BLAK-BLAKAN Mahfud MD Bongkar 3 Kasus Jual Beli Jabatan di Kemenag, Bahas Rp 5 M, Siapa Terlibat?
Hal tersebut diungkap Mahfud MD saat menjadi salah satu pembicara pada program Indonesia Lawyers Club ( ILC) TV One
Penulis: Sakinah Sudin | Editor: Sakinah Sudin
BLAK-BLAKAN Mahfud MD Bongkar 3 Kasus Jual Beli Jabatan di Kemenag, Bahas Rp 5 M, Siapa Terlibat?
TRIBUN-TIMUR.COM - Mahfud MD secara blak-blakan mengungkap satu per satu kasus jual beli jabatan di Kemenag.
Hal tersebut diungkap Mahfud MD saat menjadi salah satu pembicara pada program Indonesia Lawyers Club atau ILC bertajuk OTT Romy, Ketua Umum PPP: Pukulan Bagi Kubu 01? yang ditayangkan di TV One, Selasa (19/3/2019) malam tadi.
Saya ingin melengkapi kasus-kasus agar selesai ini masalah. Masalah jual beli jabatan, melalui jabatan-jabatan yang tidak wajar. Saya akan sebut satu per satu," kata Mahfud MD.
Mahfud MD Bocorkan Skema Dugaan Pemenangan PPP di Kemenag, Pegawai Masuk Ruangan dan Matikan HP
Berikut kasus-kasus yang diungkap Mahfud MD, dirangkum TRIBUN-TIMUR.COM dari tayangan ILC TV One malam tadi:
1. Kasus rektor UIN Alauddin
"Saya ingin melengkapi kasus-kasus agar selesai ini masalah. Masalah jual beli jabatan, melalui jabatan-jabatan yang tidak wajar. Saya akan sebut satu per satu," kata Mahfud MD.
Kasus pertama terjadi di UIN Alauddin. Bagi Mahfud MD, kasus tersebut luar biasa.
Adalah Prof Andi Faisal Bakti, yang dua kali menang pemilihan rektor di UIN Alauddin, namun tidak pernah dilantik.

Masing-masing saat terpilih jadi rektor di UIN Alauddin Makassar dan UIN Syarif Hidayatullah (Ciputat).
Meski terpilih, Prof Andi Faisal Bakti, tidak dilantik.
Mahfud MD menjelaskan aturan baru menjadi batu sandungan Prof Andi Faisal Bakti sehingga tidak dilantik saat terpilih jadi rektor UIN Alauddin Makassar.
"Begitu (Andi Faisal Bakti) menang dibuat aturan, bahwa yang boleh menjadi rektor di situ adalah mereka yang sudah tinggal di UIN itu, 6 bulan terakhir paling tidak," papar Mahfud MD.
"Nah, Andi Faisal Bakti ini dosen UIN Makassar, tetapi dia pindah ke Jakarta. Karena sesudah pulang dari Kanada, dia pindah tugas di Jakarta. Dia terpilih di sini. Dan aturannya bahwa harus 6 bulan itu, dibuat sesudah dia menang. Dibuat tengah malam lagi. Dibuat tengah malam. Tidak dilantik." imbuhnya.
"Saya ajak ke pengadilan. Saya yang membantu, menang di pengadilan. Inkrah. Perintah pengadilan, harus dilantik. Tapi tidak dilantik juga. Diangkat rektor lain. Andi Faisal Bakti, ini orang sekarang jadi dosen UIN (Syarif Hidayatullah)," kata Mahfud MD.
Tahun lalu, lanjut Mahfud MD, Andi Faisal Bakti ikut pemilihan di UIN Syarif Hidayatullah (Ciputat).
"Menang lagi, tidak dilantik lagi, di UIN Ciputat. UIN Ciputat nih, Jakarta nih. Orangnya masih ada sekarang, menang lagi, tidak dilantik lagi," ujar Mahfud MD.
Lebih lanjut, Mahfud MD mengungkapkan, Andi Faisal Bakti ternyata sempat diminta membayar Rp 5 miliar agar dirinya diangkat menjadi Rektor UIN Alauddin.
"Andi Faisal Bakti, masih ada nih orangnya, masih ada. Bahkan, sumber yang saya cocokkan dengan Pak Jasin tadi sini, Andi Faisal Bakti itu didatangi oleh orang dimintai Rp 5 miliar kalau mau jadi rektor," jelas Mahfud MD.
Namun, sepertinya, Andi Faisal Bakti memilih tak menempuh jalan suap. Hingga akhirnya ia tak dilantik.
Mahfud MD: Andi Faisal Bakti Dimintai Rp 5 M Agar Jadi Rektor UIN Alauddin, Begini Intervensi Menag
2. Kasus Penggantian Kepala Kanwil Kemenag DIY Yogyakarta
Yang kedua, lanjut Mahfud MD, kasus DIY Yogyakarta ini lumayan lagi.
"Penggantian Kepala Kanwil (Kemenag). Namanya pak Lutfi. Pak Lutfi ndak pernah lapor ke saya, tapi saya adalah Ketua Dewan Penasihat Gubernur DIY sehingga saya tahu kasus-kasus ini masuk laporannya kepada saya," kata Mahfud MD.
Mahfud MD memaparkan Lutfi merupakan sosok yang disayangi oleh rakyat dan pemerintah Yogyakarta.
"Orangnya tawadhu, anti radikalisme juga. Tiba-tiba dipindah juga. Baru satu tahun empat bulan (menjabat) dipindah ke Jakarta" kata Mahfud MD.
Padahal, lanjut Mahfud MD, menurut UU ASN, pejabat baru bisa pindah jabatan setelah menjabat dua tahun.
"Lalu ketika ditanya kenapa, katanya diperlukan oleh Menteri Agama. Karena memang ada klausul, kalau sangat diperlukan, boleh," lanjutnya.
"Tapi meskipun eselonnya sama, tapi secara umum orang mengatakan ini 'dibuang'. Dan ternyata betul. Penggantinya siapa pak, penggantinya itu terus terang adalah orang yang dari luar malahan. Yang tidak pernah ikut-ikut ngurus di Departemen Agama," jelas Mahfud MD.
"Kita dari Jogja, termasuk Sri Sultan Hamengkubuwono (Gubernur) mengirim surat, mendukung seorang namanya Doktor Wardoyo. Ini pembantu Rektor II UIN Yogyakarta. Doktornya dari luar negeri, bahasa Arabnya bagus, bahasa Inggrisnya bagus, karirnya dibangun dari bawah," ujar Mahfud MD.
"Tiba-tiba masuk orang, yang minta maaf, lulusan S2, swasta, yang akhir pekan. Kan ada sekolah akhir pekan ada tu, hanya hari Sabtu. Yang tidak dikenal sama sekali tiba-tiba (masuk) dan nangkring di situ," imbuhnya.
"Kalau ditanya ke Menteri Agama, gimana itu? Ya (jawabnya) kan sudah sesuai prosedur. Persoalannya bukan sesuai prosedur. Kalau prosedur semua orang bisa cari alasan. Kalau nda benar dengan pasal ini, bisa cari pake pasal ini, kan gitu. Ini orangnya masih ada semua nih," jelas Mahfud MD.
Mahfud MD turut memaparkan pelanggaran UU ASN lainnya yang terjadi di Kementerian Agama.
"Kementerian Agama ini harus diperbaiki," kata Mahfud MD.
ILC Tadi malam, Nusron Wahid Geram Saat Budayawan Ridwan Saidi Kritik Maruf Amin di Debat Cawapres
3. Kasus Rektor IAIN Meulaboh
Kasus lainnya di IAIN Meulaboh.
"Pak Samsuar (rektor terpilih) diperlakukan hal yang sama. Dia satu-satunya memenuhi syarat dan terpilih sebagai rektor di situ. Tetapi menurut aturannya PMA 68 itu, calonnya harus tiga. Padahal tidak ada di situ tiga orang disitu memenuhi syarat. Didatangkan dari luar dengan maksud untuk formalitas," kata Mahfud MD.
Dengan kasus-kasus tersebut, lanjut Mahfud MD, maka sekjen dan kepala biro kepegawaian harus diperiksa.
"Saya kira dia punya peran penting di situ. Entah ada korupsinya, entah apa tidak, tapi pasti lewat dia setiap urusan seperti ini," jelas Mahfud MD.
Selengkapnya simak video berikut:
(TRIBUN-TIMUR.COM/ Sakinah Sudin)