Puluhan Warga Jatim Kini Selamatkan Diri, Kapan Hari Kiamat Sebenarnya Datang? MUI Jelaskan
Puluhan warga telah selamatkan diri, kapan Hari Kiamat sebenarnya datang? Begini kata MUI.
"Kalau mau selamat harus ikut ke Ponpes Miftahul Falahil Mubtadin Mubtadin. Yang kedua, Ramadhan ini akan ada perang besar maka setiap orang harus membeli pedang dari pak kiyainya (pengasuh Ponpes)," kata Ipong Muchlissoni menirukan informasi dari mantan jamaah.
Namun, Ipong Muchlissoni mengatakan dia belum melihat bukti pedang itu karena dia mengatakan dirinya tidak berhak untuk menggeledah rumah jamaah.
Ipong Muchlissoni menyebut warga juga diimbau membeli foto ketua ponpes seharga Rp 1 juta untuk meredam Gempa Bumi di rumah mereka.
Selain itu, Ipong Muchlissoni mengatakan, warga diduga didoktrin untuk tidak menyekolahkan anak karena tidak ada gunanya.
Terkait dengan itu, Ipong Muchlissoni mengatakan sepuluh anak jamaah sudah dikeluarkan dari sekolahnya dan kini mengikuti orang tua mereka 'berhijrah'.
Namun, lanjut Ipong Muchlissoni, ketika hal ini dikonfirmasi ke pengurus Ponpes di Malang, mereka membantah menyebarkan ajaran-ajaran seperti itu.
Ipong Muchlissoni mengatakan bahwa pemerintah Kabupaten Ponorogo tengah meminta keterangan Khotimun di Ponpes terkait informasi-informasi tersebut.
Pihak kepolisian, katanya, juga tengah mencoba meminta klarifikasi Khotimun.
Siapa Khotimun?
Kepala Desa Watubonang, Bowo Susetyo, menyebut bahwa Khotimun adalah warga asli Watubonang yang pernah menimba ilmu keagamaan di Ponpes Miftahul Falahil Mubtadin, Malang.
Sejak tahun 2010, Khotimun mengadakan berbagai kegiatan keagamaan seperti zikir dan salawatan di desa itu.
Bowo Susetyo menyebut jumlah jamaah pengikut Thoriqoh Musa mencapai lebih dari 300 orang dan mereka melakukan kegiatan di sebuah aula yang dibangun jamaah pada tahun 2015.
Sejauh yang dia tahu, kata Bowo Susetyo, ajaran-ajaran yang disampaikan Khotimun sama seperti ajaran Islam pada umumnya.
Beberapa bulan yang lalu, Bowo Susetyo mengatakan, ibu Khotimun meninggal dan ia memutuskan untuk pindah ke Malang bersama istri dan anaknya.
Perpindahan itu, kata Bowo Susetyo, tidak disertai pemberitahuan ke pihak pemerintahan desa.