Lagi Viral Baku Hantam Oknum TNI vs 2 Polisi, Polda Sumut Benarkan, Begini Kabar Terbarunya
Lagi Viral baku hantam Oknum TNI vs 2 polisi, Polda Sumut Benarkan, Begini Kabar Terbarunya
TRIBUN-TIMUR.COM - Sebuah video yang menampilkan perkelahian antara oknum TNI dan dua anggota Polisi di Kabupaten Nias, viral.
Dari video yang banyak beredar di media sosial itu, Seorang prajurit TNI yang mengenakan pakaian preman terlibat adu pukul dengan dua anggota kepolisian.
Kejadian itu terjadi di Kecamatan Gunungsitoli, Kabupaten Nias, Sumatera Utara, Selasa (5/3/2019) siang.
Informasi yang dihimpun, baku hantam antara ketiganya terjadi sekira pukul 13.10 WIB.
Anggota yang terlibat antara Prajurit Dua (Prada) AK, anggota Batalyon Infanteri (Yonif )123/Rajawali dengan Bripda BW serta Bripda MAS, anggota Satuan Sabhara Polres Nias.
Mereka terlibat baku pukul di Jalan Diponegoro, Kelurahan Ilir, Kecamatan Gunungsitoli.
Pihak Polda Sumut dan Kodam I/Bukit Barisan juga membenarkan kejadian itu.
Kapendam I/Bukit Barisan, Kolonel Inf Roy Hansen J Sinaga, saat dikonfirmasi membenarkan adanya hal tersebut.
"Hanya selisih paham biasa. Maklum lah karena masih muda," kata Roy Hansen J Sinaga, Selasa (5/3/2019) malam.
Pertikaian itu berhenti setelah dilerai oleh masyarakat. Kabar teranyar kasus perklahian itu juga sudah diselesaikan dengan jalan damai.
"Jadi sudah didamaikan oleh masing-masing satuan," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja.
"Kapolres dan Dandim sudah memediasi mereka. Jadi sudah clear dan tidak ada masalah," sambungnya.
Lebih lanjut, kedua institusi berharap tidak ada lagi pertikaian serupa yang terjadi. Semua masalah harus diselesaikan dengan kepala dingin.
"Sesuai instruksi Panglima dan Kapolri, TNI dan Polri harus membangun sinergisitas dan soliditas di lapangan," ujar Roy Hansen.
"Tidak ada istilah kalah menang dalam pertikaian itu. Karena hanya miskomunikasi saja," jelas Roy Hansen.
Informasi perdamaian ini juga diunggah di akun facebook Polres Nias.
"Selamat malam Mitra Humas Budiman...
Bersama ini diinformasikan kepada seluruh Mitra Humas, bahwa selisih paham yang terjadi antara oknum anggota Polri dan oknum anggota TNI yang terjadi pada Selasa tanggal 05 maret 2019 pukul 13.00 WIB di Jalan Diponegoro Kota Gunungsitoli dan beredar di sejumlah media sosial, telah didamaikan di Markas Kodim 0213/Nias pada pukul 16.00 WIB.
Mediasi dihadiri oleh Dandim 0213/Nias, Kapolres Nias, Danki Yon 123/Rajawali, Dan Sub Den POM Nias, Kasat Sabhara Polres Nias serta kedua belah pihak yang berselisih paham.
Demikian disampaikan untuk diketahui bersama.
Terimakasih."
Jangan Lupa Subscribe Channel Youtube Tribun Timur :
Jangan Lupa Follow akun Instagram Tribun Timur:
Artikel ini telah tayang di Tribunpekanbaru.com dengan judul Viral Video Baku Hantam Anggota TNI Vs 2 Polisi di Nias, Bisa Selesai Secara Kekeluargaan
Cerita 30 Kopassus TNI Permalukan 3 Ribu Pemberontak Kongo, Bermodal Jubah dan Bawang Putih
Ketika Kopassus taklukkan 3 ribu pemberontak di Kongo, modal jubah putih, bawang putih, dan senjata.
Penasaran kisahnya?
Kalau bicara tentang, pastilah yang terbayang di benak kita adalah seseorang yang mengenakan baju loreng dan menenteng senjata.
Banyak film-film yang mengisahkan tentang cerita peperangan produksi negeri Paman Sam yang mengambil latar belakang kisah nyata yang dialami oleh veteran prajurit perang.
Seperti Saving Private Ryan, Band of Brothers, Dunkirk dan tentunya sang pahlawan layar kaca Rambo yang bisa menghadapi puluhan musuh hanya seorang diri.
Dikutip dari Artileri.org, Kopassus sebagai bala tentara utama Indonesia pernah menjalankan misi yang dianggap mustahil oleh seluruh angkatan bersenjata di dunia.
Kejadiannya berawal pada tahun 1962 di negara Kongo yang waktu itu sedang bergejolak, TNI kembali diminta oleh United Nations/Perserikatan Bangsa-Bangsa ( PBB) untuk mengirim pasukan perdamaian ke Kongo.
Di bawah pimpinan Letjen TNI Kemal Idris, pasukan perdamaian indonesia tersebut diberi nama Kontingen Garuda III (Konga III).
Di mana anggotanya diambil dari Batalyon 531 Raiders, satuan-satuan Kodam II Bukit Barisan, Batalyon Kavaleri 7, dan unsur tempur lainnya termasuk Kopassus yang waktu itu masih bernama Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Konga III berangkat dengan pesawat pada bulan Desember 1962 dan akan bertugas di Albertville, Kongo selama delapan bulan di bawah naungan UNOC (United Nations Operation in the Congo).
Daerah yang menjadi medan operasi pasukan Garuda terkenal sangat berbahaya karena di situ terdapat kelompok-kelompok milisi atau pemberontak pimpinan Moises Tsommbe yang berusaha merebut daerah tersebut karena kaya akan sumber daya mineral.
Hubungan interaksi antara pasukan Konga III dengan pasukan perdamaian negara lain terjalin sangat erat, mereka terdiri dari pasukan perdamaian Filipina, India dan bahkan dari Malaysia.
Pada saat itu tahun 1962 Indonesia sedang gencar-gencarnya menyerukan konfrontasi Ganyang Malaysia dikobarkan.
Kontingen pasukan perdamaian India merupakan yang terbesar dan terbanyak jumlahnya di UNOC dan terorganisir dengan baik.
Sedangkan pasukan Garuda hanya berkekuatan kecil akan tetapi mampu melakukan taktik perang gerilya dengan baik.
Bukan hanya soal perang melulu, Konga III juga mengajarkan masyarakat setempat untuk mengolah berbagai macam tumbuhan yang berada di sekitar mereka untuk dijadikan makanan.
Seperti cara mengolah daun singkong sehingga enak dimakan.
Suatu hari terjadi serangan mendadak di markas Konga III yang dilakukan oleh para pemberontak yang diperkirakan berkekuatan 2 ribu orang.
Markas Konga III dikepung oleh para pemberontak tersebut.
Tembak menembak terjadi dari pukul 00.00, tidak ada pasukan Garuda yang tewas pada kejadian itu.
Namun, hanya beberapa luka ringan dan segera ditangani oleh tim medis.
Sedangkan para pemberontak setelah melakukan serangan langsung mundur ke wilayah gurun pasir yang gersang.
Tak mau berdiam diri saja seluruh pasukan perdamaian di Kongo dari semua negara peserta langsung melakukan rapat koordinasi untuk melakukan pengejaran terhadap gerombolan pemberontak.
Hasilnya dibentuk tim berkekuatan 30 orang yang berasal dari RPKAD/Koppasus untuk melakukan pengejaran hingga ke markas pemberontak sekalipun.
Raut wajah bersemangat tinggi berkobar di tiap-tiap personel prajurit RPKAD yang terpilih untuk melakukan pengejaran.
Iringan doa dari semua pasukan perdamaian menyertai ke 30 prajurit terpilih karena mereka akan berada di wilayah yang disebut "no man’s land".
Ke-30 pasukan RPKAD yang menyusup ke sarang pemberontak dipimpin oleh seorang kapten dan 5 orang letnan, mereka menyamar layaknya penduduk setempat, badan dan wajah digosok arang sehingga hitam menyerupai kulit penduduk setempat.
Ada juga personel yang berpakaian layaknya wanita membawa bakul sayuran.
Menurut informasi, para pemberontak berkekuatan 3 ribu orang bersenjata lengkap termasuk kendaraan lapis baja.
Ke-30 personel RPKAD itu juga mendengar informasi bahwa penduduk setempat termasuk pemberontak sangat takut dengan apa yang dinamakan Hantu Putih yaitu sosok berpakaian putih berbau bawang putih.
Nah hal ini dimanfaatkan oleh para personel RPKAD dengan mengubah penampilan pemyamaran mereka dengan menggunakan jubah putih yang mengembang apabila ditiup angin.
Isyarat serangan pun diberikan oleh komandan pada saat waktu menunjukkan jam 00.00 malam, dengan sangat cepat para personel RPKAD bergerak menggunakan kapal yang dicat hitam-hitam menyerang melintasi Danau Tanganyika yang tidak berada jauh dari "no man’s land".
Ke-30 personel RPKAD yang sudah menyamar menjadi "Hantu Putih" ini atau yang dikenal oleh masyarakat setempat Spiritesses berhamburan keluar dari kapal dan langsung menyerang para pemberontak.
Pemberontak yang kaget dan memercayai jika yang dihadapi mereka adalah hantu hilang semangat dan ketakutan kocar-kacir.
Bahkan ada seorang pemberontak yang sedang membakar ayam karena kaget langsung melempar ayam bakarnya dan mengenai salah satu anggota RPKAD.
Selang 30 menit markas pemberontak sekaligus keluarga mereka menyerah dan dapat dikuasai, puluhan anggota pemberontak tewas dan di pihak RPKAD hanya satu orang yang cedera terkena pecahan proyektil granat.
Hasil ini langsung diinformasikan yang selanjutnya kontingen pasukan perdamaian yang lain datang untuk mengamankan daerah tersebut.
Sejak saat itu anggota Kontingen Garuda III dikenal oleh orang-orang Kongo dengan julukan Les Spiritesses/Hantu Putih, bisa dibayangkan hanya berkekuatan 30 orang berhasil menawan 3 ribu orang pemberontak bersenjata lengkap, 30 vs 3 ribu!
Hasil gilang gemilang ini bahkan mendapat pujian dari komandan UNOC letnan Kadebe Ngeso dari Ethopia, ia mengatakan bangga dengan dan takjub atas keberhasilan ke 30 anggota RPKAD Kontingen Garuda III dalam misi yang dianggap mustahil itu.
Sampai sekarang misi yang dilakukan oleh ke-30 anggota RPKAD itu masih menjadi legenda di Misi Pasukan Perdamaian PBB seluruh dunia.(*)