Viral di Medsos 3 Bulan Lalu, kini Lapangan Sakti Lodaya di Tasikmalaya Memprihatinkan!
Tentu saja, kondisi lapangan mentereng seperti itu, sangat jarang ditemukan di stadion-stadion klub Liga 1.
TRIBUN-TIMUR.COM - Lapangan Sakti Lodaya di Tasikmalaya yang sudah mengantongi standar Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) dan sempat viral di media sosial kini justru mengalami nasib yang miris.
Saat viral di media sosial, Oktober 2018 lalu, lapangan Sakti Lodaya itu memang tampak seperti lapangan stadion-stadion berstandar internasional.
Bila dilihat dari udara, permukaan lapangan bahkan memunculkan gradasi warna khas papan catur yang kerap terlihat di lapangan stadion-stadion Eropa.
Baca: Pesepakbola Veteran Asal Malaysia Tewas Setelah Bertanding, Di Indonesia Dialami Choirul Huda
Baca: Gubernur Sulteng Ingatkan Bupati Taati Aturan Perjalanan Dinas Luar Negeri
Tentu saja, kondisi lapangan mentereng seperti itu, sangat jarang ditemukan di stadion-stadion klub Liga 1.
Viralnya lapangan yang diketahui berlokasi di Desa Cisayong, sekitar 15 kilometer dari Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, itu pula yang menarik perhatian Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi untuk datang.
Namun, indahnya Lapangan Sakti Lodaya seperti yang tampak di medsos tak terlihat pada Selasa (15/1/2019).
Alih-alih memunculkan gradasi warna, permukaan lapangan Sakti Lodaya bahkan terlihat sudah banyak yang menguning, bahkan ada yang gundul di beberapa titik.
Banyak Puntung Rokok
Tak cuma itu, puntung rokok dan sampah-sampah kecil juga cukup banyak ditemukan di atas permukaan lapangan.
Lapangan Sakti Lodaya dulunya merupakan lapangan desa biasa. Namun, perangkat desa setempat melapisinya dengan rumput zoysia matrella (ZM).
Baca: Teka-teki Kemana Klub Guy Junior? Tak Jelas di PSM, Diperebutkan 3 Klub hingga Disebut ke Persija?
Baca: Eks Gelandang Persib, Michael Essien, Bakal Gabung Klub Australia! Ini Klub Terbarunya?
Kepala Desa Cisayong Yudi Cahyudin, mengatakan, biaya pemasangan rumput mencapai sekitar Rp 1,4 miliar dan memakan waktu sekitar delapan bulan.
Sumber dana berasal dari anggaran dana desa (ADD) yang digelontorkan pemerintah pusat.
"Cisayong hanya ingin punya ikon karena desa ini tidak punya potensi wisata, tidak punya potensi ekonomi yang cukup dahsyat,” kata Yudi.
“Akhirnya, kami berpikir bagaimana tercipta lapangan sepak bola (bagus)," lanjut Yudi saat ditemui di sela-sela kunjungan Imam.
Menurut Yudi, keberadaan lapangan berstandar FIFA memberikan efek positif bagi Desa Cisayong.
Banyak Dikunjungi
Adanya lapangan itu membuat Cisayong banyak dikunjungi perangkat desa-desa lain yang studi banding untuk meniru hal serupa.
Belum lagi pemasukan dari penyewaan lapangan untuk bermain bola atau turnamen yang masuk ke kas desa.
Baca: Tom Holland, Pemeran Peter Parker, Bagikan Trailer Perdana Spiderman: Far from Home di Sini!
Baca: Unhas Rancang Kelas Jarak Jauh, Ini Kata Kepala LLDikti Wilayah IX Sulawesi
Yudi menyatakan pihaknya memberlakukan tarif Rp 1 juta untuk sekali pemakaian satu pertandingan bagi penyewa dari desa lain.
Sedangkan bagi warga Desa Cisayong sendiri, digratiskan, tak dipungut biaya sepeser pun.
Walau demikian, Yudi mengakui ada salah satu kendala yang dihadapi dengan adanya lapangan berstandar FIFA ini, yakni menutupnya untuk umum.
Karena tadinya merupakan lapangan desa biasa, masih banyak warga yang keberatan apabila Lapangan Sakti Lodaya ditutup dan hanya boleh digunakan untuk kegiatan sepak bola.
Padahal, terlalu banyaknya orang yang menginjak-injak rumput tentu akan berdampak terhadap menurunnya kualitas rumput.
Biaya Perawatan
Belum lagi, rumput membutuhkan perawatan khusus yang harus dilakukan rutin.
"Mengubah pola pikir masyarakat tidak gampang," ujar Yudi, kepada kompas.com, Selasa (15/1/2019.
Yudi masih optimis dengan masa depan Lapangan Sakti Lodaya.
Baca: Bintang Hollywood Chris Pratt Tulis Kata Manis Saat Lamarannya Diterima Katherine Schwarzenegger
Baca: Melihat Rumah Legiman Si Pengemis Kaya Pemilik Rp 1 Miliar, Uang Berlembar-lembar di Kardus Mie
Dengan sosialisasi yang baik, ia yakin lambat laun warga akan mengerti dengan keputusannya untuk menutup lapangan untuk umum.
Apalagi, di desa tetangga juga masih ada lapangan biasa yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan di luar sepak bola.
Pada Februari hingga Maret mendatang, Yudi menyatakan Lapangan Sakti Lodaya bahkan akan ditutup untuk semua aktivitas, termasuk sepak bola karena akan dilakukan perbaikan.

"Masyarakat memang marah tapi ke depan akan seperti itu (ditutup) agar bagus. Jadi (lapangannya) dikunci," ujar Yudi.
"Saya di satu sisi bersyukur. Karena kalau rumput menguning atau rusak di satu sisi kita harus berpikira ilmu memperbaikinya agar kembali hijau.
Yang namanya tanaman hidup kan tidak pasti bagus terus," pungkasnya. (*)
Penulis: Alsadad Rudi/KOMPAS.com
Subscribe untuk Lebih dekat dengan tribun-timur.com di Youtube:
Jangan lupa follow akun instagram tribun-timur.com