Penyebab Survei Jokowi Selisih Sisa 4 % dari Prabowo versi Puskaptis, Bandingkan Survei PT LSI
Tapi kenapa survei terbaru Pilpres 2019 versi Puskaptis berbeda dengan survei terbaru versi PT LSI Denny JA?
TRIBUN-TIMUR.COM - Pilpres 2019 kian dekat sisa 76 hari menuju 17 April 2019.
Menurut survei terbaru Puskaptis, tingkat keterpilihan Jokowi kini sisa selisih 4 % dari Prabowo Subianto.
Dengan komposisi ini, Puskaptis memprediksi Jokowi terancam dikalahkan Prabowo Subianto.
Tapi kenapa survei terbaru Pilpres 2019 versi Puskaptis berbeda dengan survei terbaru versi PT LSI Denny JA?
Baca: Ada Apa? Hotman Paris Mendadak Kritik Pembangunan Jalan Tol Siapa Disinggung Siapa Didukung?
Baca: Kronologi Remaja 18 Tahun Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Tak Diberi Uang Beli Bensin, Penjelasan Polisi
Baca: Hasil Liga Inggris - Tottenham Menang, Liverpool Seri, dan Chelsea Kalah Telak
Baca: Apakah Rocky Gerung Akan Bernasib Seperti Ahmad Dhani? Berikut Komentar Sejumlah Politisi
Baca: Ria Ricis Konflik dengan Henny Rahman, Disebut Sukses Tapi Tak Punya Attitude, Ada Masalah Apa?
Hasil survei Pilpres 2019 oleh Puskaptis, suara Jokowi - Maruf Amin selisih tipis dengan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Lembaga survei Puskaptis merilis hasil survei mengenai tingkat keterpilihan atau elektabilitas paangan calon dalam Pemilu Presien 2019.
Dalam survei tersebut pasangan Jokowi - Maruf Amin masih unggul dengan perolehan 45,90 persen suara.
Sementara Prabowo Subianto - Sandiaga Uno memperoleh 41,80 persen suara dan yang belum menentukan pilihan sebanyak 12,30 persen suara.
Dengan kata lain, selisih elektabilitas keduanya tinggal 4,1 persen.
Direktur Eksekutif Puskaptis, Husin Yazid mengatakan banyak latar belakang yang membuat responden kemudian memilih Prabowo-Sandi.
"Di antaranya menginginkan perubahan dan presiden baru, sosok Prabowo-Sandi dipandang mampu memperbaiki kondisi ekonomi saat ini serta memiliki karakter tegas dan berwibawa," katanya dalam siaran persnya, Selasa, (29/1/2019).
Sementara itu mereka yang memilih Jokowi karena menganggap calon petahan tersebut mampu melanjutkan pembangunan, merakyat, dan berpengalaman.
"Selisih antara keduanya yang sangat tipis, sebagai petahana karena tingkat kepuasan publik terhadap kinerja kebijakan ekonomi rendah," katanya.
Baca: Ada Apa? Hotman Paris Mendadak Kritik Pembangunan Jalan Tol Siapa Disinggung Siapa Didukung?
Baca: Kronologi Remaja 18 Tahun Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Tak Diberi Uang Beli Bensin, Penjelasan Polisi
Baca: Hasil Liga Inggris - Tottenham Menang, Liverpool Seri, dan Chelsea Kalah Telak
Baca: Apakah Rocky Gerung Akan Bernasib Seperti Ahmad Dhani? Berikut Komentar Sejumlah Politisi
Baca: Ria Ricis Konflik dengan Henny Rahman, Disebut Sukses Tapi Tak Punya Attitude, Ada Masalah Apa?
Dalam survei tersebut diketahui juga bahwa terdapat 46,61 persen yang menginginkan Jokowi jadi presiden lagi.
Angkat tersebut menurutnya bukan angka yang aman bagi calon, apalagi untuk petahana.
"Perbedaan tingkat elektabilitas di bawah 10 persen dapat disimpulkan belum unggul secara signifikan dari calon pasangan nomor 2, mengingat waktu masih tersisa tiga bulan kedepan. Artinya masih terbuka peluang dalam meraih simpati publik dalam mengejar ketertinggalan bagi pasangan Prabowo-Sandi, " pungkasnya.
Survei Puskaptis dilakukan pada 8 sampai 14 Januari 2019.
Survei dilakukan secara proporsional di 34 provinsi yang punya hak pilih dalam Pilpres 17 April 2019, yaitu mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah dan terdaftar di KPU sebagai pemilih ketika survei dilakukan.
Survei menggunakan metode random di tingkat kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa, kampung/RW/RT, dengan penyebaran wilayah di 50 persen perkotaan dan 50 persen pedesaan.
Jumlah sample responden yang di ambil sebanyak 2100. Penentuan responden dilakukan secara random sistematis, dengan margin error + 2,4 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Penarikan sampel dilakukan dengan metode multistage random sampling.
Pernah Menangkan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa di 2014
Pada saat Pilpres 2014, Puskaptis sempat jadi sorotan lantaran hasil quick count-nya yang ditayangkan oleh stasiun televisi TV One memenangkan pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa.
Berbanding terbalik dengan hasil dari KPU yang memenangkan pasangan Jokowi dan Jusuf Kalla.
Hasil quick count Puskaptis diduga adalah rekayasa.
Perhimpunan Survei dan Opini Publik (Persepi) pun menjatuhkan saksi mengeluarkan lembaga tersebut dari organisasi setelah menolak diaudit terkait dengan hasil quick count-nya.
Baca: Ada Apa? Hotman Paris Mendadak Kritik Pembangunan Jalan Tol Siapa Disinggung Siapa Didukung?
Baca: Kronologi Remaja 18 Tahun Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Tak Diberi Uang Beli Bensin, Penjelasan Polisi
Baca: Hasil Liga Inggris - Tottenham Menang, Liverpool Seri, dan Chelsea Kalah Telak
Baca: Apakah Rocky Gerung Akan Bernasib Seperti Ahmad Dhani? Berikut Komentar Sejumlah Politisi
Baca: Ria Ricis Konflik dengan Henny Rahman, Disebut Sukses Tapi Tak Punya Attitude, Ada Masalah Apa?
Bandingkan Hasil Survei LSI Denny JA
Lembaga survei Lingkaran Survei Indonesia ( LSI) Denny JA, merilis hasil survei tentang pengaruh elektabilitas Capres-Cawapres, seusai debat perdana pada 17 Januari 2019 lalu.

Survei yang dilakukan 18-25 Januari 2019 terhadap 1.200 responden.
Peneliti senior LSI Denny JA, Adjie Alfaraby mengatakan, elektabilitas kandidat nomor urut 01, Jokowi-Ma'ruf Amin masih unggul dibandingkan kandidat nomor urut 02, Prabowo-Sandiaga Uno.
"Pasangan Jokowi - Maruf Amin meraih 54,8 persen, sementara Prabowo - Sandiaga 31,0 persen. Sementara yang masih belum memutuskan, atau rahasia, maupun tidak tahu dan tidak jawab, sebesar 14,2 persen," kata Adjie Alfaraby di kantor LSI, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (30/1/2019).
Namun, Adjie Alfaraby mengatakan, debat perdana Capres-Cawapres ini tak mempengaruhi secara signifikan terhadap elektabilitas.
Pasalnya, jika berkaca pada hasil survei LSI Desember 2018, elektabilitas Jokow i- Maruf Amin 54,8 persen, Prabowo Subianto - Sandiaga Uno 30,6 persen, dan tidak memilih atau menjawab 15,2 persen.
"Pascadebat kenaikan elektabilitas masing-masing paslon tidak signifikan. Jokowi-Ma'ruf naik 0,6 persen, dan Prabowo-Sandiaga naik 0,4 persen. Jadi tidak banyak berefek, karena angkanya cenderung sama," jelas Adjie Alfaraby.
Selain itu, Adjie Alfaraby menilai, faktor lain lantaran, dari responden yang ada, hanya 50,6 persen menyatakan menonton, 46,7 persen tak menonton, dan tidak menjawab 2,7 persen.
"Sedangkan yang menonton secara utuh hanya 29,6 persen. Yang hanya menonton sebagian saja 69,9 persen. Tidak tahu atau tidak jawab 0,5 persen," ungkap Adjie.
Sehingga, lanjut Adjie Alfaraby, elektabilitas Jokowi - Maruf Amin masih stabil menang, dibandingkan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
"Masih stabil menang Jokowi - Maruf Amin. Selisihnya sekitar 20 persen," katanya menerangkan.
Hanya 2,9 Persen yang Ubah Pilihan
Adjie Alfaraby mengatakan, hanya sedikit responden yang mau mengubah pilihan politiknya usai menonton debat. LSI awalnya mengukur berapa banyak jumlah responden yang menonton debat.
Hasilnya, dari seluruh responden yang berjumlah 2200 orang, hanya 50,6 persen yang mengaku menonton debat antara Jokowi - Maruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Lalu dari jumlah itu, LSI kembali mengukur apakah responden akan mengubah pilihan politiknya usai menonton debat.
"Hasilnya, hanya 5,8 persen yang mengaku mengubah pilihan politiknya, atau hanya 2,9 persen secara populasi," kata Adjie Alfaraby.
Jumlah 2,9 persen itu, lanjut Adjie Alfaraby, bisa dibagi menjadi tiga kategori. Pertama, dari belum menentukan pilihan menjadi memilih calon.
Kedua, dari memilih calon menjadi tidak memilih calon.
Ketiga, dari memilih Prabowo-Sandi menjadi memilih Jokowi - Maruf Amin. Keempat, dari memilih Jokowi-Ma’ruf menjadi memilih Prabowo Subianto - Sandiaga Uno.
Menurut Adjie Alfaraby, sedikitnya jumlah mereka yang akan mengubah pilihan politik pasca menonton debat dipengaruhi sejumlah faktor.
Salah satunya karena jumlah masyarakat yang menonton debat secara utuh hanya sedikit.
Dari 50,6 persen yang mengaku menonton debat, hanya 14,9 persen yang menonton secara utuh.
Kebanyakan dari responden itu juga sudah mempunyai pilihan masing-masing sebelum menonton debat.
"Oleh karena itu, ajang debat hanya dijadikan sebagai sarana untuk lebih memantapkan pilihannya kepada salah satu paslon," kata Adjie Alfaraby.
Dengan hasil ini, maka debat capres pun otomatis tak memiliki dampak elektoral signifikan kepada kedua pasangan calon.
Elektabilitas Jokowi - Maruf Amin pascadebat yang diukur LSI pada Januari 2018 adalah 54,8 persen.
Angka itu hanya sedikit naik dari survei LSI bulan Desember sebesar 54,2 persen.
Sementara itu, elektabilitas Prabowo Subianto - Sandiaga Uno per Januari 2019 adalah 31,0 persen, naik sedikit dari elektabilitas per Desember 2018 sebesar 30,6 persen.
Adapun jumlah masyarakat yang belum menentukan pilihan juga tidak terlalu banyak berubah pasca debat.
Jumlah undecided voters hanya turun satu persen, dari 15,2 persen pada Desember 2018 menjadi 14,2 persen di Januari 2019.
"Debat Capres-Cawapres tidak memberikan efek elektoral signifikan," kata Adjie Alfaraby.
Survei LSI ini dilakukan pada 18-25 Januari 2019 dengan metode multistage random sampling.
Jumlah responden adalah 1200 orang yang memiliki hak pilih di Pilpres 2019.
Survei dilakukan dengan wawancara tatap muka dan menggunakan kuesioner.
Margin of error survei ini yakni plus minus 2,8 persen.(tribunnews.com/kompas.com)
Baca: Ada Apa? Hotman Paris Mendadak Kritik Pembangunan Jalan Tol Siapa Disinggung Siapa Didukung?
Baca: Kronologi Remaja 18 Tahun Bunuh Ibu Kandung Gara-gara Tak Diberi Uang Beli Bensin, Penjelasan Polisi
Baca: Hasil Liga Inggris - Tottenham Menang, Liverpool Seri, dan Chelsea Kalah Telak
Baca: Apakah Rocky Gerung Akan Bernasib Seperti Ahmad Dhani? Berikut Komentar Sejumlah Politisi
Baca: Ria Ricis Konflik dengan Henny Rahman, Disebut Sukses Tapi Tak Punya Attitude, Ada Masalah Apa?