Jelang Pemilu, Kejati Sulselbar Hati-hati Tangani Kasus Korupsi
Bahkan PD Parkir disebut melanggar sejumlah UU seperti Permendagri 13 tahun 2006, UU No 1 tahun 2004 dan UU No 5 tahun 1962.
Penulis: Hasan Basri | Editor: Hasrul
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR -- Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan Barat mengatur ritme penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi menjelang Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden 2019.
Kejaksaan tetap berhati hati dan tidak ingin proses penyelidikan dan penyidikan kasus dimanfaatkan oknum tertentu, sehingga mengganggu stabilitas daerah dan mengganggu tahapan pelaksaan pemilu yang berlangsung.
Berdasarkan informasi diperoleh Tribun terdapat beberapa perkara korupsi yang ditangani Kejaksaan, baik dalam status penyelidikan maupun proses penyidikan.
Baca: Fakta-fakta Hj Dian Djuriah Rais Pendiri Masjid Kubah Emas di Kota Depok yang Meninggal Tadi Pagi
Baca: Emefsi Management Ajak Warga Mamuju Berakhir Pekan di Pulau Karampuang
Seperti kasus dugaan suap Kementerian PUPR untuk pencairan anggaran DAK pembangunan proyek saluran irigasi di Kabupaten Bulukumba. Kasus ini tengah dalam penyelidikan Kejaksaan.
Lalu, kasus dugaan korupsi pengelolaan dana PD Parkir Makassar Raya lingkup Pemerintahan Kota Makassar.
"Situasi ini kan menjelang pemilu, kita juga tetap melihat kondisi saat ini tengah berlangsung tahapan pemilu kita tidak ingin pemilu terganggu," kata Asisten Pidana Khusus Kejati Sulselbar, Fentje E Loway.
Kendati demikian, bukan berarti jaksa berhenti melakukan penanganan. Selama pelaksanaan tahapan pemilu, ada hal-hal teknis yang bisa dikerjakan penyelidik untuk memperjelas arah kasus. "Proses perkara tetap jalan," ujarnya.
Untuk kasus PD Parkir Makassar Raya sendiri kata Fentje, masih tetap berjalan dan sudah memasuki tahap pemeriksaan saksi. Saksi diperiksa sudah ada sekitar 20 orang lebih.
"Masib berjalan proses. Kita nanti liat semua perkara baik penyelidikan maupun penyidikan. Jika dari penyelidikan sudah pptimalkan kita akan ekspose dan tingkatkan. Sama dengan penyidikan kita lagi melakukan pemeriksaan sampai optima. Kalau sudah optimal ketika mengambil sikap," paparnya.
Kasus ini mulai diusut oleh penyidikKejati Sulsel sejak akhir 2018 lalu. Dugaan sementara, modus korupsi di perusahaan daerah ini adalah, PD Parkir hanya menyetorkan sebagian kecil pendapatan ke Dispenda.
Bahkan PD Parkir disebut melanggar sejumlah UU seperti Permendagri 13 tahun 2006, UU No 1 tahun 2004 dan UU No 5 tahun 1962.
Pendapatan PD Parkir Makassar sebenarnya bisa mencapai Rp 90 miliar per tahun berdasarkan jumlah kendaraan. Namun nyatanya pendapatan PD Parkir di bawah Rp 10 miliar. Itupun yang disetor ke Dispenda hanya Rp 350 juta.
Pelanggaran lainnya yang dilakukan PD Parkir adalah setoran pajak. Dikatakan yang berhak menarik pajak adalah SKPD pemungutan terkait, dalam hal ini Dispenda. "Perusda (PD Parkir) hanya dikenal penetapan tarif jasa pelayanan saja," ungkapnya.
Dana pengelolaan PD Parkir yang diduga bermasalah untuk tahun anggaran 2008 sampai 2017. Dari hasil perhitungan audit Independe Kejati total dana pengelolaan parkir diindikasi disalahgunakan tidak sesuai dengan fungsinya senilai Rp 1,9 miliar.(*)
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur:
Follow juga Instagram Tribun Timur: