Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Tribun Wiki

TRIBUNWIKI: Bubar Tertib Meski Persebaya Kalah dari Arema FC Yuk Simak Sejarah Hadirnya Bonek

Eksistensi Bonek tidak hanya di Surabaya, melainkan juga di beberapa daerah di Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Ina Maharani
HANDOVER
Bonek Tanggapi Sanksi Buat Arema FC dan Aremania 

 
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR- Persebaya harus merelakan Arema FC menyabet juara Piala Presiden 2019.

Persebaya kalah atas 2-0 dalam laga leg kedua.

Meski demikian, para supporter sejati Bondho Nekat atau Bonek tetap berbesar hati dan menerima kekalahan club tercintanya itu.

Bahkan aksi bubar tertib yang dilakukan saat pertandingan usai menjadi trending topic google, Sabtu (13/4/2019).

Dilansir dari Bola.com, beberapa jam setelah Persebaya tumbang 0-2 di tangan Arema dalam laga leg kedua final Piala Presiden 2019, ribuan Bonek membanjiri Bundaran Waru, Sidoarjo, Sabtu dini hari WIB (13/4/2019).

Keberadaan mereka di lokasi tersebut dengan tujuan beragam.

Mayoritas dari Bonek ingin memberikan semangat kepada pemain Persebaya, meski gagal juara karena kalah agregat 2-4 dari Arema.

Namun, ada pula Bonek lainnya yang ingin mengumpat sejumlah pemain Persebaya yang dinilai menjadi biang kegagalan dalam dua leg final turnamen pramusim ini.

"Kami sengaja datang ke sini untuk menyemangati Persebaya. Tapi, kami juga ingin menyampaikan kekecewaan kami atas penampilan buruk mereka.

Tapi, seperti kesepakatan kami di sini, tidak ada tindakan anarkis yang kami lakukan," ujar Reza, Bonek dari Pengampon.

Pernyataan lebih ekstrem dilontarkan Wanu asal Rungkut. Wanu merasa kesal dengan beberapa pemain Persebaya yang tampil buruk dialam dua laga final melawan Arema.

"Bagaimana tidak jengkel, selalu kalah di Malang. Kenapa mereka tidak bisa main bagus dan menang. Makanya saya teriaki dan maki-maki mereka," ucap Wanu.

Dua pemain, Miswar Saputra dan Amido Balde, termasuk jajaran pemain Persebaya yang mendapat kesan kurang baik dari kalangan Bonek.

Kekecewaan yang sama diungkapkan Bagus, Bonek Simo, Surabaya. "Saya kesal saja sama Balde. Mainnya buruk, jangankan cetak gol, bisa lepas dari kawalan pemain Arema saja tidak bisa," ucapnya.

Bonita asal Undaan, Surabaya, Anita, mengungkapkan kedatangannya di Bundaran Waru kali ini untuk memberikan motivasi kepada pemain Persebaya agar bangkit dari keterpurukan. Baginya, meski kalah, pemain Persebaya sudah berjuang. "Saya tadi teriak kasih semangat saja," katanya.

Dari pengamatan Bola.com di lokasi, tidak ada insiden apa pun meski teriakan dukungan serta hujatan Bonek menggema bersamaan dengan kedatangan bus yang mengangkut skuat Persebaya. Meski kesal, Bonek tetap mengawal kedatangan tim Persebaya hingga memasuki Apartemen Marina di kawasan Margorejo, Surabaya.

Begini sejarah lahirnya Bondho Nekat 'Bonek'

Dilansir dari wikipedia, Istilah Bonek, akronim bahasa Jawa dari Bondho Nekat (Bondho dan Nekat), biasanya ditujukan kepada suporter kesebelasan Persebaya Surabaya.

Juga terdapat istilah Bonita (Bonek Wanita).

Serta memiliki slogan "Salam Satu Nyali WANI!!!"

Sejarah

Istilah bonek pertama kali dimunculkan oleh Harian Pagi Jawa Pos tahun 1989.

Hal tersebut bertujuan menggambarkan fenomena suporter Persebaya 1927 yang berbondong-bondong ke Jakarta dalam jumlah besar.

Secara tradisional, Bonek adalah suporter pertama di Indonesia yang menggambarkan fenomena away supporters (pendukung sepak bola yang mengiringi tim pujannya bertanding ke kota lain) seperti di Eropa, saat dulu memang belum ada suporter yang away dengan sangat terorganisir seperti Bonek.

Dalam perkembangannya, ternyata away supporters juga diiringi aksi perkelahian dengan suporter tim lawan.

Tidak ada yang tahu asal-usul, Bonek menjadi radikal dan anarkis.

Jika mengacu tahun 1988, saat 25 ribu Bonek berangkat dari Surabaya ke Jakarta untuk menonton final Persebaya 1927 - Persija, tidak ada kerusuhan apapun.

Bonek juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan Viking Persib Club supporter klub Persib Bandung.

Bagi kebanyakan masyarakat, Bonek cenderung memiliki catatan negatif jika dilihat dari kisah masa lalu.

Namun seiring berjalannya waktu, perlahan Bonek menunjukkan kedewasaanya dengan mendukung klub kebanggannya dengan tertib, terorganisir, kompak dan tidak anarkis.

Tidak hanya para remaja, mulai balita sampai yang tua baik laki-laki maupun wanita pun ada untuk menyaksikan klubnya bertanding.

Hal ini menunjukkan stigma Bonek yang semakin hari semakin lebih baik.

Eksistensi Bonek tidak hanya di Surabaya, melainkan juga di beberapa daerah di Indonesia bahkan sampai mancanegara.

Kelompok suporter ini terkenal dengan loyalitasnya mendukung tim kesayangan dengan selalu menghadirkan ribuan suporter dimanapun klubnya berlaga.

Logo

Dilansir dari Tribun Jogja, mereka yang menjadi suporter fanatik Persebaya, atau Bonek tentu tidak asing dengan gambar orang membuka mulutnya, atau Wong Mangap.

Sebab, gambar tersebut merupakan logo dari suporter Persebaya.

Logo itu pun lazim ditemui di berbagai sudut Surabaya, dan atribut yang dibawa Bonek.

Termasuk saat Persebaya menjalani sejumlah pertandingan, logo itu juga terpampang gagah.

Bonek juga seolah sudah menyatu dengan logo tersebut, dan selalu membawanya dengan bangga.

Ekpsresi wajah yang berteriak dalam logo itu seolah menggambar semangat dari Bonek yang sangat militan dalam mendukung Persebaya.

Sedangkan rambut gondrong, yang mengenakan ikat kepala dalam logo itu juga memiliki kedekatan dengan Arek-arek Suroboyo.

Alasannya, dalam masa perjuangan, para pejuang yang ada di Surabaya juga identik dengan ikat kepala yang mereka kenakan, dan tidak jarang yang berambut gondrong.

Ternyata Ini Sosok di Balik Logo Wong Mangap Bonek

Meskipun sudah sering digunakan, dan ditampilkan para Bonek, namun tidak banyak yang mengetahui asal muasal logo tersebut.

Sejumlah spekulasi pun muncul.

Sebagian ada yang mengatakan, logo 'wong mangap' itu terinsipirasi dari wajah Bung Tomo, pahlawan kemerdekaan asal Surabaya.

Saat itu, Bung Tomo memang begitu ekspresif dalam menyemangati Arek-arek Suroboyo untuk melawan penjajah.

Namun, sebagian lainnya justru menyebutkan gambar wajah yang ada di logo itu terinspirasi dari sosok seorang yang memang dianggap dekat dengan Bonek.

Dilansir dari akun Instagram Official Persebaya, @officialpersebaya, Rabu (15/2/2017) lalu, ternyata cikal bakal foto tersebut terinspirasi foto Dahlan Iskan yang tengah menggunakan ikat kepala pada tahun 1987 silam.

Dalam foto hitam putih tersebut, Dahlan Iskan yang juga mantan menteri di era Susilo Bambang Yudhoyono, memakai ikat kepala bertuliskan Persebaya 87.

Sehingga, sebagai penanda berita Persebaya di sebuah harian di Surabaya.

Pada tanggal 4 Maret 1987, Muchtar, seorang karyawan media tersebut, membuat ilustrasi logo coretan tangan yang terinspirasi dari foto Dahlan Iskan memakai ikat kepala.

"Logo itu adalah gambaran ekspresi pak Dahlan berteriak." kata Muchtar seperti yang dikutip dalam akun tersebut.

Lalu, pada saat itu ikon yang dibuat Muchtar terbit di harian tersebut.

Tepatnya, di halaman pertama, dan ada tiga ikon yang terpasang.

Akhirnya, satu di antara gambar Bonek tersebut sudah menjadi milik umum.

Selain itu, logo itu kemudian digunakan secara luas lewat penjualan kaos, dan stiker.

Selanjutnya, pada Maret 1995, harian itu sudah menggunggunakan halaman berwarna, ilustrasi karya Muchtar pun disempurnakan dengan logo berwarna.

Pada gambar tersebut, sosok yang muncul merupakan gambaran pahlawan arek-arek Suroboyo, yang identik dengan rambut panjang dengan memakai ikat kepala, sarung, dan membawa bambu runcing.

Gambar itu juga menggambarkan semangat Bonek dalam mendukung Persebaya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved