Tribun Wiki
TRIBUNWIKI: Kisah La Sinrang Pahlawan Asal Sawitto Pinrang, Kini Jadi Nama Jl Lasinrang
Pada zaman penjajahan Belanda , yakni 1856, telah lahir seorang putera yang bernama La Sinrang di Dolangan, salah satu daerah di bawah kerajaan Sawitt
Penulis: Ina Maharani | Editor: Ina Maharani
Pada tahun 1905 raja Gowa Sultan Husain bersama putranya I Panguriseng Arung Alitta dan I Mappanyukki Datu Suppa serta Mangimangi Karaeng Bontonompo,bersama dengan dengan pasukanya melanjutkan perjuanganya di Sawitto dengan jalan bekerjasama dengan Addatuang Sawitto (LATAMMA) bersama dengan panglima perang kerajaan Sawitto La Sinrang untuk menhadapi Belanda.
Maka di bidang pertahanan juga di bentuk sekitarnya seperti: alitta, suppa tiroang, talabangi, lepangan tassa, langga, jampue dll dengan bekerja sama dengan para bangsawan yang ada di sekitar kerajaan Sawitto. Perlawan rakyat Sawitto yang dipimpin La Sinrang berhasil mengoyahkan sendi-sendi pemerintahan india Belanda di Sulawesi selatan.
Konsep hidup La Sinrang dalam melawan Belanda, bahwa ia adalah seorang pemimpin (panlima perang) yang berjiwa nasionalis, patriotik sejati orang yang taat pada agamanya yaitu islam.
Untuk mendapatkan bukti sehubungan dengan argument tersebut di atas dapat di lihat bagaimana La Sinrang melawan Belanda pada tahun 1905 di kerajaan Bone yang rajanya pada waktu itu adalah LA PAWAWOI KARAENG SIGERI dengan bunyinya sebagai berikut:
Walaupun aku terdampar di luar bumi sekalipun, asalkan tak goya juga keyakinanku pada kitab yang di bawah nabiku, karena itu adalah pendirianku, biar tubuhku menhadap atau tertawan tetapi pantang bersua dengan komponi. Sikap raja Bone itu, menjadi sikap raja-raja di Sulawesi selatan, termasuk semboyang yang di pedomani dan menjadi prinsip hiddup di pegan oleh la sinrang yang mengandung nilai jihat.
Semboyan ain dari La Sinrang yaitu:
PAJJAGURU MALLEMALLEBU ARRO WELLEBA, DARA TEA MITTI, OLLI TEA TILLALA, BUKU TEA POLA UPE TEA PETTU.
Artinya: tinju bundar, dada lebar, darah tidak menetes, kulit tidak mau terkelupas, tulat tidak mau patah, dan urat tidak mau putus. Maksud dari semboyang tersebut menunyukan suatu sikap keberanian dan pantang menyerah oleh La Sinrang dalam menghadapi musuh dalam hal ini pemerintah penjajahan Belanda.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh tentara Belanda untuk menanamkan kekuasaanya di daerah Sulawesi Selatan telah di tempuh berbagai cara, sampai kepada cara yang paling tidak manusiawi pun telah dilakukan.
Termaksud di kerajaan Sawitto di bawah kekuasaan addatuang Sawitto La Tamma. Selain itu, pemerintahan Belanda melancarkan politik pecah belah atau adu domba di kalangan aristokrat kerajaan Sawitto dan komandan-komandan La sinrang di samping terus menerus melancarkan operasi-operasi militer dan perang urat syaraf untuk mendudukan perlawanan rakyat Sawitto yang dipimpin oleh La Sinrang.
Sasaran utama bukan hanya ditujukan kepada addatuang Sawitto bersama kelompok aristokratnya, tetapi juga ditujukan kepada komandan-komandan tempur pasukan dan buah La Sinrang sedangkan mereka yang tidak berhasil ditangkap, tetap melanjutkan perlawanan terhadap pasukan militer Belanda.
Namun sebelum kunci utamanya yaitu La Sinrang, Api pemberontakan rakyat Sawitto yang dipimpin oleh La Sinrang dianggap belum berhasil oleh karena itu, setelah berbagai cara untuk melumpuhkan perlawanan rakyat Sawitto di bawah pimpinan La Sinrang selalu mengalami kegagalan maka pada tanggal 25 juli 1906, adattuang Sawitto latammayang sudah berusia lanjut ditangkap oleh Belanda.
Ketika pemerintahan kolonial Belanda menangkap kesayangan La Sinrang tersebut, dan disiksa serta diancam diasingkan ke daerah pembuangan yang menyensarahkan.
Oleh karena itu, maka pada akhir bulan juli 1906, La Sinrang bersama sisa-sisa pasukannya yang berjumlah sekitar 100 orang masuk kota Pinrang untuk membebaskan Addatuang Sawitto La Tamma dan isteri La sinrang I Makkanyuma.
Pada saat itulah La Sinrang di kepung ketat dan kedua orang kesayangannya, yang disandera dan di tahan dijadikan perisai oleh Belanda, dengan isyarat bahwa jika La Sinrang melakukan perlawanan, maka kedua orang kesayangannya akan dibunuh.
Ditawan Belanda, Dibuang ke Jawa