AJI Kota Mandar Majene Desak Presiden Cabut Remisi untuk Pembunuh Jurnalis
Senior AJI Kota Mandar, Edy Junaedi mengatakan, pemberian remisi itu telah melukai rasa keadilan bagi keluarga korban.
Penulis: edyatma jawi | Editor: Imam Wahyudi
Laporan Wartawan Tribun Timur, Edyatma Jawi
TRIBUNMAJENE.COM, MAJENE - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Mandar, Sulawesi Barat, berunjuk rasa menuntut pencabutan remisi terhadap I Nyoman Susrama, pelaku pembunuhan terhadap wartawan Radar Bali, AA Prabangsa.
Pengurus AJI Kota Mandar dan sejumlah wartawan di daerah ini berunjuk rasa di depan bundaran pusat pertokoan Majene, Sulbar, Jumat (25/1/19).
Mereka berorasi mendesak Presiden RI Joko Widodo mencabut pemberian remisi terhadap I Nyuman Susrama.
Senior AJI Kota Mandar, Edy Junaedi mengatakan, pemberian remisi itu telah melukai rasa keadilan bagi keluarga korban.
Sekaligus melukai hati jurnalis di seluruh Indonesia.
"Kami meminta Presiden Joko Widodo mencabut remisi terhadap Susrama," tegas Edy Junaedi.
Susrama merupakan terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Prabangsa.
Berdasarkan keputusan Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, Susarama divonis penjara seumur hidup.
Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.
Namun pada 7 Desember 2018, Presiden Joko Widodo mengeluarkan keputusan presiden Nomor 29 Tahun 2018 tentang pemberian remisi perubahan dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
Ketua AJI Kota Mandar, Ridwan Alimuddin mengatakan, pemberian remisi itu dikhawatirkan akan membuat pelaku kekerasan terhadap jurnalis tidak jera.
"Itu yang kita khawatirkan," katanya.
Kata Ridwan, unjuk rasa mendesak pencabutan remisi itu dilaksanakan serentak di tiga lokasi di Sulbar.
Selain di Majene, anggota AJI Kota Mandar di Mamasa dan Mamuju juga turun ke jalan menolak remisi terhadap I Wayan Susrama.
Dilansir Kompas.com, kasus pembunuhan berencana ini terjadi pada 11 Februari 2009, di kediaman Susrama yang berlokasi di Banjar Petak, Bangli, Bali.
Eksekusi pembunuhan diperkirakan dilakukan pada sekitar pukul 16.30 hingga 22.30 WITA.
Nyoman Susrama bukan pelaku langsung, melainkan aktor intelektual yang mendalangi aksi keji itu.
Selain Susrama, polisi juga menetapkan 6 orang lainnya sebagai tersangka, yaitu Komang Gede, Nyoman Rencana, I Komang Gede Wardana alias Mangde, Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes.
Komang Gede berperan sebagai penjemput korban.
Nyoman Rencana dan Mangde menjadi eksekutor pembunuhan dan membawa mayat korban untuk dibuang ke laut di Perairan Padangbai, Karangasem.
Sedangkan Dewa Sumbawa, Endy, dan Jampes, bertugas membersihkan darah korban.
Setelah sempat hilang selama lima hari, Narendra Prabangsa yang merupakan redaktur berita daerah Radar Bali itu ditemukan tak bernyawa dengan kondisi tubuh rusak pada 16 Februari 2009 di Teluk Bungsil, perairan Padang Bai, Karangasem.
Pasca penemuan itu, kasus ini perlahan mulai terungkap.
Meski sempat kesulitan mencari benang merah kasus ini, namun polisi kemudian menelusuri sejumlah kemungkinan motif pembunuhan, salah satunya karena pemberitaan.
Penyelidikan polisi pun mengarah kepada Nyoman Susrama.
Motif pembunuhan ini bermula dari kekesalan Nyoman Susrama terhadap Prabangsa karena masalah pemberitaan.
Prabangsa menulis berita terkait dugaan korupsi yang dilakukan Nyoman Susrama, yakni proyek-proyek Dinas Pendidikan di Kabupaten Bangli sejak awal Desember 2008 hingga Januari 2009.
Salah satu proyek yang disorot dalam pemberitaan Prabangsa adalah proyek pembangunan taman kanak-kanak dan sekolah dasar internasional di Bangli.
Nyoman Susrama kala itu menjadi pemimpin proyek tersebut.
Susrama bersama rekan-rekannya pun akhirnya merencanakan pembunuhan terhadap Prabangsa.