Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Peringati Hari Ketiadaan Tanah Internasional, FPR Serbu DPRD Sulteng

Aksi ini dilakukan untuk memperingati hari ketiadaan tanah internasional yang diperingati setiap tanggal 29 maret.

Penulis: abdul humul faaiz | Editor: Imam Wahyudi
abdiwan/tribuntimur.com
Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Tengah melakukan aksi longmarch dari Taman GOR menuju DPRD Sulteng, Senin (1/4/2019). 

TRIBUNPALU.COM, PALU - Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Tengah melakukan aksi longmarch dari Taman GOR menuju DPRD Sulteng, Senin (1/4/2019).

Aksi ini dilakukan untuk memperingati hari ketiadaan tanah internasional yang diperingati setiap tanggal 29 maret.

Massa aksi membawa perangkat lengkap, mobil sound, spanduk serta bendera masing-masing organisasi.

Aksi puluhan mahasiswa dari pelbagai kampus ini, untuk menyatakan sikap penolakkan perkebunan swit PT Donggala Sawit Hijau dan rencana relokasi pemukiman warga Desa Tompe, Kecamatan Sirenja, Donggala.

Selain itu massa juga menolak pembangunan Jl Trans Bora-Pandere (Lingkar Sulawesi).

Begitu juga Kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) yang telah diklaim sebagai tanah adat masyarakat Kabupaten Sigi.

"Kami mendesak pemerintah segera memperbaiki irigasi gumbasa di Kabupaten Sigi serta berikan sarana prasarana alternatif selama perbaikan irigasi gumbasa agar petani tetap bertani," kata Koordinator Aksi, Ikbal.

Ikbal mengatakan, monopoli dan perampasan tanah, sudah menjadi masalah pokok kaum tani dan seluruh rakyat indonesia.

Sebagian besar tanah di daratan bahkan sebagian pesisir dan lautan negeri ini dibawah kontrol dan dimonopoli oleh tuan tanah swasta atau negara.

Menurutnya, jutaan kaum tani, suku bangsa minoritas dan masyarakat luas pedesaan kehilangan tanah dan terusir dari tempat tinggalnya akibat perampasan oleh tuan tanah dengan penguasaan HGU.

Baik untuk perkebunan, pertambangan, perhutanan, taman nasional hingga infrastruktur.

"Saat ini praktek monopoli dan perampasan tanah semakin mempertajam ketimpangan penguasaan atas tanah," tuturnya.

Ikbal berujar, di sektor perkebunan dan pertambangan misalnya.

Kata dia, saat ini kaum tani menguasai tanah mencapai 41,87 hektare.

Sedangkan, perkebunan sawit yang dikuasai oleh 25 tuan tanah besar swasta dan telah mendapatkan izin HGU sudah mencapai 29 juta ha.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved