario film ditulis bersama Viva Westi.
Dalam kesehariannya, Emha terjun langsung di masyarakat dan melakukan aktivitas-aktivitas yang merangkum dan memadukan dinamika kesenian, agama, pendidikan politik, sinergi ekonomi guna menumbuhkan potensi rakyat.
Di samping aktivitas rutin bulanan dengan komunitas Masyarakat Padhang Bulan, ia juga berkeliling ke berbagai wilayah nusantara, rata-rata 10 sampai15 kali per bulan bersama Gamelan Kiai Kanjeng, dan rata-rata 40 sampai 50 acara massal yang umumnya dilakukan di area luar gedung.
Kajian-kajian islami yang diselenggarakan oleh Cak Nun antara lain:
Jamaah Maiyah Kenduri Cinta sejak tahun 1990-an yang dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki.
Kenduri Cinta adalah salah satu forum silaturahmi budaya dan kemanusiaan yang dikemas sangat terbuka, nonpartisan, ringan dan dibalut dalam gelar kesenian lintas gender, yang diadakan di Jakarta setiap satu bulan sekali.
Penghargaan
Bulan Maret 2011, Emha memperoleh Penghargaan Satyalancana Kebudayaan 2010 dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, penghargaan diberikan berdasarkan pertimbangan bahwa si penerima memiliki jasa besar di bidang kebudayaan yang telah mampu melestarikan kebudayaan daerah atau nasional serta hasil karyanya berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Data diri:
Nama: Emha Ainun Nadjib
Nama Lahir: Muhammad Ainun Nadjib
Lahir:Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 27 Mei 1953
Kebangsaan: Indonesia
Nama lain: Cak Nun
Dikenal atas: Tokoh intelektual Islam
Istri:
Neneng Suryaningsih (cerai 1985)
Novia Kolopaking (1997 – sekarang)
Anak:
Sabrang Mowo Damar Panuluh
Daftar Karya:
Teater:
- Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan 'Raja' Soeharto),
- Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan),
- Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern),
- Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).
- Kemudian bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun),
- Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar),
- Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).
- Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, serta Duta Dari Masa Depan.
- Dan yang terbaru adalah pementasan teater Tikungan Iblis yang diadakan di Yogyakarta dan Jakarta bersama Teater Dinasti
- Teater Nabi Darurat Rasul AdHoc bersama Teater Perdikan dan Letto yang menggambarkan betapa rusaknya manusia Indonesia sehingga hanya manusia sekelas Nabi yang bisa membenahinya (2012)
Puisi
- “M” Frustasi (1976),
- Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978),
- Sajak-Sajak Cinta (1978),
- Nyanyian Gelandangan (1982),
- 99 Untuk Tuhanku (1983),
- Suluk Pesisiran (1989),
- Lautan Jilbab (1989),
- Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990),lalalaw
- Cahaya Maha Cahaya (1991),
- Sesobek Buku Harian Indonesia (1993),
- Abacadabra (1994),
- Syair-syair Asmaul Husna (1994)
- Essai/Buku
- Dari Pojok Sejarah (1985),
- Sastra yang Membebaskan (1985)
- Secangkir Kopi Jon Pakir (1990),
- Markesot Bertutur (1993),
- Markesot Bertutur Lagi (1994),
- Opini Plesetan (1996),
- Gerakan Punakawan (1994),
- Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996),
- Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994),
- Slilit Sang Kiai (1991),
- Sudrun Gugat (1994),
- Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995),
- Bola- Bola Kultural (1996),
- Budaya Tanding (1995),
- Titik Nadir Demokrasi (1995),
- Tuhanpun Berpuasa (1996),
- Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997),
- Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997),
- Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997),
- 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998),
- Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998),
- Kiai Kocar Kacir (1998),
- Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (Penerbit Zaituna, 1998),
- Keranjang Sampah (1998) Ikrar Husnul Khatimah (1999),
- Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000),
- Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000),
- Menelusuri Titik Keimanan (2001),
- Hikmah Puasa 1 & 2 (2001),
- Segitiga Cinta (2001),
- Kitab Ketentraman (2001),
- Trilogi Kumpulan Puisi (2001),
- Tahajjud Cinta (2003),
- Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun (2003),
- Folklore Madura (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
- Puasa Itu Puasa (Agustus 2005, Yogyakarta: Penerbit Progress),
- Syair-Syair Asmaul Husna (Agustus 2005, Yogyakarta; Penerbit Progress)
- Kafir Liberal (Cet. II, April 2006, Yogyakarta: Penerbit Progress),
- Kerajaan Indonesia (Agustus 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
- Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006; Penerbit Kompas),
- Istriku Seribu (Desember 2006, Yogyakarta; Penerbit Progress),
- Orang Maiyah (Januari 2007, Yogyakarta; Penerbit Progress,),
- Tidak. Jibril Tidak Pensiun (Juli 2007, Yogyakarta: Penerbit Progress),
- Kagum Pada Orang Indonesia (Januari 2008, Yogyakarta; Penerbit Progress),
- Dari Pojok Sejarah; Renungan Perjalanan Emha Ainun Nadjib (Mei 2008, Yogyakarta: Penerbit Progress)
- DEMOKRASI La Raiba Fih(cet ketiga, Mei 2010, Jakarta: Kompas)
-
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur:
A