85% Wajib Pajak di Sulselbartra Tak Patuh, 5 Hal Ini Dinilai Jadi Pemicunya
Masih ada rakyat yang tidak percaya dengan undang-undang di bidang perpajakan.
Penulis: Muhammad Fadhly Ali | Editor: Hasriyani Latif
Laporan Wartawan Tribun Timur, Muhammad Fadhly Aly
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Penerimaan pajak pemerintah kerap meleset dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Setoran pajak 2018 di Sulselbartra, misalnya hanya terealisasi 87,82 persen dengan nilai Rp 12,364 triliun dari patokan APBN Perubahan Rp 14,079 triliun di 2018.
Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP Sulselbartra, Eko Pandoyo, Selasa (8/1/2019) menuturkan ada beberapa hal yang menyebabkan penerimaan pajak minim meskipun ekonomi Indonesia tumbuh di kisaran lima persen.
“Kenapa ekonomi tumbuh, tapi pajaknya segitu-segitu saja. Kepatuhan dalam membayar pajak yang perlu diperhatikan, karena tax gap naik, berarti kepatuhan sangat rendah," tuturnya.
Baca: Wajib Pajak Efektif 1.369.343, Yang Membayar Hanya 198.870 di Sulselbartra
Baca: Jepang Berlakukan Pajak Sayonara Untuk Semua Wisatawan, Segini Besarannya
Eko mencatat, jumlah Wajib Pajak (WP) efektif sebanyak 1.369.343, namun yang melakukan pembayaran hanya 198.870 atau hanya 14,52 persen. Ini berarti ada sekitar 85 persen yang tak patuh.
Ia mencontohkan untuk WP efektif Badan tercatat 106.594, namun yang menyetor hanya 33.806, WP efektif OP karyawan 986.252 yang menyetor 25.845.
"Bisa dilihat untuk WP efektif OP Karyawan gap-nya terjauh. Bukan karena tidak setor, tetapi penghasilannya masih di bawah yang ditetapkan, sehingga mereka cuman lapor," tuturnya.
Menurut Eko, ada beberapa faktor yang yang membuat masyarakat masih enggan membayar pajak. Pertama, karena masih ada rakyat yang tidak percaya dengan undang-undang di bidang perpajakan.
Baca: PPh Dorong Penerimaan Pajak DJP Sulselbartra
Baca: Target Penerimaan Pajak DJP Sulselbartra di 2019 Bakal Naik
Faktor kedua, tidak percaya dengan petugas pajak. Ketiga, masih ada orang yang ingin coba-coba tidak membayar pajak.
"Kalau ketahuan baru bayar pajak. Kalau tidak, ya tidak bayar. Kenapa? Karena masyarakat tahu Ditjen Pajak tidak punya akses, terutama ke perbankan," tuturnya.
Selain itu, masyarakat ogah membayar pajak lantaran membayar pajak belum menjadi budaya. Ia mengharapkan generasi muda mendatang dapat lebih patuh membayar pajak.
Begitu juga dengan pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (Pph) yang dinilai ribet. “Karenanya kita akan meningkatkan kegiatan edukasi dan sosialisasi perpajakan ke depannya," tambahnya.(*)