Isu Cap Jempol Amplop 'Serangan Fajar' Bowo Sidik Dibahas Fahri Hamzah & Dahnil Anzar, Reaksi KPK
Cap Jempol Amplop 'Serangan Fajar' Bowo Sidik Dibahas Fahri Hamzah & Dahnil Anzar, ini Reaksi KPK
Cap Jempol Amplop 'Serangan Fajar' Bowo Sidik Pangarso Dibahas Fahri Hamzah & Dahnil Anzar, ini Reaksi KPK
TRIBUN-TIMUR.COM - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Fahri Hamzah, mempertanyakan soal temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupa 400 ribu amplop diduga berisi uang Rp 20-50 ribu.
Melalui cuitannya, Fahri mempertanyakan alasan KPK yang tidak membuka barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terhadap politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, tersebut.
Fahri bertanya, apakah di dalam amplop tersebut benar-benar ada foto calon presiden tertentu?
Baca: Usai Debat ILC, Rocky Gerung Sebut Ada Kerusuhan dengan Profesor UI, Oh Anda Lulusan Manipulasi
Pertanyaan tersebut ia tujukan kepada juru bicara KPK.
Ia menuliskan cuitannya dengan menanggapi unggahan video konferensi KPK yang disiarkan langsung di Twitter, Jumat (29/3/2019).
"Benarkah ada foto capres tertentu di dalam amplopnya? #TanyaJubirKPK," tulis Fahri pada unggahannya.
Baca: Sindir Jokowi, Fahri Hamzah: Pak Presiden, Menyerahlah! Bapak Sudah Terkepung, Waktu Sudah Habis
Tidak hanya Fahri Hamzah, Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak, juga melayangkan kritikannya kepada KPK terkait hal serupa.
Dahnil juga mempertanyakan alasan KPK tidak membuka barang bukti berupa 400 ribu amplop tersebut.
Dahnil menduga jika di dalam amplop tersebut tak sekadar berisi uang namun juga cap jempol.
Ia juga meminta KPK untuk berlaku transparan agar publik juga tidak dibuat penasaran.
Begini sejumlah kritikan Dahnil Anzar terkait OTT KPK terhadap Politikus Golkar:
"Saya apresiasi OTT terhdp politisi Golkar, tapi bu Basaria @KPK_RI kenapa tdk dibuka dan tunjukkan 400 ribu amplop-amplop yg berisi uang 20 ribuan dan 50 ribuan yg diduga ada cap jempolnya itu?"
"Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu".
"Bahkan ada salah satu media online yg awalnya menulis diduga untuk Pilpres, KPK tak membuka amplop kemudian dirubah menjadi diduga untuk serangan fajar :-) hehehe".
Diberitakan sebelumnya, Penyidik KPK menyita uang tunai lebih Rp 8 miliar dari rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) anggota Komisi VI DPR Fraksi Golkar, Bowo Sidik Pangarso.
Uang tersebut diduga suap kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK).
Dikutip dari Kompas.com, pihak KPK menduga kuat Bowo Sidik mengumpulkan uang tersebut untuk dana logistik 'Serangan Fajar' selaku calon anggota DPR periode 2019-2024 dari Dapil Jawa Tengah II (Kabupaten Kudus, Kabupaten Demak, dan Kabupaten Jepara).
Uang miliaran rupiah itu telah dibagi dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu dalam 400 ribu amplop putih.
Ratusan amplop itu dikemas di 82 kardus besar.
Pihak KPK mengantongi bukti uang tersebut akan dibagikan kepada para calon pemilih di dapil Jateng II, tempat Bowo Sidik akan bertarung memperebutkan suara pada Pemilu 2019.
"Satu pemilih nanti, akan dikasih Rp 20 ribu per kepala, yang punya posisi dikasih Rp 50 ribu sebelum nyoblos," ujar sumber internal di KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019).
Temuan uang miliaran rupiah itu ditemukan di sebuah kantor di Jakarta.
Sumber tersebut menceritakan, saat ditemukan, ratusan amplop berisi uang itu tersusun rapi di lemari besi besar yang berada di kantor kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.
Pada saat menjelang hari tenang, amplop tersebut baru akan dikirim ke daerah pemilihan tempat Bowo akan bertarung. (*)
Penjelasan KPK
KPK mengimbau pihak-pihak tertentu agar tak mempolitisasi kasus yang menjerat Anggota Komisi VI DPR RI Bowo Sidik Pangarso.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar itu ditetapkan tersangka oleh KPK karena menerima suap dan gratifikasi.
Suap diberikan kepada Bowo sebagai bagian dari komitmen fee lantaran dia membantu PT HTK mendapatkan kembali kontrak kerja sama dengan PT Pupuk Indonesia Logistik (Pilog) untuk mendistribusikan pupuk yang diproduksi PT Pupuk Indonesia.
Selain dari PT HTK yang merupakan unit usaha Humpuss Grup milik Hutomo Mandala Putra atau yang akrab dipanggil Tommy Soeharto, Bowo juga diduga telah menerima gratifikasi sebesar Rp 6,5 miliar.
Jika ditotal dengan suap dari PT HTK, maka angkanya mencapai Rp 8 miliar.
Niat Bowo Sidik seperti kata KPK, uang Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu tersebut bakal digunakan untuk kebutuhan 'serangan fajar'.
Karena Bowo Sidik akan mencalonkan kembali sebagai anggota DPR periode 2019-2024.
Dia merupakan caleg dari daerah pemilihan Jawa Tengah II.
"Jadi ini tidak usah dibawa kepolitisasi. Kita di sini tidak bicara politisasi. Ini adalah faktanya. Saya hanya mengimbau masyarakat pintar memilih. Jadi ini jangan dibawa-bawa ke ranah politik, tapi ini fakta yang kita temukan di lapangan. Supaya tidak dilakukan oleh yang lain juga," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan kepada wartawan, Jumat (29/3/2019).
Namun, kemudian muncul kabar, bahwa uang pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang dimasukan ke dalam 400 ribu amplop tidak digunakan untuk kepentingan Bowo Sidik Sendiri.
Melainkan untuk kepentingan partai terkait Pilpres.
Menanggapi hal itu, Basaria memastikan uang Rp 8 miliar 'serangan fajar' Bowo diperuntukkan bagi dirinya sendiri.
"Ndak.. ndak.. ndak ada, ini sudah pasti dia (Bowo) katakan, ini keperluan dia sendiri. Jadi jangan dibawa kemana-mana," katanya.
Sebelumnya, dalam cuitan Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak yang dibagikan akun twitternya, menyebut jika di 400 ribu amplop itu terdapat kode-kode capres tertentu.
Kemudian Dahnil mengkritik KPK karena tidak mau memperlihatkan amplop saat ekspose barang bukti.
"Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu," tulis Dahnil di @Dahnilanzar.
Basaria pun angkat bicara, menurutnya, pembuktian apakah adanya kode-kode capres tertentu.
Hal itu akan dibuktikan ketika sudah dibuat BAP-nya (Berita Acara Pemeriksaan) dengan disaksikan oleh tersangka, dalam hal ini Bowo.
"Dan kalau amplopnya mau dibuka, iya itu sudah barang tentu. Standar SOP (Standar Operasional Prosedur) kalau mau buka amplop, harus dibuat BAP-nya dengan disaksikan tersangkanya pula, dan dibuktikan," kata Basaria.
Akan tetapi, KPK tetap bakal memverifikasi pengakuan Bowo soal 'serangan fajar' untuk keperluan sendiri atau memang ada kepentingan partai untuk Pilpres.
"Kita masih akan terus pengembangannya dia. Untuk sementara ini dulu saja, lalu berikutnya kita kembangkan. Jadi bisa terjadi apa saja, jadi itu dulu yang kita temukan," ujar Basaria.
Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.
Bowo diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton.
Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.